Jet
pribadi yang sangat besar, dan Pete memberi tanda agar aku naik ke
pesawat sebelum dia naik. Dia menjemputku di rumah kurang dari satu
jam lalu, dan dia terlihat gagah dengan setelah ala Man in Black.
Aku menaiki tangga dan menyadari bahwa aku benar-benar ada di dalam
pesawat, seperti di pesawat besar. Namun, tidak ada pesawat komersil
yang aku naiki memiliki sedikit saja kemewahan di dalam seperti yang
satu ini. Suede, kulit, kayu mahoni, hiasan
emas, dan layar canggih menghiasi interior. Itu semua adalah
koleksi mainan pria yang besar dan luar biasa kaya ini.
Kursi-kursi
di susun dalam bagian-bagian yang menyerupai ruang keluarga kecil,
dan di bagian pertama ini ada empat kursi kulit mewah berwarna
gading, lebih besar dari kursi kelas satu. Kursi-kursi itu berisi
Riley yang tersenyum, yang berdiri untuk menyambutku, serta dua staf
Remington yang lain-- pelatih pribadinya, Lupe, seorang pria berusia
empat puluhan yang botak yang terlihat seperti Dady Warbucks di
Film Annie, dan koki ahli gizi, Diane, yang aku kenali sebagai wanita
yang mengirimkan tiket padaku.
“Senang
bertemu denganmu, Ms Dumas”, kata pelatih Lupe, dengan ekspresi
cemberut di wajah nya yang entah bagaimana aku gambarkan sebagai
ekspresi alaminya.
Aku
menjabat tangannya. “Aku juga , sir”.
“Oh,
bah. Panggil aku pelatih. Semua orang memanggil begitu”.
“Yah,
halo lagi”, kata Diane, genggamannya halus dan lembut. “Aku
Diane Werner, koki, garis miring ahli gizi, garis miring gadis
pengirim tiket”.
Aku
tertawa. “senang bertemu dengan mu , Diane”.
Udara
di sekitar mereka tampak terbuka dan nyata, dan sedikit kegembiraan
melintas di kepalaku saat berpikir untuk menjadi anggota tim lagi.
Sungguh apa yang akan membuatku sangat bahagia dan puas sebagai
seorang profesional adalah bahwa mulai sekarang, ketika Remington
Tate bertarung di dalam sebuang ring, dia akan mengalir seperti pita
dengan kekuatan selusin lembu, dan aku hanya suka mengetahui bahwa
aku sedang berkerja dengan orang-orang special lainnya yang memiliki
sasaran yang setara.
“Brooke”
Pete memberi arahan ke belakang pesawat, aku menyusuri lorong
berkarpet , melewati bagian lain dari empat kursi lain dan melewati
layar TV besar dan bar berpanel kayu besar, terdapat bangku kulit
yang terlihat seperti sofa. Dan disana, di tengah-tengahnya. Dengan
rambut hitam yang di tekuk, saat dia mendengarkan headphone nya,
adalah Remington Tate. Menara testosteron setinggi enam kaki.
Panas
yang tak terduga memancar langsung ke aliran darahku pada penampakan
pertama dia di siang hari. Dia memakai kaos hitam yang menempel di
ototnya, dan denim rendah yang tersampir, dan tubuhnya yang sangat
berotot itu memakainya dengan kesempurnaan yang terpusat saat dia
duduk di bangku kulit kelabu yang luas di ujung yang terjauh.
Jantungku
memberi tendangan liar, karena dia terlihat seksi seperti biasanya,
dan aku benar-benar berharap tidak memperhatikan dia secara otomatis.
Kurasa kau tak akan bisa menyembunyikan sesuatu sebagai seksualitas
yang terang-terangan seperti dia.
“Dia
menginginkan mu di belakang sana”, Pete memberitahuku. Dan aku
tidak bisa tidak mengenali bahwa dia hampir terdengar menyesal.
Menelan
kelembapan mulutku, aku berjalan dengan gelisah menyusuri lorong
pesawat ketika dia mendongak, matanya menangkap mataku. Aku pikir
aku melihat matanya menyala, tetapi gagal membaca apapun dalam
ekspresinya saat ini dengan seksama saat aku mendekat.
Tatapannya
membuatku gugup, aku merasakan kesemutan sekali lagi, tepat di pusat
diriku.
Dia
adalah orang terkuat yang pernah aku lihat, di seluruh hidupku.dan
aku cukup familiar pada subjek untuk tau bahwa benang dalam gen ku
dan DNA adalah gairah alami untuk keturunan yang sehat, dan itu
datang dengan ketergesaan untuk memiliki pasangan dengan siapapun
yang aku nggap sebagai lelaki sejati dari spesiesku. Aku tak pernah
sekalipun dalam hidupku menemukan lelaki yang membuatku gila untuk
kawin seperti dia. Seksualitasnya membakar dengan kedekatanya. Ini
tidak nyata. Reaksi ini. Objek wisata ini. Aku tak akan percaya
jika Melanie menjelaskan padaku dan aku merasa seperti kuali yang
mendidih di bawah kulitku.
Bagaimana
aku akan menyingkirkan ini?
Bibir
melengkung sedikit, seolah-olah merasa geli karena lelucon pribadi,
dia melepas headphon nya saat aku berhenti sejarak lengan dari nya.
Suara musik Rock mengalir dalam keheningan. Dia menunjuk ke arah
kanannya, dan aku duduk, berusaha keras memblokir pengaruhnya
padaku.
Lebih
besar dari kehidupan, seakan aku melihat bintang film secara
pribadi, kharismanya mengejutkan. Dia memiliki aura kekuatan yang
murni, setiap inci dirinya ramping dan berotot, memberikan kesan
pria, tetapi dengan permainan ekspresinya yang menawan dia terlihat
muda dan bersemangat.
Aku
merasa kalau kami adalah orang termuda dalam pesawat, dan aku merasa
jauh lebih muda ketika duduk di sampingnya, serakan aku baru menjadi
remaja lagi. Bibirnya melengkung, dan sejujurnya aku belum pernah
bertemu yang begitu percaya diri, duduk kembali di kursinya dengan
sensasional matanya tidak melewatkan apapun, “Kau sudah bertemu
dengan semua staf?” dia bertanya.
“Ya”,
aku tersenyum.
Dia
menatapku, lesung pipinya di tunjukan, matanya menilai. Sinar
matahari menerpa wajahnya dengan sudut yang tepat untuk menerangi
bintik-bintik matanya, bulu matanya begitu hitam, dan tebal,
membungkus kolam biru yang menghisapku.
Aku
ingin memulai secara profesional, karena itulah satu-satunya cara
aku melihatnya berkerja, jadi aku mengikat longgar sabuk pengamanku
di pinggang ku dan beralih ke pekerjaan.
“apakah
kau memperkerjakanku untuk cedera olahraga atau lebih ke
pencegahan?” tanyaku.
“pencegahan”,
suaranya kasar dan mengundang luapan merinding di lenganku, dan aku
perhatikan, cara tubuhnya yang besar berbalik ke arahku, bahwa dia
tidak menganggap perlu mengenakan sabuk pengaman di pesawat.
Mengannguj,
aku membiarkan mataku melayang ke dadanya dan lengannya yang kuat.
Lalu aku sadar mungkin menatap terlalu kentara.
“Bagaimana
keadaan bahumu? Sikumu? Apakah kau ingin aku melakukan sesuatu
untuk Atlanta? Pete memberitahuku bahwa ini adalah penerbangan
selama beberapa jam”.
Tanpa
menjawabku, dia hanya mengulurkan tangannya kpadaku, dan tangannya
sangat bbesar, dan dengan setiap luka baru di buku-buku jarinya.
Aku menatapnya sampai aku menyadari dia menawarkan tangannya padaku,
jadi aku meraihnya dengan kedua tanganku. Sebuah sensasi waspada
dari bulu tangannya dan dengan dalam masuk dalam diriku. Matanya
menggelap ketika aku mulai menggosok telapak tangannya dangan dua
ibu jariku, mencari simpul dan kekakuan. Kontak kulit ke kulit
sangat kuat, dan aku bergegas mengisi keheningan yang tiba-tiba
terasa seperti beban berat disekitar kami.
“aku
tidak terbiasa dengan tangan sebesar ini. Tangan murid-muridku biasa
nya lebih mudah untuk di pijat”.
Lesung
pipinya tidak terlihat. Entah bagaimana aku tidak yakin dia
mendengarku. Dia tampak sangat asyik menonton jari-jariku di
tangannya. “kau melakukan dengan baik” ujarnya, suaranya
rendah.
Aku
menjadi terpesona di pesawat, cekungan telapak tangannya, setiap
kapalan dari lusinan kapalan di tangannya. “berapa jam yang kau
habiskan dalam sehari?” aku bertanya, dengan lembut, karena jet
lepas landas dengan begitu lancar, aku hampir tidak menyadari bahwa
kami telah mengudara.
Dia
masih memperhatikan jari-jariku, matanya setengah terpejam, “kami
menghambiskan delapan jam. Empat jam dan empat jam.
“aku
akan memijatmu setelah kau selesai berlatih. Apakah itu yang
specialismu lakukan?” tanyaku.
Dia
mengangguk, masih tidak menatapku. Lalu matanya melirik ke atas.
“Dan
kau? Siapa yang merawat lukamu?” dia memberi petunjuk pada
penyangga lututku, terlihat melalui rok sepanjang lututku, yang naik
sedikit ketika aku duduk.
“Tak
ada seorang pun. Aku telah selesai rehabilitasi”, pikiran
tentang pria ini melihat video ku yang memalukan membuatku mual.
“kau menggoogle ku juga? Atau apakah orang-orangmu memberitahumu?”
dia
menarik tangannya yang bebas dariku dan memberi isyarat ke bawah
“Mari kita lihat lututmu”.
“Tak
ada yang bisa di lihat”, tetapi ketika dia terus menatap kakiku
melalui sorot mata yang gelap, aku menekuk dan mengangkat kakiku
beberapa inci untuk menunjukan padanya penyangga lututku. Dia meraih
dengan satu tangan dan membuka Velcro dengan tangan satunya untuk
mengintip kulitku, lalu dia mengusapkan ibu jarinya di bekas luka di
tempurung lututku.
Ada
sesuatu yang berbeda dari cara dia menyentuhku.
Tangan
kosongnya ada di lututku, dan aku bisa merasakan kapalan tangannya di
kulitku. Aku tak bisa. Bernapas. Dia memeriksa sedikit, dan aku
menggigit bibir bawahku dan menghembuskan napas kecil yang tersisa
di paru-paruku.
“Masih
sakit?”
aku
mengangguk, tapi masih tetap tak bisa berpikir tentang tangannya
yang lebar dan kering. Menyentuh lututku. “ aku telah berlari
tanpa penyangga, dan aku tau aku seharusnya belum boleh. Aku hanya
berpikir bahwa aku tak akan pernah sembuh”.
“sudah
berapa lama ini?”
“enam
tahun lalu” aku ragu, lalu menambahkan. “dan dua... kedua
kalinya itu terjadi”.
“ah,
cedera ganda. Jadi itu sensitif?”
“sangat”,
aku mengangkat bahu. “kurasa aku senang bahwa pada kali kedua itu
terjadi aku sudah memulai kuliah master ku dalam bidang rehabilitasi.
Kalau tidak, aku tak tau apa yang akan aku lakukan”.
“rasanya
sakit tidak bisa berkompetisi lagi?”
dia
menatapku dengan penuh keterbukaan dan minat, dan aku tak tau mengapa
aku bahkan menjawab. Aku belum pernah membicarakan ini secara
terbuka dengan siapapun. Itu menyakitkan dalam setiap bagian diriku.
Hatiku, harga diriku, jiwaku. “iya. Itu benar. Kau mengerti,
bukan?” sku bertanya, tenang, saat dia menurunkan kakiku ke
bawah.
Dia
mengikat pandanganku saat ibu jarinya dengan ringan menyentuh
lututku, kemudian kami berdua melirik sentuhannya, seolah kami
berdua sama – sama tercengang untuk menyadari betapa mudah baginya
untuk meninggalkan sentuhanya disana sementara kami melakukan semua
percakapan ini-- dan untuk ku mengizinkannya. Dia melepaskannya dan
kami tak mengatakan apapun.
Aku
mengembalikan Velcro-ku tapi di bawah penyanggaku, aku merasa seakan
dia baru saja menyiramkan kulitku dengan bensin, dan itu akan
meledak terbakar setiap dia menyentuhku.
“Lakukan
yang satu ini”.
Dia
menempatkan tangan terjauhnya ke padaku dengan kepalan saat dia
berbicara, dan aku agak bersyukur atas kesempatan untuk mecara
serius terbiasa menyentuh pria itu untuk tujuan kerja.
Bergeser
ke sisiku, aku meraih tangannya dengan kedua tanganku dan
melebarakanya dengan jemariku. Dia bersandar kembali ke tempat duduk
dan meregangkan lengannya yang bebas , salah satu yang laing dekat
denganku, di sepanjang bangku di belakangku. Rasa siaga yang
berlebihan dari lengan yang diregangkan menerpa ku bahkan walaupun
dia tidak menyentuhku, dan sekali lagi, aku terpesona dan anehnya
terpesona dengan telapak tangannya, bagaimana kasar, kokoj dan
kapalannya tangannya.
Aku
tak tau kenapa dia memilih duduk di bangku panjang bukannya kursi
tunggal, tapi tiba-tiba pahanya terlalu dekat , lututnya di tekuk,
kakinya melebar, mengambil dua kursi, dan menyisahkan aku satu kursi
dan aku bisa merasakan dan mencium setiap inci dirinya.
Empat
teman penerbangan kami yang lain tertawa-tawa di depan dan matanya
menyorot kesana, lalu kembali padaku. Aku sepenuhnya sadar akan
tatapannya saat aku menekan telapak tangannya dengan ibu jariku,
mendorong keras pada jaringan sampai aku merasakan simpul kecil yang
aku temukan memudar. Aku terus mencari dan menelusuri lebih jauh
tetapi tidak dapat menemukannya, jadi aku berpindah ke
pergelangannya.
Dia
memiliki pergelanga tangan terluas dan paling kuat yang pernah aku
lihat, dan lengan bawahnya yang kuat di bangun dan di jalin dengan
urat-urat tebal yang membentang di lengannya. Aku memegang tangannya
saat aku memutar pergelangan tangannya, dan aku terpesona akan
pergerakan sendinya, bergerak sempurna. Aku memeriksa lengan
bawahnya lalu bisepnya, yang mengeras dan mengapresiasiku. Aku
menutup mata dan berkerja lebih jauh dengan otot-ototnya . Tiba-tiba
lengan di belakangku melipat , dan tangannya melingkar di sekitar
tengkukku, dia bersandar dan berbisik. “Lihat aku”
Aku
membuka mataku untuk melihat matanya berkilauan, dan dia terlihat
sangat terhibur. Kurasa dia tau aku sedikit bersemangat. Aku ingin
menjatuhkan tangannya dan menggeliat , tapi aku tak ingin itu
terlihat terlalu jelas, jadi aku menurunkanya dengan hati-hati dan
balik tersenyum. “apa?”
“Tak
ada”, jawabnya, menampakkan lesung pipinya. “aku sangat
terkesan. Kau sangat teliti, Brooke”.
“tentu.
Dan tunggulah sampai aku mengerjakan bahu dan punggungmu. Aku
mungkin harus berdiri di atasmu”.
Dia
mengerutkan satu alisnya yang gelap dan tampak sangat terhibur.
“berapa banyak kemungkinan berat mu?”
aku
mengerling. “aku terlihat ramping, tapi aku masih terlihat sedikit
berotot”.
Dia
mengejek lalu memiringkan kepalanya dengan rasa ingin tau saat dia
meraih lenganku dan menggenggam bisep kecilku diantara dua jari.
Untungnya, bisepku tetap teguh ketika dia mengepal. “Hmmm”,
katanya , matanya menari dengan penuh kegembiraan.
“apa?
Apa maksudnya 'hmm'?” aku mengutuk.
Dia
dengan berani meraih tanganku dan membungkus jari-jariku di sekitar
otot bisep perutnya yang seksi. Dia bahkan tidak lentur,tetapi
kulitnya yang halus dan kencang serta keteguhan total dibawah
jemariku membuatku sesak napas. Dia seperti.....anak laki-laki.
Menunjukan padaku bisepnya. Aku perhatikan dia memperhatikanku, dan
mata birunya bersinar dengan intensitas yang menggembirakan. Aku
menggigit bibir bawahku sebagai jawaban.
Karena
pekerjaanku mengharuskanku menyentuh dia, sering, akan terasa
sedikit aneh jika aku menari tanganku. Jadi sebagai gantinya, aku
memberikan sedikit sentuhan jari-jariku. Itu seperti meraba batu
yang sangat besar tanpa celah sedikitpun. Sama sekali.
“Hmm”,
aku berkata dengan wajah poker face terbaikku, mencoba untuk menutupi
emosi di dalam. Aku telah gagal. Sepenuhnya gagal. Setiap organ
seksual dalam diriku terjaga dan ngilu. Naluri kawin yang di
induksi oleh genetika ku mendapat perhatian penuh, meraung dalam
diriku.
Dia
tertawa dan menggerakkan tangannya di sepanjang lenganku yang
telanjang lagi. Dia mencelupkan ujung jarinya di bawah lengan kemeja
berkancingku dan menggesernya tepat dibawah otot trisepku di
belakang lenganku. Matanya benar-benar jahat karena dia tau dia
benar-benar membuatku terpengaruh. Ini adalah salah satu bagian
terburuk bagi seorang wanita, tepat dimana lemak tubuhmu diukur
dengan cubitan.
Tak
ada satupun di tubuhnya, dimana aku bisa menemukan sedikit lemak.
Dia mungkin mengkonsumsi dua belas ribu kalori untuk mempertahankan
masa otot tanpa lemak, yang mana aktif dilakukan oleh perenang
olimpiade Michael phelps ketika masih aktif berlatih. Asupan
kalorinya lima kali lebih banyak dari yang aku makan untuk
mempertahankan berat tubuhku, tapi aku tidak benar-benar melakukan
matematika sekarang. Jari-jarinya masih ada di bawah lenganku
sekarang, menyentuh kulitku. Dia memiliki senyum lucu di wajahnya,
matanya menari dalam kenakalan, namun suasanya telah berubah sampai
aku merasa tidak hanya kami yang sangat sadar akan tubuh kami,
tetapi orang lain di pesawat juga.
“Hmm”,
katanya lembut, dan akhirnya memberi sedikit cubitan. Kami berdua
tertawa.]
aku
menjernihkan tenggorokanku dan meluruskan punggungku, tak mampu lagi
bertahan dengan sentuhan. Aku merasa sangat pusing dan aku
membenci itu. Jadi aku menghubungkan ipod ku dengan headphone dari
travel bag kecil yang aku bawa dan meletakkan di pangkuanku. Dia
melihat ke bawah ke arah ipod dan headphoneku, kemudian dia
melepaskan ipodku dan menghubungkannya ke headphone nya dan mulai
mendengarkan musikku, dan menyerahkan ipod miliknya padaku. Aku
mencari dari pilihan musiknya dan benar-benar membenci pilihan
lagu-lagunya. Dia benar-benar penikmat musik Rock dan aku
menjatuhkan headphone ku dan mengambil kembali ipod ku.
“siapa
yang bisa bersantai dengan itu?”
“siapa
yang ingin bersantai?”
“aku”.
“sini”,
dia menyerahkan ipodnya lagi padaku. “aku memiliki beberapa lagu
yang enak di dengarkan untukmu. Dengarkan satu milikku dan aku akan
mendengarkan satu milikmu.
Dia
memilihkan sebuah lagu untukku dari playlisnya, jadi aku memilih
satu yang paling aku suka dari playlist ku, dan aku memutuskan pada
satu lagu cewek yang berjudul “love song” milik Sara Bareiles,
yang mana gadis ini menyatakan pada si lelaki bahwa lelaki itu bukan
lah satu-satunya. Aku memainkan itu untuknya.
Kecintaan
ku pada lagu yang menggambarkan kekuatan wanita hampir begitu
melegenda. Lama dan baru. Itu semua yang temanku dan aku
dengarkan. Bahkan Kyle pun menyanyikannya.
Jadi
kemudia aku memakai headphone ku untuk mendengar lagu apa yang dia
pilihkan untukku, dan sesuatu terjadi pada tubuhku ketika aku
mendengar kata-kata pertama dari lagu itu, dan aku menyerah
selamanya untuk menyentuhmu... dari Goo Goo Dolls “Iris”
and
I give up forever to touch you...
Cause
i know that you feel somehow...
you're
the closest to heaven that i ever been and i don't want to go home
Right now.
Aku
menundukkan kepalanya untuk membuatnya tak bisa melihatku bahwa
pipiku memerah dan hampir memaksa diriku untuk tidak menghentikan
lagunya karena itu terasa amat sangat intim.
Untuk
mendengarkan lagu itu.
Yang
dia dengan anehnya pilihkan untuk ku dengarkan.
Tapi
aku tak berani untuk menjedanya. Bahkan ketika dia membungkuk ke
depan untuk menangkap ekspresiku. Lututnya menggesek lututku, dan
di satu titik dari sentuhan kilat menyambarku saat lagu tetap
mengalun di telingaku. And i don't want the world to see me, lagu
dinyanyikan, but i want you to know who i am.
Kurasa
aku bahkan tidak bernapas. Aku bahkan tak tau jika aku bisa.
Dia
juga mendengarkan laguku, dan matanya begitu dekat denganku ketika
aku melirik ke arahnya, aku bahkan bisa menghitung setiap bulu mata
lentiknya. Aku bersumpah iris nya lebih biru daripada laut Caribia.
Bibirnya
berkedut penuh humor , dan dia menggelengkan kepalanya dengan apa
yang kupikir sebagai tawa. Tawa yang tak bisa aku dengar kareba
aku mendengarkan akhir dari “iris” yang pertama kali aku dengar
di filam City of angels dan yang membuatku menangis sampai
berhari-hari. Seorang pria menyerah, secara harfiah, untuk bersama
gadis yang dicintainya, dan kemudia sesuatu yang tragis terjadi--
seperti dalam film Nicholas Spark.
Ketika
diam mengikuti akhir, perlahan-lahan aku melepas headphone ku dan
mengembalikan ipodnya. “aku bahkan tak tau kau punya lagu-lagu
slow disana”, aku bergumam sepenuhnya terlibat dalam percakapan
baru dengan ipod ku sendiri, saat dia mengembalikannya.
Suaranya
rendah dan intim. “ aku punya dua puluh ribu lagu, semuanya ada
disini”.
“Tak
mungkin!” aku mengatakan secara otomatis penuh ketidakpercayaan
saat aku mengmbil dan memeriksanya, dan itu benar. Mel mengtakan
dirinya yang terbaik karena dia punya sepuluh ribu lagu, dan aku
harus mengatakan padanya bahwa dia bukan.
Dan
sekarang, apa yang tak bisa aku lupakan adalah , dari dua puluh ribu
lagu, dia memainkan lagu itu untukku?
“apa
kau menyukainya?” matanya menembusku, dan aku tau dia dapat
melihat wajahku yang memerah, aku tak dapat menutupi itu.
Aku
mengangguk.
Ipod
ku terasa lebih hangat dari biasanya karena aku dengan gugup mulai
memainkannya, dan aku menolak untuk berpikir itu berasal dari
tangannya. Tapi iti dari tangannya yang besar, berlekuk,
kecoklatan, dan indah. Pipi memerah bahkan lebih panas, aku mencoba
untuk tenggelam dalam musikku sendiri.
Terkadang,
selama penerbangan dia menyerahkan headphone dan ipodnya , dan
membuatku mendengarkan lagu, dan aku mencari satu untuknya. Aku tak
tau ada apa denganku, tetapi ketika dia tersenyum padaku dengan
senyum malas yang menunjukan lesung pipinya, mendengarkan semua lagu
girl power yang aku serahkan padaku, seperti, “I will survive”
dari Gloria Gaynor. Aku ingin meleleh, khususnya ketika di saat
yang sama, iblis menyeringai dalam kenakalan dan tampaknya mulai
memilih lagu untukku saat dia memainkan “Love Bites” dari Def
leppard untukku.
Aku mati saat suara kuat dari
ketukan Dr Dre- nya tumpah di telingaku, mendorong vokal-vokal
maskulin rendah yang begitu dalam ke dalam tubuhku, setiap kata
seksi tampak berdenyut tanpa malu dalam seks ku. Kata-kata itu
begitu kasar dan duniawi, mereka membuatku berpikir tentang dia, dan
aku, menyentuh dan mencium dan mencintai.... dan aku benci itu
sekejap, aku bahkan percaya akan apa yang dia ingin untuk aku
pikirkan.
Aku
sekamar dengan Diane di Atlanta , dan aku suka bahwa menjaga sikat
dan pasta giginya, dan semua hal keperluan wanita ditata dengan
rapih seperti diriku. Dia adalah teman sekamar yang luar biasa,
hangat dan positif setiap saat, dan aku suka kita membicarakan
tentang masakan sehat spanjang sore, ketika kami sampai di ranjang
queen size.
Aku
belajar bahwa dia berbelanja untuk bahan -bahan lokal , dan segar
setiap pagi dan memberi makan Remington hanya dengan makanan organik
terbaik, setiap hari, terjadwal setiap tiga – empat jam-- yang
mana mengapa waktu latihannya harus berjarak dengan seksi antara
3-2-2 , atau 4-4 dengan makanan berat untuk berjaga-jaga kemudian.
Pria itu makan sebanyak tiga singa besar dan kelaparan. Dan di
setengah jam setelah latihannya , begitu banyak karbohidrat yang
bahkan yang aku dapatkan dengan memikirkan ubi dan pasta yang lezat
yang dia lahap.
Diane
membumbui semua makanannya dengan rempah-rempah alami seperti thyme,
basil, rosemary, sedikit bawang putih, atau cabe rawit dan
beberapa kombinasi yang telah aku catat ketika aku pulang. Dia
bercerai di usia tiga puluh sembilan, dan dia juga memberitahuku
bahwa kita akan menyelesaikan pertandingan terakhir di New York di
akhir tour, kota yang ingin ku kunjungi.
Besok
Remington melakukan pertarungan pertamanya dari dua pertandingan di
Atlanta, dan sore ini aku menemukan diri ku nongkrong di
sela-sela gym pribadinya yang disewa, menunggu untuk menstrecingnya
begitu dia selesai. Ini malam ketiga kami disini, dan aku sudah
menyadari bahwa Remington Tate seperti orang gila.
Pria
Marah
hari
ini khususnya, dia tampak tak terkalahkan.
“ada
alasan kenapa dia masih begitu kuat di jam ini hari ini?” Pete
bertanya pada Coach Lupe.
“Hey,
Tate! Berhenti pamer di depan Brooke”, Coach berteriak, dan kami
mendengar tawa dari seberang gym, dimana Remington sedang
membunuh---pembunuhan tak berperasaaa-- pada speed bag.
Walaupun
ketika aku di latih untuk olimpiade, i tidak menghajar itu dengan
cukup keras, dan terus terang , jadwal latihan Remington membuatku
tersinggung. Hari ini dia selesai latihan hanging abs, dimana dia
menggantung dari kakinya dan mengayunkan tubuhnya ke lututnya,
secepat yang dia bisa, dengan sempurna melatih otot perut seperti
dia tak melakukan apapun. Dia melakukan pulls-up, push-up,
mountain climber, planking. Dia lompat tali hanya dengan satu kaki,
dan berganti dengan kaki satunya, lalu dia melintasi tali, menyayun,
menikung, membelok, semua nya sementara aku bahkan tak bisa melihat
tali ,dia membuatnya mengayun begitu cepat karena secara ritmis
menampar tanah... setelah itu, dia mengitari kotak-kotak atau
bertanding ke ring dengan lawan tanding, dan jika lawan tandingnya
habis sebelum dia melakukannya, seperti yang dia lakukan hari ini,
Remy kembali ke samsak berat atau speedball, dan akhirnya basah
kuyup.
“dia
suka menantang dirinya sendiri”, Pete menjelaskan padaku ketika
kami terus me ngawasinya. “jika dia masih bisa memberikan pukulan
di penghujung hari, dia akan mengomeli pelatih, bahwa pelatih tidak
cukup memacunya lebih keras”.
Perlu
satu jam bagi Remy untuk memperlambat, dan pada saat pelatih bersiul
memanggilku, aku adalah orang yang sudah lelah dari stimulasi visual
saat menonton Remington Tate yang berlatih. Setiap gerakan yang dia
lakukan sangat agresif dan terasa seksual bagiku.
Bahkan
dengan celana olahraga dan kaos oblong, tak ada cara bagiku untuk
tidak melihat otot-otot bagian atas tubuhnya melalui kain katun yang
basah, dan cara celana olahraganya menggantung rendah di pinggangnya
yang sempit membuat payudara ku terasa berat dan menyakitkan. Aku
bersumpah kepada tuhan aku tak bisa membayangkan bagaimana rasanya
ketika aku menyusui suatu hari nanti.
Sambil
menggigil sedikit panas, aku bergerak dan menuju matras, tempat
Remington berdiri, menungguku, sudah tanpa baju. Deret keringat
menempel di badanya , dan aku tau dia sangat hangat, dan
otot-ototnya telah di latih untuk kelelahan. Tidak ada glikogen otot
dalam penyimpanannya, glukosanya akan rendah, dan dia akan menjadi
sangat panas seperti pretzel yang panas saat aku menggerakkannya.
Prospek itu juga membuatku sangat panas. Itu adalah mimpiku, aku
mendedikasikan hidupku untuk ini, tapi itu adalah pekerjaaan yang
sangat menyentuh dengan pria ini, ini adalah tantangan besar. Bukan
karena otot-ototmya sangat kuat dibanding ototku sendiri, tapi
karena aku hampir tak bisa melakukan kontak dengan kulitnya yang
keemasan tanpa merasa terbakar. Setiap pori-pori di tubuhku melompat
penuh perhatian dan memusatkan perhatian di bagian tubuhku yang
mana menyentuh tubuhnya. Aku benar-benar benci kehilangan kendali
atas diriku.
Sekarang
aku menyaksikan otot-ototnya menggembung saat dia membersihkan diri
dan dengan sembarang menyeret handuk ke rambutnya yang lembab,
membuatnya lebih seksi dan gagah. Aku juga memakai sepatu tenis dan
pakaian persneling yang ketat untuk membuatku bergerak lebih mudah di
atasnya, dan mata biru yang mencolok itu menyapuku ketika aku
mendekat.
Dia
terengah-engah , tidak tersenyum, lalu dia duduk di bangku sementara
aku berputar dan mendekatinya dari belakang.
Dia
merintih ketika aku mengatupkan jari-jariku di pundaknya, dan mulai
memijat lebih dalam. Percikapn kegembiraan menghantam ke bagian
bawah perutku ketika aku melakukan kontak, tetapi aku mencoba
memadamkan semua reaksiku dan fokus untuk melemaskan lehernya,
trisepnya, otot bisepnya. Aku mendorong otot dadanya, intinya,
mencoba untuk tidak merespon seperti wanita untuk tiap-tiap ototnya
dibawah jariku, kelenturan yang luar biasa di bawah sentuhanku.
Kami
berkerja di setiap sendi, menarik semuanya lepas, gerakan ku sesekali
membuatnya mengeluarkan suara rendah dan mendengkur. Otot-otot seks
ku mengepal dan aku mencoba untuk merileks kan mereka, tetapi setiap
kali dia mengerang, mereka menggenggam dan mengatup erat.
Aku
benci ketika otot-otoku melakukan itu juga.
Tampaknya
seni merileks kan pria ini tampaknya membuatku mengelurkan kekuatan
sepuluh kali lipat.
Tapi
setidaknya aku tidak lagi pengangguran.
Bernapas
pelan dan dalam. Aku menghabiskan waktu ekstra saat aku memijat
deltoidnya, bagian bahu yang paling bulat dan paling kecil. Aku
meregangkan dan menggulung deltoidnya dan kemudian aku mengikuti ke
supraspinatus nya, otot kecil manset rotator, dan juga yang paling
terluka dari empat otot di sekitar ikatan itu.
Dia
masih terengah-engah ketika aku selesai ,kecuali sekarang, begitu
pula aku.
Coach
bersiul. “baiklah, mandi. Dan sampai jumpa besok pukul enam pagi
dan siap untuk bertarung. Sekarang pergi makan. Seekor sapi utuh”.
Reminton
menarikku dari tempat kami mengerjakan punggungnya di atas lantai ,
mata birunya berkilauan saat dia menggenggam jari-jariku lebih lama
dari yang aku kira. “belum berdiri di atasku?”
butuh
beberapa saat untuk mengingat percakapan kami di pesawat, dan aku
menyeringai. “belum. Tapi tak perlu khawatir. Jika kau terus
berlatih seperti ini, kita akan sampai sana sebelum kamu sadar”.
Dia
tertawa, dan menggantungkan handuk di lehernya saat dia menuju kamar
mandi, dan beberapa jam kemudian aku membayangkan dia pasti jatuh
tertidur setelah pengerahan tenaga yang dia lalui. Aku, disisi
lain, berbaring terjaga, tidak bisa tidur. Aku telah menekan
trisepnya tiga kali sejak kedatangan kami dan telah menentukan bahwa
aku tidak gemuk, dan bahkan aku masih bertanya-tanya arti dari
'hmmm'.
Aku
berpikir tentang pesawat dan tangannya di trisepku dan mata birunya
di wajahku dan cara tatapannya yang mengguncangku ketika aku berjalan
untuk meregangkan dia. Aku memikirkan cara dia menggodaku dan
menghibur dirinya denganku selama tiga hari terakhir, dan aku hanya
tidak mengerti mengapa semua itu membuatku menggeliat di dalam dan
merasa sedikit menggigil di sekitarku.
Adrenalin
ku akan meledak jika terus naik.
Aku
mencoba memikirkan sesuatu yang lain, tetapi kakiku gelisah di bawah
selimut , dan kebutuhan untuk keluar dan berlari memakanku.
Seandainya aku bisa berlari sekenjang-kenjangnya, merasakan endhorpin
bukannnya dentingan keci aneh di sarafku, kebutuhan aneh yang tumbuh
dalam diriku ketika aku melihat Remington Tate. Bahkan ketika aku
menyangkalnya pada Melanie, aku begitu yakin dia menginginkan ku di
malam pertama di Seattle, aku hanya tak tau apa yang terjadi
sehingga aku malah di rekrut.
Tapi
itu yang aku inginkan , bukan? Sebuah pekerjaan.
Kecuali
bahwa harga yang harus dibayar untuk pekerjaan baruku adalah
penyiksaan seksual. Masalh besar. Aku akan menutupinya dengan lebih
baik besok. Dengan resolusi baru itu, aku mengambil ipodku dari meja
nakas dan menyalakan musikku dan memaksa diriku untuk mendengarka
lagu apapun kecuali lagu yang dia putarkan untukku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar