Dante
menjemputku pukul enam seperempat seperti yang dia janjikan. Tidak
semenit pun terlalu telat ataupun terlalu cepat. Aku pun tak
mengharapkan apapun lagi. Orang tuaku sudah berangkat beberapa menit
yang lalu. Sebagai calon pemimpin Outfit di masa depan, Dante tidak
bisa berangkat terlalu dini di pesta.
Dia
mengenakan setelan tiga potong berwarna navy dengan garis-garis biru
muda dan dasi yang serasi. Aku membeku sejenak ketika aku
melihatnya. Bajuku juga Navy. Orang-orang akan berpikir kami
melakukannya dengan sengaja , tetapi tidak ada yang harus di lakukan
tentang hal itu. Sekarang. Aku telah mengikuti diet detoks ketat
selama tiga hari hanya untuk masuk dalam gaun backless ketat ini; dan
aku tak mau mengenakan yang lain. Meskipun rok pensilnya panjangnya
mencapai betisku, celah yang sampai ke pahaku memungkinkanku untuk
berjalan tanpa kesusahan.
Mata
Dante memindai cepat. “Kau terlihat cantik, ,Valentina”. Dia
bersikap sopan. Tidak ada tanda-tanda bahwa dia menganggap aku
menarik.
“Terima
kasih”. Aku tersenyum dan melangkah ke arahnya. Dia menyentuh
punggung bawahku dan menuntunku ke arah Porsche hitamnya yang di
parkir di pinggir jalan dan menegang saat telapak tangannya menyetuh
kulitku yang telanjang. Aku tak yakin tapi kurasa aku mendengar dia
menghembuskan napas terengah , dan pemikiran bahwa dia mungkin saja
terpengaruh olehku, dan di tambah dengan rasa sentuhannya yang
mengirim getaran ke tulang belakangku. Dia meletakkan tangannya
dengan ringan di punggungku dan tidak memberikan tanda-tanda lebih
lanjut bahwa aku mengejutkannya dengan separuh ketelanjangan ku
saat dia menuntunku menuju pintu penumpang dan membiarkannya terbuka
untukku. Aku menyelinap masuk, hampir limbung karena fakta bahwa aku
berhasil mendapatkan reaksi dari si pria es. Begitu kami menikah ,
aku akan mencoba lebih sering.
**
Tamu
yang lain telah sampai ketika kami berhenti di depan mansion
Schuderi. Kami bisa saja jalan, jika bukan karena salju setinggi
empat inchi, masalah keamanan, dan sepatu hak tinggiku. Dante tidak
terganggu dengan obrolan ringan sepanjang perjalanan kami.
Pikirannya tampak jauh sekali. Ketika Dante meletakkan tangannya
di punggung telanjang ku kali ini, tidak ada reaksi lahiriah.
Ludevica
Schuderi membukakan pintu untuk kami. Suaminya Rocco, Consigliere
saat ini untuk ayah Dante, berjalan di belakangnya, tangannya di
pundaknya. Mereka berdua tersenyum cerah saat mereka mengantarkan
kami ke foyer yang hangat dan menyenangkan. Pohon natal setinggi
delapan kaki, dihiasi dengan pernak-pernik merah dan perak,
mendominasi ruangan ini.
“Kami
senang anda bisa datang”, Ludevica berkata dengan hangat.
Rocco
menjabat tangan Dante. “aku harus memberimu selamat atas selera mu
yang luar biasa. Istri masa depanmu terlihat menakjubkan, Dante”.
Sudah
jelas bahwa mereka akan keluar dari cara mereka bersopam santun.
Meskipun sangat di harapakan untuk Capo baru mempertahankan
Consieglre lamanya, tapi itu bukanlah tradisi, Jadi Dante dapat
menominasikan Consieglre yang baru ketika dia nanti menggantikan
ayahnya.
Dante
memiringkan kepalanya dan mengembalikan tangannya ke punggungku. “Ya
inilah dia” dia berkata dengan singkat ketika semua yang bisa aku
lakukan hanyalah tersenyum.
Ludevica
menggandeng tanganku. “kami sangat senang ketika kami mengetahui
Dante telah memilihmu. Setelah semua yang pernah kau lalui, ini
terasadil ketika nasib berpihak padamu”.
Aku
tak yakin akan apa yang harus ku katakan tentang itu. Mungkin dia
tulus. Sulit untuk mengatakannya. Lagipula, awalanya mereka mencoba
menikahkan Gianna dengan Dante. “Terima kasih anda baik sekali”.
“Masuklah.
Pesta tidak diadakan di lobi kami”. Kata Rocco, memberi isyarat
pada kami untuk menuju ke ruang tamu. Gelak tawa dan suara datang
dari dalam.
“Aria
sangat senang melihatmu lagi”, kata Ludovica saat kami memasuki
ruang tamu. Aku tak punya waktu untuk mengungkapkan keterkejutanku
akan kehadiran Aria karena di moment kami terlihat oleh para
kerumunan, orang-orang berkumpul disekitar kami untuk memberi
selamat kepada kami untuk pernikahn dan pertunangan kami dan pesta
pernikahan yang akan diselenggarakan. Diantara berjabat tangan, aku
mengamati ruangan. Aria berdiri di ujung lain ruangan luas di
sebelah pohon natal besar dan suaminya yang tidak kalah posesif
mengalungkan tangannya di pinggang Aria. Aku tidak melihat Gianna
dan tunangannya Matteo dimanapun. Seperti gosip yang ibu yakini,
Schuderi khawatir anak tengah mereka mungkin akan menimbulkan
keributan. Dante menggerakan ibu jarinya di sepannjang bahuku,
mengejutkanku. Mataku tertuju padanya,, lalu ke pasangan di depan
kami, yang mana benar-benar aku abaikan karena tatapanku pada Dante.
Aku memberi Bibiana senyum paling cemerlangku dan menarik Bibianna
kedalam pelukanku. “apa kabar?” bisikku. Dia meremasku
sebentar, lalu mundur dengan senyum terpaksa. Itu adalah jawaban
terbaik yang bisa aku dapatkan di hadapan orang lain.
Suaminya,
Tommaso, tiga puluh tahun lebih tua darinya, botak dan kelebihan
berat badan, mencium tanganku, yang terlihat-baik-baik saja,
terkecuali sorot matanya. Penuh kecurigaan adalah kata-kata terbaik
untuk menggambarkannya. Jari-jari Dante di punggungku menengang
dan aku mengambil resiko untuk meliriknya, tapi ekspresinya sama
seperti biasanya. Dia memperingati Tommaso dengan matanya dan pria
iru dengan cepat pergi bersama Bibiana.
Seorang
pelayan membawa nampan berisi minuman berhenti di samping kami, Dan
Dante mengambil segelas sampanye untukku dan schotch untuk dirinya
sendiri. Sekarang setelah serangan dari para pendukung akhirnya
mereda,Luca dan Aria menyebrangi ruangan menghampiri kami. Sikap
Dante berubah seakan dia mendapati predator lain yang berada di
wilayahnya. Bukannya tegang, dia rileks seolah-olah dia tak peduli ,
tapi matanya waspada dan penuh perhitungan. Luca dan Dante berjabat
tangan , keduanya dengan senyum hiu yang mengerikan di wajah mereka.
Mengabaikan mereka, aku tersenyu pada Aria, dan sejujurnya aku
senang melihatnya lagi. Sudah berbulan-bulan. Dia jauh terlihat
lebih santai dibandimg saat pesta pernikahannya. “Kau tampak luar
biasa”. Kataku saat aku memeluknya. Dia mengenakan gaun merah
gelap yang membuat rambut pirang dan kulit pucatnya tampak indah.
Tak heran Luca tak bisa berhenti melirik ke arahnya.
“Kamu
juga”. Katanya sambil melangkah mundur. “Bisakah aku melihat
bagian punggungnya?”.
Aku
berbalik untuknya.
“Wow,
bukankah dia terlihat luar biasa?” pertanyaan itu di arahkan
kepada luca dan menyebabkan jeda canggung yang membuat ketegangan
meroket. Dante melingkarkan lengannya di pinggangku, matanya dingin
pada Luca, yang meraih tangan Aria, menciumnya , dan berkata dengan
suara rendah. “Mataku hanya tertuju padamu”.
Aria
memberikan senyum malu padaku. “Aku harus mencari Gianna, tetapi
aku ingin mengobrol denganmu nanti?”.
“Okay”,
kataku, lega, ketika Luca dan Aria berjalan pergi. Lagian Dengan
para lelaki di sekitar kami, aku dan Aria atak akan bisa berbicara.
Aku
berbalik ke arah Dante. “Kau tak menyukai Luca”.
“Tidak
penting aku suka atau tidak. Ini tentang pertahanan diri dan dosis
kecurigaan yang masih aman”.
“Itu
adalah semangat natal”, kataku, tanpa menyembunyikan sarkasme ku.
Lagi, kilasan sedikit geli membuat sudut-sudut mulut Dante berkedut,
lalu hilang. “apa kau ingin mengambil sesuatu untuk di makan?”.
“Tentu”,
setelah beberapa hari berkutat dengan diet yang menyiksa , aku
kelaparan. Saat kami melewati kerumunan, aku menyadari bahwa
pemimpin The Outfit tidak ada. “Dimana Ayahmu?”.
“Dia
tidak ingin mencuri perhatian dari kita. Sekarang karena dia sudah
pensiun , dia memilih untuk berada di luar mata publik”. Kata
Dante kecut. \
“Bisa
di mengerti”, acara sosial seperti ini sangat melelahkan. Kau
harus berhati-hati dengan apa yang kau katakan dan lakukan, walaupun
kau seorang pimpinan the Outfit. Dari tatapan bringas para wanita
yang di arahkan padaku, aku tau tampaknya aku adalah topik favorit
mereka. Aku tau apa yang mereka bicarakan di balik tangan mereka;
mengapa Dante Cavalarro memilih janda dibanding
dengan pengantin muda yang masih lugu?
Aku
melirik ke atas ke arah wajah Dante yang tanpa emosi, di sudut tulang
pipinya yang keras, matanya yang penuh kalkulasi dan kewaspadaan, dan
menemukan diriku berharap sekali lagi bahwa jawaban dari pertanyaan
itu sesuatu selain alasan logis.
Buffet
dipenuhi makanan lezat italia. Aku mengambil sepotong Panettone
untuk diriku sendiri karena aku sangat membutuhkan beberapa hidangan
manis. Seperti biasa rasanya seperti di surga. Aku membuatnya
beberapa kali tapi tak pernah seenak buatan Ludevica Schuderi.
“Dante”, terdengar suara wanita yang menyenangkan dibelakang
kami. Dante dan aku menoleh secara bersamaan. Adiknya Ines, yang
mana aku hanya bertukar beberapa kata selama bertahun-tahun setelah
sembilan tahun terpisah., berdiri di depan kami. Dia hamil , mungkin
trisemester ketiga jika aku tebakanku benar. Diseberang ruangan, si
kembar laki-laki dan perempuan, sedang sibuk bermain dengan Fabiano
Schuderi yang seusia mereka. Ines memiliki rambut yang sama indahnya
dengan Dante dan pembawaannya sama dinginnya, tapi tatapannya ketika
menatapku, matanya tidak terlalu hangat, tapi ramah . “Dan
Valentina. Senang berjumpa denganmu”.
“Ines”
kataku sambil tersenyum. “Kau terlihat berseri-seri”.
Dia
menyentuh perutnya. “Terima kasih. Sulit menemukan gaun yang
bagus yang cocok untuk perutku. Mungkin kau bisa membantuku
berbelanja satu gaun untuk pernikahanmu?”.
“Dengan
senang hati. Dan jika kau tidak keberatan kau bisa bergabung
denganku ketika aku mencari gaun pengantin”.
Mata
birunya melebar. “Kau belum punya?”.
Aku
mengangkat bahu. Tentu saja aku masih memiliki bekas dari pernikahan
terakhirku, tapi aku tak ingin memakainya lagi. Itu menandakan
nasib buruk. “Belum, tapi aku akan mencari minggu depan, jadi
apakah dirimu lowong?”.
“Libatkan
aku”, katanya. Matanya menjadi jauh lebih hangat . Dia terlihat
jauh lebih muda dari tiga puluh dua tahun walaupun dia sedang
mengandung. Dia tampaknya mendapatkan beberapa ons berat badan. Aku
bertanya-tanya bagaimana dia melakukannya. Mungkin karena gen yang
bagus. Aku tentunya tak pernah di anugrahi dengan itu. Tanpa detox
rutin setiap hari atau seminggu sekali, dan latihan reguler, aku akan
mendapatkan berat badan dalam waktu singkat.
“luar
biasa”.dari sudut mataku, aku melihat Dante memperhatikan kami
dengan ketertarikan ringan. Aku berharap dia senang adiknya dan aku
bisa bergaul. Aku tau istrinya yang telah meninggal dan Ines adalah
teman. Aku sering melihat mereka tertawa bersama di acara-acara
sosial.
“Dimana
suamimu?” tanya Dante akhirnya.
“Oh
, Pietro pergi keluar untuk merokok bersama Roco Schuderi. Mereka
tak ingin mengganggu mu dan calon istrimu”. Otot pipi Dante
tertekuk. “Kau bisa menyusul mereka jika kau memiliki urusan yang
harus di selesaikan”, kataku cepat.
“Aku
akan baik-baik saja sendiri. Aku mungkin harus berbicara dengan
Aria. Mungkin kau mau bergabung denganku,Ines?”.
Ines
menggelengkan kepalanya, matanya menatap anak-anaknya yang sedang
bertengkar panas satu sama lain. “Aku harus menghentikan mereka,
atau akan ada air mata dan hidung berdarah”. Dia memberiku senyum
cepat, lalu bergegas menuju anak-anaknya yang sedang berdebat. Dante
belim pindah dari sisiku. “Apakah kau yakin?”.
“Iya”.
Dia
mengangguk. “Aku akan segera kembali”. Aku memperhatikannya
menuju pintu teras dan menghilang di luar. Sekarang setelah dia
pergi, aku melihat bahwa para wanita mengalihkan pandangannya padaku
dengan lebih terbuka. Aku harus cepat menemukan Aria atau Bibianna
sebelum salah satu dari mereka melibatkan ku dalam percakapan yang
canggung. Aku berkelok-kelok melewati tamu yang lain, menghindari
mereka dengan senyum singkat. Akhirnya aku menemukan Aria dan
Bibianna di lobi sudut yang tenang. “Itu dia”, kataku, tidak
berusaha menyembunyikan rasa legaku.
“Ada
yang tidak beres?” kata Aria dengan cemberut.
“aku
merasa semua orang berbicara tentangku dan Dante. Katakan padaku
bahwa aku sedang berkhayal”.
Bibianna
menggelelng. “Kau tidak berkhayal. Kebanyakan janda tidak
seberuntung dirimu”.
“Aku
tau, tapi tetap saja. Aku berharap mereka tidak sebegitu terkejutnya
akan pertunanganku”.
“Ini
akan berlallu”. Kata Aria, lalu meringis.
“Segera
Gianna akan kembali ke topik utama gosip harian”.
“Maaf.
Aku mendengar ada adegan di pesta pertunangan Gianna”.
Aria
mengangguk. “Ya, Gianna kesulitan menyembunyikan keengganannya
untuk menikah”.
“Itulah
mengapa Matteo Vittielo tidak disini?” Bibiana bertanya. Aku juga
sama penasarannya, tapi aku tak ingin terlihat begitu ingin tau.
“Bukan.
Tapi semenjak Salvatore Vittielo meninggal, Matteo menjadi pengganti
kedua, dan dia harus tinggal di New York jika Luca sedang tidak ada
disana”. Aku mengamati wajahnya untuk melihat tanda-tanda tertekan
di suaranya, tapi dia belajar menyembunyikan emosinya. Apakah Luca
mengalami masalah di New York? Dia sangat muda untuk menjadi seorang
Capo. Mungkin beberapa anggota di New York berusaha untuk
melengserkan. Dulu Aria mungkin memberitahuku, tapi sekarang ketika
aku adalah tunangan dari Boss Outfit masa depan dia harus berhati
hati dan tidak keceplosan. Mungkin kami akan berusaha berkerja sama,
tapi New York dan Chicago bukan benar-benar teman.
“itu
masuk akal” kataku. Bibianna menatapku. Dia juga pasti menyadari
ketegangan dalam kata-kata Aria.
Mata
biru Aria melebar. “Kau bahkan belum menunjukan cincin
pertunanganmu!”.
Aku
mengulurkan tanganku.
“ini
indah”, kata Aria.
“Ini,
Dante yang memilihkan untukku”. Cincin pertunangan kedua ku, dan
yang kedua kalianya yang bukan tanda cinta. “Berapa lama kau akan
tinggal di Chicago? Apakah kau punya waktu untuk datang minum kopi?”
“Kami
akan berangkat besok pagi. Luca ingin kembali ke New York. Tapi
kami akan berangkat ke pernikahanmu beberapa hari lebih awal jadi
mungkin kita bisa bertemu untuk minum kopi, terkecuali kalau kau akan
terlalu sibuk?”.
“Tidak.
Ini tidak akan jadi perayaan besar-besaran, jadi aku akan punya
waktu untuk minum kopi bersamamu. Hubungi aku ketika kau ada
waktu”.
“akan
kulakukan”.
“Bagiamana
denganmu Bibianna, apa kau bisa datang besok? Kita tak memiliki
kesempatan untuk mengobrol beberapa waktu ini”.
Bibianna
menggigit bibirnya. “kurasa aku bisa. Sekarang bahwa dirimu
adalah calon istri dari boss. Tommaso akan kesulitan mengatakan
tidak”.
“pastinya”
aku berkata sebelum beralih ke Aria lagi. “Dimana Luca?”.
Aria
melihat ke sekeliling. “Dia ingin berbicara ke orang tuaku
tentang pernikahan Matteo dan Gianna. Itu menghabiskan waktu yang
lebih lama dari yang aku kira.
Akankah
mereka membetalkan pertunangan? Itu akan menjadi gosip sepanjang
tahun. Aku tak bisa membayangkan mereka mengambil resiko itu, tak
pedili setidak relanya Gianna.
Dante
muncul di pintu masuk ruang tamu, matanya menetap padaku.]
“kurasa
aku harus pergi”, kataku. Memeluk Aria dan Bibianna sebelum aku
menghampiri Dante. Aku berhenti di depannya. “apa kita akan
pulang?”
Dante
terlihat luar biasa tegang. “Ya. Tapi jika kau ingin tetap tinggal
kau bisa pulang bersama orangtua mu”.
Itu
akan mengundang lebih banyak gosip. Kau tidak bisa hadir bersama
tunanganmu di pesta tapi pulang tanpa tunangan. “kurasa itu tidak
akan bijaksana”.
Penegrtian
nampak di wajah Dante. “tentu”.
**
kembali
ke mobil, aku bertanya. “apakah semuanya baik-baik saja?”
sekarang setelah kami bertunangan, kurasa tak apa untukku bertanya
padanya.
Jemarinya
disekitar roda kemudia menegang. “pihak rusia memberi kami lebih
banyak masalah lebih dari biasanya, dan itu tentunya tidak membantu
di saat Salvatore Vittielo meninggal di waktu-waktu kritis dan New
York harus beradaptasi dengan Capo baru”.
Aku
menatapnya, terkejut. Ketika aku bertanya padanya, aku tak
mengharapkan jawaban yang detail. Kebanyakan pria tidak suka
membicarakan bisnis dengan istrinya, dan aku bahkan belum menikah
dengan Dante.
Mata
Dante melirik tajam kearahku. “Kau terlihat terkejut”.
“Ya”
, aku mengakui. “terima kasih telah memberiku jwaban jujur”.
“Kurasa
kejujuran adalah kunci keberhasilan pernikahan”.
“Bukan
dalam pernikahan yang aku kenal”, kataku masam.
Dante
menelengkan kepalanya. “Benar”.
“Jadi
kau tidak berpikir bahwa Luca adalah Capo yang bagus?”
“Luca
adalah Capo yang bagus atau dia akan begitu ketika dia menyingkirkan
lawannya”.
Dia
berkata secara klinis. S eakan menyingkirkan orang lain tidak
berarti membunuh orang lain karena merasa tidak nyaman atau
membahayakan kekuasaan.
“itukah
yang akan kau lakukan ketika kau nanti menjadi boss dari The Outfit?”
“Ya,
jika diperlukan. Tapi aku telah membuktikan klaim ku dengan
kepemimpinan beberapa tahun terakhir ini. Aku jauh lebih tua
daripada Luca”.
Tapi
teap saja bos termuda dalam sejarah Outfit. Orang-orang akan
mengujinya juga. Dante berhenti di depan rumah orang tuaku. Dia
mematikan mesin, keluar dan berjalan memutari kap mobil sebelum
membuka pintuku. Aku meraih tangannya dan berdiri, membuat tubuh
kami sangat dekat untuk sesaat sehingga aku mudah untuk menciumnya.
Lalu dia mundur selangkah membangun jarak yang tepat dianatara kami
sebelum dia menuntunku ke pintu. Aku berbalik menghadapnya. “Aku
tak pernah melihatmu dengan seorang pengawal. Bukankah berisiko
berada diluar sendirian?”
Dante
tersenyum muram. “aku bersenjata. Dan jika seseorang ingin
menyerangku secara mendadak, biarkan mereka mencobanya”.
“Kau
penembak terbaik di Outfit”.
“diantara
yang terbaik, iya”.
“baguslah,
kurasa aku akan merasa aman”, itu dimaksudkan sebagai candaan ,
tapi Dante terlihat amat sangat serius. “Kau aman”.
Aku
ragu-ragu. Akankah dia mencoba untuk menciumku? Kami akan menikah
dalam empat minggu. Dan itu tidak seperti kami harus saling menjauh
demi kesopanan. Ketika kurasa Dante tidak akan mengambil langkah
pertama, aku melangkah ke arahnya dan mencium pipinya. Aku tak
berani melihat wajahnya, aku malah membuka pintu, menyelinap masuk ,
dan membirkan pintu menutup di belakangku. Aku menunggu beberapa
saat sebelum aku mengintip dari jendela disamping pintu. Mobil
Dante bergerak pergi. Aku bertanya-tanya kenapa dia tidak berusaha
menciumku. Apakah karena kami belum menikah? Mungkin dia berpikir
bahwa itu tidak pantas untuk kami terlalu dekat secar fisik sebelum
pernikahan kami. Atau mungkin dia masih mencintai istrinya? Aku
bahkan tidak melihat tangannya apakah dia sudah melepaskan cincin
kawinnya. Apakah itu mengapa orang-orang membicarakanku hari ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar