“Kau
cemberut”, David berjalan dari belakang dengan pelan.
Kepalanya di miringkan ke sisi sehingga membuat rambut gelapnya
jatuh ke sisi wajahnya. Dia menyelipkan rambutnya ke belakang
telinga dan bergerak mendekat. “kenapa kau cemberut, hmm?”
aku
sedang membuat makan malam. Aku menemukan pizza crusts di freezer
jadi dan aku mulai memotong-motong topping dan menaburinya dengan
keju, sambil mengkhawatirkan tentang apa yang Lauren katakan padaku,
tentu saja. Rumah ini tidak terlihat begitu ramah lagi.
Dipersenjatai dengan pengetahuan bahwa rumah ini dibeli untuk wanita
lain, perasaanku untuk tempat ini telah berubah. Aku kembali
merasa seperti orang luar. Mengerikan tapi benar. Rasa tidak aman
menyebalkan.
“berikan
padaku”, dari belakangku dia menyambar pergelangan tanganku dan
membawa tanganku ke mulutnya , menghisap seoles saos tomat dari
jariku. “Mm, yumm”.
Perutku
meremas kencang sebagai jawaban. Tuhan, mulutnya padaku pagi tadi.
Rencanya untuk malam ini. Semuanya terasa seperti mimpi, mimpi indah
yang gila yang aku tak ingin dibangunkan. Aku juga tak perlu
melakukannya. Semuanya akan baik-baik saja. Kami akan menyelesaikan
masalah. Kami telah menikah lagi sekarang, berkomitmen. Dia
memelukku dan menekan tubuhnya ke punggungku, tidak menyisakan ruang
diantara kami untuk keraguan.
“bagaimana
hal-hal dilantai bawah sana?” tanyaku.
“sangat
baik. Kita punya empat lagu yang telah dikemas dengan baik. Maaf
kami jadi terlalu lama”, ujarnya dan menanamkan ciuman di sisi
leherku, mengusir pikiran buruk yang terakhir pergi. “tapi
sekarang waktu kita”.
“Bagus”.
“membuat
pizza?”
“yeah”.
“ada
yang bisa kubantu?” tanyanya, masih mengendus leherku. Aku
gemetar saat janggutnya menggesek kulitku, merasa aneh dan luarbiasa
dalam satu waktu. Dia membuatku meremang. Selama dia melakukannya
hingga dia berhenti. “kau meletakan brokoli di atasnya”.
“Aku
menyukai sayuran di pizza”.
“Zuchinni,
juga. Huh”. Suaranya terdengar sedikit tidak percaya dan dia
mengangkat dagunya di pundakku. “Baguimana tentang itu?”
“Dan
bacon, sosis, jamur, paprika, tomat, dan tiga keju yang berbeda”.
Aku
mengacungkan pisauku ke arah koleksi bahan-bahan ku yang luar
biasa. “tunggu sampai kau merasakannya. Ini akan jadi piza
terbaik yang pernah ada”.
“tentu
saja . Kemarikan, aku akan menggabungkan semuanya”. Dia
membalikku hingga menghadapnya , berjengit kebelakang ketika pisau
ku tidak sengaja melambai padanya. Tangannya dikaitkan ke pinggulku
dan dia mengangkatku ke meja dapur. “temani aku”.
“tentu
saja”.
Dari
kulkas dia mengambil bir dari dia dan soda untukku, selama aku
masih menghindari alkohol. Suara Tyler dan Mal berderap masuk
melalui ruang tunggu.
“kami
akan berkerja lagi besok?” Tyler berteriak.
“Sorry
, Man. Kita harus kembali ke LA” kata David, mencuci tangannya di
wastafel. Dia memiliki tangan yang hebat, panjang, dan jari kuat.
“beri aku beberapa hari untuk menyelesaikan masalah disana, dan
kita akan kembali lagi”.
Tyler
menempelkan kepalanya ke sudut, memberiku lambaian. “kedengarannya
bagus. Lagu-lagu baru akan selesai dengan baik. Bawa Ben dan Jimmy
kesini saat kalian kembali nanti?”
alis
David berkerut, matanya tidak begitu senang. “ya, aku liat apa
yangs edang mereka lakukan”.
“Keren.
Pammy, di luar , jadi aku harus bergegas. Ini malam kencan”.
“selamat
bersenang-senang”, aku balas melambai.
Tyler
terseyum lebar. “pasti”.
Tergelak
dengan pelan, Mal masuk dengan santai. “Kencan, seriusan......
apa-apaan itu? Orang tua adalah yang paling aneh. Dude, kau tidak
bisa meletakan brokoli di pizza”.
“Yeah,
bisa saja”, David tetap sibuk, menaburkan lada disekitar
brokoli”.
“Tidak”,
ujar Mal. “itu tidak benar”.
“diam.
Ev menginginkan brokoli di pizza , dan itulah yang akan dia dapat”.
Soda
dingin yang lezat mengalir ke tenggorokanku, terasa semuanya menjadi
baik. “Jangan stress. Mal, sayuran itu temanku”.
“kau
bohong, Child Bride”, mulutnya melebar dengan jijik, dan dia
menarik botol jus dari dari kulkas. “tak masalah. Aku cuma harus
membuangnya”.
“Tidak,
kau harus pergi”, kata David. “Aku dan Ev juga ada kencan malam
ini”.
“Apa?
Kau pasti bercanda. Kemana aku harus pergi?”
David
hanya mengedikkan bahu dan memotong-motong peperoni diatas kreasinya
yang menumpuk.
“Oh,
ayolah, Evvie, kau akan membelaku, bukan?” Mal memberiku wajah
paling memelas yang pernah ada. Itu adalah kesedihan dicampur
dengan kesengsaraan dengan sentuhan sedih di bagian atas. Dia bahkan
membungkuk dan meletakkan kepalanya di lututku. “jika aku pergi ke
kota, mereka akan tau keberadaan kami”.
“Kau
punya mobil mu”, kata David.
“Kita
berada di antah berantah”, Mal mengeluh. “Jangan biarkan dia
melempar ku ke alam liar. Aku akan dimakan oleh beruang sialan dan
semacamnya”.
“aku
tak yakin ada beruang disini”, kataku.
“ hentikan
omong kosong mu, Mal”, kata David. “Dan jauhkan kepalamu dari
kaki istriku”.
Dengan
geraman, Mal berdiri. “istrimu adalah temanku. Dia tidak akan
membiarkan kau melakukan itu padaku!”
“Begitukah?”
David menatapku dan wajahnya mencelos. “sialan, baby. Jangan.
Kau tidak boleh jatuh pada omong kosong ini. Cuma satu malam”.
Aku
meringis. “mungkin kita bisa naik ke kamar. Atau dia bisa tetap
di bawah atau apapun”.
David
mendorong tangannya ke rambutnya. Memar di pipinya yang malang, aku
perlu menciumnya dengan lebih baik. Dahinya mengerut ala James Dean
saat dia mengamati temanya. “Jesus. Berhenti membuat wajah
menyedihkan itu padanya. Tidak ada harga diri”.
Dia
mengguncang bagian belakang kepala Mal, membuat rambut pirang
panjangnya berterbangan di wajahnya. Mundur, Mal mundur melewati
garis api. “baiklah aku akan tetap di bawah . Aku bahkan akan
memakan pizza brokoli mu yang menyebalkan”.
“ini
seharusnya menjadi waktu kita”, kata David.
“Aku
tau. Ini akan jadi waktu kita”.
“Ya!”
desis Mal, pergi ketika di sudah menang. “aku akan di lantai
bawah. Teriaklah ketika makan malam sudah siap”.
“dia
memiliki gadis di setiap kota”kta David, cemberut mengikutinya.
“Tidak mungkin dia tidur di mobilnya. Kau telah dipermainkan”.
“Mungkin.
Tapi aku akan mengkhawatirkannya” aku menyelipkan rambut
hitamnya ke belakang telinganya dan menjalarkan tanganku menuruni
bagian belakang telinganya, menariknya lebih dekat. Anting di
telinganya kecil, silver. Sebuah tulang, bebrbetuk x dan berlian
yang super kecil. Aku tidak melihatnya sebelumnya.
Dia
menekan lubang telinganya diatara ibu jarinya dan jarinya,
menghalangi pandanganku.
“ada
yang salah?” tanyanya.
“aku
cuma melihat antingmu. Apakah anting itu berarti khusus untukmu?”
“Tidak”
dia memberikan kecupan kilat di pipiku. “kenapa kau tadi
cemberut?” dia mengambil segenggam jamur dan mulai menambahkanya
ke pizza. “kau cemberut lagi sekarang”.
Sial.
Aku menendang tungkai ku, menghilangkan semua alasan-alasan yang
mengalir di kepalaku. Aku tidak tau bagaimana dia akn bereaksi
ketika dia mengetahui hal -hal yang Lauren katakan padaku. Apa yang
yang akan dia pikirkan jika aku menanyakan itu? Memulai perkelahian
tidaklah menarik. Tetapi berbohong pun sama saja. Masalah itu
tergeletak, jauh di dalam itu semua penting. Aku tau itu.
“aku
berbicara dengan teman ku Laureb hari ini”.
“Mhmmm”.
Aku
mendorong tanganku diantara kakiku dan meremasnya erat, menunda.
“dia sungguh fans besar mu”.
“Yeah,
kau sudah mengatakan”, dia memberiku senyuman. “apakah aku
diijinkan untuk bertemu dengan dia atau dia off -limit seperti
ayahmu?”.
“kau
bisa bertemu ayahku jika kau mau”.
“aku
mau. Kita akan berpergian ke Miami kadang-kadang segera dan kau aku
akau akan mengenalkanmu sebagai milikku, okay?”
“aku
suka itu”. Aku mengambil napas dalam-dalam, melepaskanya. “David,
Lauren memberitahuku beberapa hal dan aku tak ingin menyimpan rahasia
dari mu. Tapi aku tak tau bagaiaman perasaanmu tentang hal yang dia
beritahu padaku”
dia
menelengkan kepalanya, memicingkan matanya. “hal-hal?”
“tentang
mu”.
“ah,
aku tau” dia mengambil dua genggam keju dan menaburkannya di
seluruh pizza. “jadi kau tidak melihat ke wikipedia atau beberapa
omong kosong lainnya?”
“Tidak”,kataku,
ketakutan akan pikiran itu.'
dia
menggerutu. “itu bukanlah hal yang besar. Apa yang ingin kau tau,
Ev?”
aku
tak tau apa yang ingin ku katakan. Jadi aku mengambil sodaku dan
meneguk separuhnya dengan sekali tegukan. Ide buruk-- itu tak
membantu. Termasuk, itu membuat masalah otak membeku, dan menyengat
ke batang hidungku.
“tanyalah.
Tanyakan apapun yang kau mau”, ujarnya. Dia tidak senang.
Kemarahan tergambar dari alisnya yang bertaut. Aku tidak pernah
berpikir aku pernah bertemu seseorang dengan wajah seekspresif
David. Atau mungkin dia hanya tiada henti membuatku takjub.
“Baiklah.
Apa warna favoritmu?”
dia
mengejek. “ itu bukan salah satu hal yang dikatakan temanmu”.
“kamu
bilang aku bisa menanyakan apapun yang aku inginkan dan aku ingin tau
apa warna favoritmu”.
“Hitam.
Dan aku tau itu bukan benar-benar warna. Aku memang banyak membolos
sekolah, tetapi aku hadir di sekolah saat pelajaran itu”, lidahnya
bermain-main di pipinya. “kamu?”
“Biru”
aku memperhatikan saat dia membuka pintu oven raksasa. Nampan pizza
berdentang di rak. “apa lagu favoritmu?”
“kita
sedang mencover hal-hal dasar, huh?”
“kita
telah menikah. Kupikir itu akan menyenangkan. Kita semacam
melewatkan banyak hal yang ingin kau ketahui”.
“Baiklah”.
Sisi mulutnya terangkat dan dia memberi tatapan yang mengatakan
dia masuk ke dalam permainan yang aku hindari. Senyum samar
mengatur dunia menjadi benar.
“aku
punya banyak musik favorit”. Ujarnya. “ Four sticknya Led
Zeppelin, itu yang teratas. Dan punyamu adalah ' Need you now nya
Lady Antebellum, yang dinyanyikan oleh si peniru Elvis.
Menyedihkan”.
“Ayolah,
aku sedang dalam pengaruh alkohol. Itu tidak adil”.
“Tapi
itu benar”.
“Mungkin”
aku masih berharap bisa mengingatnya. “Buku favorit?”
“Aku
suka novel grafis. Novel seperti Hellblazer, Preacher”.
Aku
menyesap satu teguk besar soda, mencoba untuk memikirkan pertanyaan
jenius. Hanya semua yang jelas-jelas saja yang muncul di dalam
kepalaku. Aku payah dalam urusan kencan. Itu mungkin hal yang baik
karena kita melewatkan bagian itu.
“tunggu”
ujarnya. “apa novel favoritmu?”
“Jane
Eyre. Film favoritmu?”
“Evil
Dead 2. kamu?”
“Walk
the Line”
“yang
itu berhubungan dengan Man in Black? Bagus. Oke” dia menepuk
tangannya dan menggosoknya. “giliranku. Ketakan padaku sesuatu
yang buruk. Seseorang yang tak pernah kau akui pada orang lain”.
“ooh,
pertanyaan yang bagus” menakutkan, tapi bagus. Kenapa aku tak
bisa memikirkan pertanyaan seperti itu?
Dia
menyeringai di sekitar botol bir nya, sangat senang denga dirinya
sendiri.
“biarkan
aku berpikir.....”
“ada
batas waktu”
aku
membuat wajahku kacau di hadapannya. “tak ada batas waktu”.
“ada”
ujarnya “karena kau tidak bisa mencoba dan memikirkan sesuatu yang
setengah memalukan untuk diberitahu padaku. Kau harus memberitahuku
hal terburuk. Hal pertama yang muncul di kepalamu yang tidak ingin
diketahui oleh orang lain. Ini tentang kejujuran”.
“Baiklah”,
aku mendengus. “aku mencium seorang gadis bernama Amanda Harper
ketika aku berumur lima belas tahun”.
Dagunya
naik. “kau melakukannya?”
“iya”
dia
bergeser mendekat, matanya penasaran. “apakah kau menyukainya?”
“Tidak.
Tidak juga. Maksudku, tak ada rasa apapun”. Aku menggenggam
ujung bangku , membungkuk kedepan. “dia adalah seorang lesbian di
sekolah dan aku juga ingin melihat apakah aku juga sama”.
“hanya
ada satu lesbian di sekolahmu?”
“Oh,
aku mencurigai beberapa orang, tapi hanya dia yang terbuka tentang
itu. Dia memberi dirinya sendiri gelar”
“bagus
untuknya”, tangannya berada di atas lututku dan membukanya, membuat
ruang untuknya, “kenapa kau bisa berpikir bahwa kau adalah
lesbian?”
“akuratnya,
aku berharap aku adalah bisex”, kataku. “ lebig banyak pilihan.
Karena, sejujurnya, para cowok di sekolah......”
“mereka
kenapa?” dia mencengkram bokongku dan menarikku menyebrangi
bangku, membawaku lebih mendekat. Tak ada cara aku bisa tahan.
“mereka
tidak terlalu tertarik padaku, kurasa”.
“tapi
mencium Amanda si teman lesbianmu tidak juga berhasil untukmu?”
tanyanya.
“tidak”.
Dia
mendecakkan lidahnya. “Sial. Itu cerita sedih. Ngomong-ngomong,
kau berselingkuh sebenarnya”.
“apa?
Kok bisa?”
“kau
seharunya memberitahuku sesuatu yang memalukan” senyumnya
menghilang. “memberitahuku kau berciuman melibatkan lidah dengan
seorang gadis itu tidaklah memalukan”.
“aku
tak pernah bilang aku menggunakan lidah”.
“apakah
kau menggunakan lidah?”
“sedikit.
Sentuhan yang paling berani , mungkin. Tapi kemudian aku merasa
aneh dan menghentikan itu”.
Dia
meneguk bir lagi. “ujung telingamu menjadi merah muda lagi”.
“aku
yakin itu”, aku tertawa dan menundukan kepalaku. “aku tidak
selingkuh. Aku tak pernah memberitahu siapapun tentang ciuman itu.
Aku akan membawanya sampai ke liang kubur. Kau harus merasa
terhormat dengan kepercayaanku padamu”.
“Yeah,
tapi memberitahuku sesuatu yang membuatku menjadi sangat bterangsang,
adalah selingkuh. Kau seharusnya memberitahuku sesuatu yang
memalukan. Aturannya jelas. Lanjutkan dan beritahu aku sesuatu yang
buruk kali ini”.
“itu
adalah rangsangan yang sangat besar?”
“lain
kali ketika aku mandi aku pasti akan menggunakan cerita itu”.
Aku
menggigit lidahku dan memalingkan muka. Kenang-kenangan pagi tadi
David menyabuni tanganku dan kemudian menempatkan tanganku pada
dirinya menyerang pikiranku. Pikiran tentang dia melakukan
masturbasi dengan menggunakan pengalaman tentang eksperimen seksual
remaja ku.......”terhormat” bukanlah kata-kata yang bagus.
Tetapi aku tidak mengatakan bahwa aku tidak senang dengan gagasan
itu. “Yah, ingatlah untuk membuatku terlihat lebih dewasa. Lima
belas tahun sedikit menjijikan”.
“kau
hanya menciumnya”.
“kau
akan membiarkan tertinggal di kepalamu? Kau akan menghormati
ketepatan dan legalitas, dan tidak membawa terlalu jauh antara aku
dan Amanda?”
“Baiklah,
aku akan membuatmu lebih tua. Dan sangat penasaran”. Dia
menariku lebih dekat dengan menggunakan metode tangan di bokongku
lagi dan aku memluknya.
“sekarang,
lanjutkan. Dan lakukan dengan benar kali ini”.
“Ya,
ya”.
Dia
memberikan ciuman berlama-lama di leherku. “kamu tidak berbohong
tentang Amanda bukan?”
“Tidak”
“Bagus.
Aku suka cerita itu. Kau harus menceriratakan itu lebih sering.
Sekarang lanjutkan”.
Aku
ber ummm dan ber ahhh, mencoba mencari tau di hati kecilku. David
meletakkan dahinya di dahiku dengan desahan yang berat. “sialan,
beritahu aku sesuatu”.
“aku
tak bisa memikirkan apapun”.
“omong
kosong”.
“aku
tak bisa”, aku merengek. Tak ada apapun yang bisa aku bagikan.
“katakan
padaku”.
Aku
menggeram dan menambrakkan keningku ke kningnya dengan pelan.
“David, ayolah. Kau adalah orang terakhir yang aku inginkan untuk
melihatku terlihat buruk”.
Dia
mundur, mengamati ku kebawah panjang nya hidungnya. “kau khawatir
tentang apa yang akan aku pikirkan tentangmu?”
“Tentu
saja”.
“kau
jujur dan baik, baby. Tak ada apapun yang telah kau lakukan
membuatmu terlihat buruk”.
“tapi
jujur tidaklah selalu baik”, kataku, mencoba untuk menjelaskan.
“aku sering kali membuka mulutku ketika aku tidak seharusnya
melakukan itu. Memberitahu orang-orang opiniku ketika seharusnya aku
tetap diam. Aku berekasi lebih dahulu baru berpikir. Lihatlah apa
yang telah terjadi di Vegas. Diantara kita. Aku tidak menanyakan
pertanyaan yang benar pagi itu. Aku akan selalu menyesali itu.
“Vegas
adalah situasi yang cukup ekstrim”. Tangannya menggosok
punggungku, menenangkanku. “kau tidak harus mengkhawatirkan itu”.
“Kau
bertanya padaku bagaimana perasaanku melihat groupies bergelayut di
lenganmu saat di LA. Aku sudah berdamai dengan itu. Tapi faktanya
adalah, jika itu terjadi sekarang dan beberapa wanita berusaha untuk
mendekatimu, aku mungkin akan mengamuk. Aku tidak akan selalu
bereaksi baik atas segala kegaduhan bintang rock yang ada di
sekitarmu. Apa yang akan terjadi kemudian?”
dia
membuat suara di tenggorokannya. “aku tak tau, aku akhirnya
menyadari bahwa kau juga manusia? Bahwa kau mengacau seperti orang
lain?”
aku
tidak menjawab.
“kita
berdua mengacau, Ev. Itu adalah berkah. Kita hanya harus saling
sabar pada satu sama lain” dia meletakan jari diatas daguku,
mengangkat daguku sehingga dia bisa menciumku. “sekarang katakan
apa yang Lauren katakan padamu?”
aku
menatapnya, ketauan dan terpojok. Isi perutku mengental nyata. Aku
harus memberitahunya. Tidak ada jalan keluar dari itu. Bagaimana
dia bereaksi adalah diluar kendaliku. “dia memberitahuku bahwa
pacar pertamamu menyelingkuhimu”.
Dia
berkedip. “ya , benar. Kami sudah bersama sejak lama, tapi...
aku selalu rekaman atau di jalanan”, ujar nya. “Kami sedang
Touring ke eropa selama delapan, sembilan bulan ketika itu terjadi.
Touring mengacaukan banyak pasangan. Para groupies dan keseluruhan
gaya hidup bisa sangat menghancurkanmu. Tinggal dibelakang sepanjang
waktu juga bukan piknik. ”
aku
bertaruh pasti bukan. “kapan tour mu selanjutnya?”
dia
menggelengkan kepalanya . “Tidak ada yang sudah dijadwalkan.
Tidak sampai kami memiliki rekaman baru, dan itu belum berjalan baik
sampai sekarang”.
“Baiklah.
Bagaimana cara kerjanya? Maksudku, apakah kau percaya bahwa apa
yang terjadi di jalan tetaplah di jalan?” aku bertanya.
Batas-batas hubungan kami tidak pernah benar-benar terbentuk.
Sebenarnya apa arti perkawinan kami? Dia ingin kami tetap bersama,
tapi aku harus mempertimbangkan kuliah, pekerjaanku, hidupku.
Mungkin istri yang baik akan membuang semuanya dan pergi bersama
band. Atau mungkin bahkan istri tidak di ajak. Aku tidak punya
petunjuk.
“kamu
bertanya apakah aku berencana mengkhianatimu?”
“aku
bertanya bagaimana kita akan cocok dengan kehidupan satu sama lain”.
“baiklah”,
dia mencubit bibirnya di antara ibu jari dan jarinya. “well,
kurasa tidak saling mengkhianati satu sama lain adalah awal yang
baik. Ayo kita buat aturan, okay? Untuk band dan beberapa hal,
kurasa kita akan menganggapnya seperti itu”.
“sepakat”.
Tanpa
kata dia mundur dariku, menyebrang ke tangga. “Mal?”
“apa?”
“Tutup
pintunya dan kunci pintunya”, teriak David. “jangan kau datang
kesini dalam keadaan apapun. Tidak sampai aku bilang oke. Paham?”
ada
jeda kemudian Mal balas berteriak. “bagaimana jika ada kebakaran?”
“terbakarlah”
“persetan
denganmu”, pintu di bawah dibanting menutup.
“kunci
pintunya!”
jawaban
Mal teredam tapi nada jengkelnya terdengar jelas. Keduanya lebih
terdengar seperti saudara yang sebenarnya dibanding dengan David dan
saudara kandungnya. Jimmy itu brengsek dan salah satu alasa yang
sangat baik kami seharusnya tidak pernah kembali ke LA. Sayangnya,
bersembunyi di Monterey bukanlah solusi jangka panjang yang layak.
Kuliah,
band, keluarga, tean dan seterusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar