Kamis, 28 Juni 2018

lick chapter 12

Mal menghilang begitu kami sampai di rumah. David bergegas naik ke kamar kami. Apakah itu sungguh kamar kami? Aku tak memiliki clue. Tapi aku mengikuti. Dia berbalik dan menghadapku sesegera mungkin setelah aku masuk ke kamar. Ekspresinya ganas, alis gelapnya turun dan mulutnya membentuk garis keras. “Kau menyebut ini dengan memberi kita kesempatan?”
Whoa. Aku menjilat bibirku, menenangkan diri sesaat. “aku menyebut ini pergi sebentar untuk mencara makan. Dapurnya telat menyajikan makan sehingga kami meminum bir. Kami menyukai musiknya sehingga kami memutuskan untuk menari untuk beberapa lagu. Sudah itu saja”.
Dia menempel padamu”.
Dan aku baru saja akan menendang bolanya”.
Kau pergi tanpa kata-kata sialan!” teriaknya.
Jangan membentakku”, kataku, mencari ketenanngan yang tak ada dalam diriku saat ini. “aku meninggalkan note di dapur!”
dia mendorong tangannya ke rambutnya mencoba untuk tenang. “aku tidak melihatnya. Mengapa kau tidak bicara padaku”.
Lampu merah menyala. Kau sedang merekam dan aku tak mau mengganggumu. Kami tidak seharusnya pergi begitu lama”.
Wajahnya yang memar tampak marah, dia berjalan beberapa langkah kemudian berbalik dan berjalan lagi. Dia tidak mereda dari yang bisa aku katakan walaupun dia berjalan mondar-mandir. Tapi setidaknya dia mencoba. Emosinya adalah orang ketiga dalam ruangan ini dan menghabiskan semua ruang sialan ini. “aku khawatir. Aku bahkan tak memiliki nomor ponselmu, dan aku menemukan ponselmu di meja sialan itu. Ponsel Pam terus berdering”.
maafkan aku membuatmu khawatir”, aku mengulurkan tanganku, memberi alasan untuk kami berdua. “aku lupa men cas bateraiku. Itu kadang terjadi. Aku akan mencoba hati-hati di kali selanjutnya, tapi David, tidak ada yang terjadi. Aku diizinkan meningggalkan rumah.
Fuck. Aku tau itu. Aku hanya....”.
kau sedang melakukan pekerjaanmu, dan itu hebat”.
apakah ini semacam hukuman?” dia memaksakan kata-kata kasar keluar dari giginya yang terkatup. “bukankah begitu?”.
tidak. Tentu saja bukan”.
jadi kau tidak berusaha untuk digoda?”.
aku akan berpura-pura tidak mendengar apa yang baru saja kau katakan”. Menempeleng kepalanya adalah hal yang tak perlu dipertanyakan lagi. Aku tetap menjaga tangannku yang terkepal tetap di sisi tubuhku, menahan dorongan.
kenapa kau membiarkan dia menyentuhmu?”
aku tidak melakukannya. Aku meminta dia untuk mundur dan dia menolak. Saat itulah kau tiba”. Aku mengusap mulutku dengan jari-jariku, kesabaran habis dengan cepat. “kita hanya berputar-putar disini. Mungkin kita harus membicarakan ini nanti ketika kau sudah tenang”.
Dengan tangan gemetar, aku berbalik ke arah pintu.
kau akan pergi? Sungguh sempurna”. Dia meleparkan diri ke tempat tidur. Tawa yang sangat minim humor keluar dari mulutnya. “terlalu berlebihan buat kita saling bersama”.
Apa? Bukan. Aku tak ingin bertengkar denganmu, David. Aku hanya akan pergi ke bawah sebelum kita saling melemparkan kata yang tak diinginkan. Itu saja”.
Pergilah”, ujar nya , suara nya serak. “aku sudah tau kau akan melakukannya”.
Oh Tuhan”, aku menggeram, berbalik untuk menghadapinya. Keinginan untuk berteriak dan memaki dia , untuk membuat senmua ini sedikit masuk akal, mendidih di dalam diriku. “tidakkah aku mendengarku? Apakah kau mendengarkan semua? Aku tidak meninggalkanmu. Dari mana datangnya itu semua?” dia tidak menjawab, hanya menatapku. Itu tak masuk akal.
Aku hampir tersandung kembali padanya, kakiku meraba-raba. Jatuh dengan wajahku duluan akan terlihat sempurna. Itu persis dimana aku tuju. Aku bahkan tak mengerti apa yang sedang kami perjuangkan lagi, aku tak pernah melakukannya.
kau sedang membandingkanku dengan siapa?” tanyaku, sama marahnya dengan dia sekarang. “Karena aku bukan dia”.
Dia terus menatapku.
baiklah?”
bibirnya tetap tertutup dan kemarahan meroket. Aku ingin menangkapnya dan mengguncangnya. Membuat dia mengakui sesuatu, apa saja. Membuat dia mengakui apa yang sebenarnya terjadi.
Aku merangkak ke tempat tidur , mendekatkan wajahnya. “David, bicaralah padaku!”
tetap diam.
Baiklah.
Aku mendorong kebelakang dengan kaki ku yang gemetar dan berusaha untuk turun dari kasur. Dia menggengam lenganku, mencoba untuk menahanku. Dan seperti dia sebelumnya. Aku mendorong dia dengan kuat. Tubuh kami terkapar, kami jatuh dari tempat tidur, berguling di lantai. Punggungnya menyentuh lantai kayu yang keras. Segera, dia menggulingkan kami lagi. Darah menderu di belakang telingaku. Aku menendang, mendorong, dan bergulat dengan semua rasa sakit yang disebabkan olehnya. Sebelum dia bisa mendapatkan pegangan, aku menggulingkan dia lagi, mendapatkan kembali posisi teratas. Dia tidak bisa menghentikanku, bajingan ini. Usaha melarikan diri sudah hampir berhasil.
Tetapi itu tidak terjadi.
David meraih wajahku dengan kedua tangannya dan m,enabrakkan bibirnya ke bibirku, menciumku. Aku membuka mulut dan lidahnya masuk. Ciuman itu kasar dan basah. Bernafas adalah sebuah masalah. Kami berdua memiliki masalah memenejemen kmarahan dan tidak satupun dari kami menahan untuk diri untuk tidak saling menggigit. Dengan mulutnya yang memar, dia pasti sangat kesakitan. Tak lama dari itu rasa logam dari darah mengenai lidahku.
Dia menarik diri dengan desisan, darah segar mengalir dari bibir atasnya yang bengkak.
Brengsek”.
Dia menggenggam tanganku. Aku tidak berusaha membuatnya mudah untuknya, bertahan untuk semua yang kuanggap berharga. Tapi dia lebih kuat. Dia menahan tanganku di lantai di atas kepalaku dengan relatif mudah. Tekanan kerasnya diantara kedua kakiku terasa luar biasa, gila. Dan semakin aku melawannya, semakin terasa enak itu. Adrenalin telah disiramkan dalam diriku, menguasaiku. Kebutuhan untuk memilikinya duduk tepat dibawah permukaan, menusuk kulitku, membuatku menyadari segalanya.
Jadi ini adalah seks dengan kemarahan. Aku tidak bisa membuat diriku menyakitinya, tidak dengan sungguh-sungguh. Tapi ada cara lain untuk menegaskan diri dalam situasi ini. Dia kembali ke mulutku dan aku menggigitnya lagi sebagai peringatan.
Senyum gila muncul di wajahnya. Itu mungkin cocok dengan senyumku. Kami berdua terengah-engah, berjuang untuk mengambil udara. Kami berdua sama keras kepalanya. Tanpa sepatah kata dia melepaskan pergelangan tanganku dan mundur. Dengan cepat dia meraih pinggangku dan membalikkan tubuhku, menarikku ke siku dan lututku. Mengaturku sebagaimana dia menginginkanku. Tangan yang kasar merusak kancing dan resleting jeansku. Dia menarik-narik jenasku dan thong luar biasa mahalku, aku menutupi tubuhku.
Tangannya mengelus pantatku. Giginya diseret di atas kulit sensitif bokongku, tepat diatas tato namanya. Sebuah tangan tergelincir turun untuk menangkup vaginaku. Jarinya menekanku membuatku melihat bintang-bintang. Ketika jarinya mulai membelaiku, berkerja lebih cepat, aku tak bisa menahgan rintihanku. Dia menggigitku di pantat, sebuah sensasi yang tajam. Lalu dia menekan ciuman di punggungku. Jambang dari dagunya menggores pundakku.
Kurangnya kata-kata, keheningan yang telak diluar desahan napas berat kami membuat segalanya lebih menggairahkan. Membuatnya berbeda.
Satu jari melunjur kedalam diriku. Tidak cukup sialan. Dia meluncur dengan jari kedua, merenggangkanku sedikit. Sekali, dua kali, dia mulai memompanya dalam diriku. Aku mendorong balik tangannya, membutuhkan lebih banyak. Berikuitnya terdengar bunyi laci di samping tempat tidur terbuka saat dia mencari kondom. Jari-jarinya meluncur keluar dari tubuhku dan kehilangan itu sangat menyiksa. Aku mendengar resleting diturunkan, gemerisik pakaian dan belitan bungkus kondom. Lalu penis nya menekanku, mengusap pintu masukku. Dia mendorong perlahan dan mantap, memenuhi diriku hingga tak ada yang tersisa selain aku dan dia. Untuk sesaat dia terdiam , membiarkanku menyesuaikan diri.
Tapi tidak lama.
Tangan mencengkram pinggulku dan dia mulai bergerak. Setiap tusukan sedikit lebih cepat dan lebih keras dari sebelumnya. Sambil bernapas dan tamparan kulit ke kulit menelan keheningan. Aroma seks menggantung berat di udara. Aku mendorongnya kembali, menemui dengan dorongan, mendorongnya. Ini tidak seperti pagi manis yang lambat. Tak satupun dari kami yang lembut. Jeansku membelenggu di lutut, membuatku terjerembab kedepan sedikit dengan tiap dorongan. Jari-jarinya menyentuh pinggulkun, menahan pinggulku tetap di tempat. Dia membelai sesuatu di dalamku, dan aku tersentak kaget. Berkali-kali dia berkonsentrasi di tempat itu, membuatku kehilangan akal. Aku merasa sangat panas. Seperti ada api membakarku. Keringat menetes dari kulitku. Kepalaku menggantung, menutup mataku, memegang lantai dengan sekuat tenaga. Suaraku berseru tanpa persetujuan, menyebut namanya. Sialan. Tubuhku bukan milikku sendiri. Aku datang dengan keras, dibanjiri dengan sensasi. Punggungku tertunduk, setiap otot tertari erat.
David menghantamku, tangannya tergelincir diatas kulit licinku. Sesaak kemudian dia terdiam, menahan dirinya dalam-dalam. Wajahnya menempel di punggungku, lengannya melilit tubuhku, yang mana itu sangat menguntungkan. Aku kehilangan semua tenagaku. Perlahan aku meluncur ke lantai. Jika dia tidak memegangku, wajahku mungkin sudah tertanam di lantai. Aku ragu bahwa aku bahkan akan peduli.
Dalam diam, dia mengangkatku dan membawaku ke kamar mandi, mendudukanku di wastafel. Tanpa ribut-ribut , dia berurusan dengan kondomnya, mulai mangisi bak mandi, memeriksa tangan di bawah keran untuk mengecek temperatur. Dia menanggalkan pakaianku seakan aku anak kecil, melepas sepatu kets, kaus kaki, dan celana dalamku. Dia menarik bajuku dan melepas bra-ku. Pakaian sendiri tampak sobek dan dia tidak peduli. Aku sepenuhnya penasaran dengan dia sekarang, cara dia memperlakukan ku. Menjadi sangat berhati-hati denganku meskipun aku menggigit dan banyak bertingkah. Dia memperlakukanku seakan aku berharga. Seakan aku boneka porselen. Salah satu dimana dia bisa melakukan sex kasar suatu saat. Sekali lagi, dia memeriksa air, lalu dia mengangkatku lagi dan masuk ke bak mandi.
Aku meringkuk padanya, kulitku mendingin dengan cepat. Gigiku gemeletuk. Dia memelukku erat, meletakkan pipinya di atas kepalaku.
aku minta maaf jika aku terlalu kasar”, ujarnya akhirnya. “aku tak bermaksud seperti itu, menuduhmu begitu. Aku hanya....... sialan. Maafkan aku”.
kasar bukanlah masalahnya. Tapi masalah kepercayaan..... kita perlu membicarakannya kapan-kapan”. Aku menyandarkan kepala di pundaknya , menatap matanya yang penuh rasa bersalah.
Dagunya tersentak saat dia mengangguk kuat.
Tapi saat ini, aku ingin bicara tentang Vegas”.
Lengan yang memelukku menegang. “ada apa dengan Vegas?”
aku balik menatapnya, masih berpikir tentang segalanya. Tak ingin berasumsi salah, apapun itu.
Pernikahan, itulah yang telah terjadi.
Sial.
kita telah menutup banyak sekali lubang selama kurang dari dua puluh empat jam”, kataku.
Yeah, aku rasa begitu”.
Aku mengangkat tangaku, cincin berkilau ku. Ukuran permatanya tidak penting. Tapi David lah yang menyematkan padaku itu lah yang penting. “kita bicara banyak hal. Kita tidur bersama, dan kita saling berjanji kepada satu sama lain, janji yang penting”.
kau menyesali semua itu?”
tanganku menyelinap ke balik lehernya. “tida, tentu saja tidak. Tapi jika kau bangun besok, dan entah bagaimana kau melupakan semua ini. Jika itu semua terlupakan olehmu, seakan ini tidak pernh terjadi, aku akan marah besar denganmu”.
Keningnya berkerut.
aku membencimu karena melupakan semua ini ketika ini semua berarti untukku”.
Dia menjilat bibirnya dan mematikan keran dengan kakinya. Tanpa air yang mengalir ruangan terasa hening.
Yeah”, ujar David. “aku marah”.
aku tak akan membuatmu terpuruk seperti itu lagi”.
Dibawahku dadanya mengembang dan terasa berat. “okay”.
aku tau butuh waktu untuk mempercayai seseorang. Tapi untuk kali ini, ku butuh dirimu untuk setidaknya memberikan keuntungan dari keraguan”.
aku tau”, mata biru yang khawatir mengamatiku.
Aku duduk tegak dan mengambil kain lap di tepi bak mandi. “ijinkan aku membersihkanmu sedikit”.
Benjolan gelap ada di rahangnya. Darah yang mengering ada dibawah hidung dan dekat mulutnya. Tanda merah besar ada di tulang rusuknya.
kau harus menemui dokter”. Kataku.
Tidak ada yang patah”.
Dengan hati-hati, aku mengelap darah dipinggir mulutnya dan dibawah hidungnya. Melihat dia kesakitan sangatlah menakutkan. Tau bahwa aku adalah penyebabnya membuat perutku muak dan mecelos. “katakan jika aku menekan terlalu keras”.
kau melakukan dengan benar”.
maafkan aku karena aku kau terluka. Di bar malam ini, di vegas. Aku tak bermaksud untk itu semua terjadi”.
Matanya melembut, tangannya menyelip memelukku. “aku ingin kau kembali ke LA bersamaku. Aku ingin kau bersamaku. Aku tau kuliah akan berlangsung sebentar lagi dan kita harus memikirkan sesuatu. Tapi apapun yang terjadi, aku tak ingin kita berpisah”.
kita tidak akan berpisah”.
Janji?”
Janji”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

STUCK UP SUIT Chapter 8

GRAHAM AKU TIDAK MENDENGAR KABAR NYA SEPANJANG HARI di hari sabtu, dan tidak seperti yang aku harapkan juga. Soraya Venedetta san...