Kamis, 28 Juni 2018

lick 18

Aku terlambat berkerja. Bergegas seperti orang gila berusaha bersiap-siap. Aku berlari ke kamar mandi, melompat ke shower. Memberikan gosokan yang baik di wajahku untuk membersihkan sisa-sisa make up semalam. Hal-hal yang mengerikan, berkerak. Itu akan mengganjarku dengan jerawat dari neraka. Semalam adalah mimpi yang aneh. Tapi ini adalah kehidupan nyata. Bekerja dan kuliah dan teman-temanku. Rencanaku untuk masa deoan. Itu adalah hal-hal yang penting. Dan jika aku terus mengatakan pada diriku bahwa, semuanya akan baik-baik saja, dan keren suatu saat nanti.
Ruby tidak terlalu memikirkan apa yang kami kenakan saat berkerja di luar T-shirt Cafe resmi. Awalnya hanya sebuah alternatif. Dia berencana menjadi seorang penyair tetapi akhirnya mewarisi kedai kopi bibinya di distrik Pearl. Perkembangan kota telah menaikan harga properti dan Ruby menjadi pengusaha yang cukup kaya. Sekrang dia menulis puisinya di dinding kafe. Kurasa kau tidak akan menemukan bos yang lebih baik. Namun telat tetaplah telat. Dan itu tidak baik.
Aku akan tetap mengkhawatirkan akan apa yang terjadi antara aku dan David di gang itu. Menghidupkan kembali momen dimana dia memberitahuku bvahwa dia menganggap kami masih menikah. Tidur akan jauh bermanfaat. Sayang sekali otakku tak mau tertidur.
Aku memakai rok pensil hitam , kaos resmi kafe, dan sepasang flat. Selesai. Tidak akan ada yang dapat menutupi sembab di bawah mataku. Orang-orang telah terbiasa dengan ku akhir-akhir ini. Butuh setengah batang concealar untuk menutupi memar di leherku.
Aku meraung keluar dari kamar mandi dalam uap panas, di waktu yang sama aku melihat Lauren melenggang dari dapur, senyum lebar di wajahnya. “kamu terlambat untuk berkerja”.
Ya”.
Aku mengcangklongkan tas tanganku di bahuku, meraih kunciku dari atas meja dan bersiap pergi. Tak ada waktu untuik ini. Tidak sekarang. Tak ada kemungkinan. Aku tak bisa membayangkan dia punya alasan cukup bagus untuk berada di sisi David. Hampir satu bulan ini dia menghabiskan banyak malam di sisiku, membiarkan ku memaki-maki David ketika aku butuh melakukan itu. Karena terkadang, itu semua harus di luapkan. Seringkali ku katakan pada Lauren bahwa aku tak berhak memiliki teman seperti dia, dan dia memberikan ciuman kuat di pipi. Kenapa dia mengkhianatiku sekarang? Aku menuruni tangga dengan ekstra hentakan.
Ev, tunggu”, Lauren berlari mengejarku saat aku bergegas menuruni tangga depan.
Aku berbalik ke arahnya, kunci rumah ke pegang seakan itu adalah senjata. “kau memberitahunya keberadaanku semalam”.
apa yang harusnya kulakukan?”
Oh, aku tak tau. Tidak memberitahu dia? Kau tau aku tak ingin bertemu dengan dia”, aku menatapnya dan menyadari segala hal yang tak kuinginkan. “rambut tertata dan ber make-up di jam seperti ini? Sungguh, Lauren? Apa kau mengharapkan dia ada disini mungkin?”
dagunya mengkerut saat dia memiliki kesadaran untuk merasa malu pada akhirnya. “Maafkan aku. Kau benar, aku terbawa suasana. Tapi dia disini untuk menembus kesalahannya. Kupikir kau setidaknya mungkin ingin mendengar apa yang dia katakan”.
Aku menggelengkan kepalaku, amukan menggelegak dalam diriku. “ bukan urusanmu”.
kamu telah sengsara. Apa yang harus aku lakukan?” dia melemparkan tangannya ke atas. “dia berkata dia datang untuk memperbaiki. Aku percaya padanya”.
Tentu saja, dia David Ferris. Idola mu sejak remaja”.
Tidak. Jika disini tidak untuk mencium kakimu, aku akan membunuhnya, tak peduli siapa dia, dia telah menyakitimu”, Lauren tampak tulus, mulutnya mencuat dan matanya membesar. “aku minta maaf karena berdandan pagi ini. Itu tak akan terjadi lagi”.
Kau terlihat hebat. Tetapi kau membuang-buang waktumu. Dia tidak akan disini. Itu tidak akan terjadi”.
Tidak? Jadi siapa yang memberimu monster di lehermu?”
aku bahkan tak perlu menjawabnya. Sial. Matahari telah naik ke atas kepala, menghangat kan hari.
Jika ada kemungkinan kau berpikir bahwa dia orangnya” ujarnya, membuat perutku melilit. “jika kalian berdua bisa menyelesaikan masalah ini entah bagaimana caranya.... dia adalah satu-satunya yang pernah mendapatkan dirimu. Caramu berbicara tentang dia...”
kami hanya bersama beberapa hari”
kau sungguh berpikir itu penting?”
Iya. Tidak. Aku tak tau” aku berdalih. Itu tidaklah cantik. “kami tak pernah masuk akal, Lauren. Bahkan dari hari pertama”.
Gah” ujarnya, membuat suara tercekik untuk menyertainya. “ini tentang rencana sialanmu, bukan? Biarkan aku memberitahumu tentang sesuatu. Kau tak perlu masuk akal. Kau hanya perlu ingin bersama dan bersedia melakukan apapun untuk mewujudkannya. Ini luar biasa sederhana. Itu cinta, Ev, saling mengutamakan satu sama lain. Tak peduli jika kau cocok atau tidak ke dalam rencana sialan yang membuat ayahmu mencuci otakmu dan mempercayai bahwa itu adalah hal yang inginkan dalam hidup”.
ini bukan tentang rencana”, aku menggosok wajahku dengan tanganku, menahan air mata frustasi dan ketakutan. “dia menghancurkan ku. Ini terasa seakan dia telah menghancurkanku. Bagaimana bisa seseorang rela untuk mendapat kesempatan itu lagi?”
Lauren menatapku, matanya terang. “aku tau dia menyakitimu. Jadi hukumlah si bajingan itu, buat dia tetap menunggu. Si brengsek itu, berhak atas itu. Tapi jika kau mencintainya, maka dengarkan lah apa yang ingin dia katakan”.
Mungkin aku menyikapinya dengan dada yang dingin dan kencang, serta mata yang membengkak. Mendapati hatimu hancur seharusnya datang bersama beberapa hal positif , beberapa perspektif yang mengimbangi hal yang buruk. Aku seharusnya lebih bijak, lebih tangguh, tetapi aku tak merasakan saat-saat itu. Aku mengguncang kunci rumahku. Ruby akan membunuhku. Aku harus mengorbankan perjalananku yang biasa dan naik trem untuk mendapatkan harapan dari neraka agar bokong sebesar Texasku tidak di pecat. “saya harus pergi”.
Lauren mengangguk, memasang wajah. “kau tau aku sangat mencintaimu melebihi cintaku padanya. Tak perlu di pertanyakan”.
Aku mendengus. “Thanks”.
tapi apakah kamu tidak menyadari bahwa kamu tak akan sekesal ini jika kamu belum mencintainya walaupun sedikit?”
aku tak suka kau menjadi masuk akal di jam segini di pagi hari. Hentikan”.
Dia mundur selangkah, memberiku senyuman. “kau selalu ada untukku ketika aku membutuhkan. Aku tak akan berhenti mengganggumu hanya kerena kau tidak suka dengan apa yang kau dengar. Terimalah itu”.
aku mencintaimu, Lauren.
Aku tau, keturuna Thomas selalu tergila-gila padaku. Itulah kenapa, kakakmu melakukan hal ini.....”
aku melarikan diri dari suara tawa jahatnya.
Pekerjaan berjalan lancar. Dua orang cowok mengajakku ke frat party yang akan di adakan. Aku tak pernah menerima undangan apapun sebelum bersama David. Karena itu aku menolak setelah dengan David. Kalau aku memang benar telah pasca David. Siapa yang tau? Berbagai orang mencoba untuk mendapatkan tanda tangan atau informasi dan aku menjual kopi dan kue sebagai gantinya. Kami tutup menjelang senja.
Sepanjang hari aku sudah gelisah, bertanya-tanya apakah dia akan datang. Besok adalah hari ini, tetapi aku tidak melihat tanda apapun dari nya. Mungkin dia berubah pikiran. Pikiranku beruabah dari menit ke menit selanjutnya. Janji ku padanya untuk tidak memutuskan adalah keputusan yang aman.
Kami baru saja mengunci pintu ketika Ruby menusuk tulang rusukku dengan sikunya. Mungkin sedikit lebih keras dari yang dia maksudkan karena aku cukup yakin aku menderita cedera ginjal.
dia benar-benar disini”, desisnya, mengangguk pada David yang memang sedang mengintai di dekatnya, menunggu. Dia ada disini seperti yang dia katakan. Rasa gugup yang menyenangkan mengembang dalam diriku. Dia mengenakan topi baseball dan jenggot, dia berbaur dengan baik. Apalagi dengan potongan rambutnya. Hatiku sedikit terisak karena dia kehilangan rambut panjangnya. Tetapi aku tak akan pernah mengakuinya. Amanda sudah memberitahu Ruby tentang kemunculan David semalam. Mengingat kurangnya paparazi dan penggemar yang berteriak di sekitarnya, kehadirannya pastinya masih menjadi rahasia dari penduduk kota.
Aku menatapnya, tidak yakin bagaimana rasanya. Tadi malam di klub itu nyata. Disini dan sekarang, ini lah diriku dalam kehidupan normal. Melihat dia di dalamnya, aku tak tau apa yang aku rasakan. Menggelisahkan adalah kata yang tepat.
apakah kau ingin bertemu dengannya?” tanyaku.
Tidak, aku menyimpan penilaianku. Dan kurasa bertemu dengannya akan membuatku menyimpang. Dia sangat menarik, kan?” Ruby menatap David perlahan, berlama-lama di atas celana Jeansnya yang lebih panjang dari seharusnya. Dia memiliki fetish tentang paha pria. Pemain sepakbola akan membuatnya heboh. Aneh bagi seorang penyair, tetapi aku benar-benar sadar tidak ada sesuatu yang benar-benar cocok untuk jenis tertentu. Semua orang memiliki keanehan tersendiri.
Ruby terus menatap David seperti daging di pasar. “Mungkin jangan menceraikannya”.
Kamu terdengar tidak memihak. Sampai jumpa lagi”.
Tangannya mengait lenganku. “tunggu. Jika kau tetap bersamanya, apakah kau masih akan berkerja untukku?”
Iya. Aku bahkan akan berusaha lebih tepat waktu. Selamat malam, Ruby”.
Dia berdiri di trotoar, tangannya dimasukkan ke kantong celana jeansnya. Melihatnya terasa seperti sedang berdiri di tepi tebing. Suara kecil dibelakangku berbisik tentang konsekuensinya, kau tau mungkin kau bisa terbang. Jika kau tak bisa, bayangkan serunya terjatuh. Akal, disisi lain, menjerit-jerit dan membunuhku.
Pada titik dimana tepatnya aku bisa memutuskan bahwa aku akan menjadi gila?
Evelyn”.
Semuanya terhenti. Jika dia tau apa yang terjadi padaku ketika dia menyebutkan namaku seperti itu, aku telah usai. Tuhan , aku merindukannya. Sepertinya ada bagian dari diriku yang menghilang. Tapi kini setelah dia kembali aku tak tau bagaimana kami bisa bersatu lagi. Aku tak tau apakah kami bisa.
Hai”, kataku.
Kau terlihat lelah”, katanya, mulutnya mengarah ke bawah. “maksudku kau terlihat cantik, tentu saja. Tapi...”
Tidak apa-apa” aku mempelajari trotoar sambil mengambil napas dalam-dalam. “ini adalah hari yang sibuk”.
jadi ini tempatmu berkerja?”
Ya”.
Kafe Ruby tenang dan kosong. Lampu-lampu kecil berkerlap-kerlip di jendela -jendela di samping pamflet yang di tempelkan pada kaca iklan ini dan itu. Lampu jalan berkerlap kerlip di sekitar kami.
Terdengar bagus. Dengar kita tak perlu bicara sekarang”, katanya. “aku hanya ingin me ngantarmu pulang”.
Aku menyilangkan tangan di atas dadaku. “kau tidak perlu melakukan itu”.
itu tidak seperti sebuah tugas. Biarkan aku mengantarmu pulang , Ev, Please”.
Aku mengangguk dan setelah beberapa saat memulai langkah ragu-ragu di jalanan kota. David melangkah di sampingku. Apa yang harus di bicarakan? Setiap topik sepertinya sudah pernah dibicarakan. Sebuah lubang terbuka penuh dengan pertaruhan yang tajam tergeletak di setiap sudut. Dia terus memandangku dengan tatapan curiga. Membuka mulutnya kemudian menutupnya. Rupanya situasi ini menyebalkan bagi kami berdua. Aku tak bisa membuat diriku membicarakan LA. Semalam terlihat seperti teritori yang lebih aman. Tunggu. Tidak, bukan. Membicarakan kembali sex di gang tak akan pernah lulus ujian kecerdasaan.
Bagaimana harimu?” dia bertanya “selain sibuk”.
Mengapa aku tak memikirkan sesuatu yang tidak berbahaya seperti itu?
Ah,baik. Beberapa pasang gadis datang dengan barang-barang yang mereka ingin kau tanda tangani. Beberapa orang ingin memberimu Demo Tape mereka dari band Garage-Reggae-Blues mereka. Salah satu atlet terkenal dari kampus datang untuk memberitahuku nomor ponselnya. Dia pikir kami bisa bersenang-senang kapan-kapan”, aku mengoceh, mencoba meringankan suasana.
Wajahnya menjadi bergetar, alis gelapnya tertarik rapat. “sialan. Itu sudah sering terjadi?'
dan aku adalah idiot yang telah membuka mulutku. “itu bukan masalah besar, David. Aku mengatakan padanya bahwa aku sibuk dan dia pergi”.
Emang sudah seharusnya”, dia menjulurkan dagunya, memberiku tatapan lama. “kau mencoba membuatku cemburu?”.
Tidak. Mulutku mengoceh begitu saja tanpa dipikir terlebih dahulu. Maaf. Semuanya cukup rumit”.
aku cemburu”.
Aku memandangnya dengan terkejut. Aku tak tau mengapa. Dia sudah mengatakan dengan jelas semalam bahwa dia disini untukku. Tetapi pengetahuan bahwa aku tak sendirian di tebing curam, berpikir untuk melepaskan diri.....ada banyak kenyamanan dalam hal itu.
Ayo” ujarnya, melanjutkan berjalan. Di tikungan kami berhenti, menunggu lalu lintas berhenti.
aku mungkin akan menyuruh Sam kesini untuk menjagamu” katanya. “aku tak ingin orang-orang mengganggumu berkerja”.
sesukanya aku pada Sam, dia bisa tetap tinggal ditempatnya. Orang normal tidak membawa pengawal saat berkerja”.
Dahinya berkerut tetapi dia diam saja. Kami menyebrang jalan, melanjutkan. Sebuah trem melintas, semuanya menyala. Aku lebih suka berjalan, menikmati beberapa saat di luar setelah seharian di dalam. Ditambah, Portland sangatlah indah : kafe-kafe, tempat-tempat pembuatan bir dan sebuah hati yang aneh. Terimalah itu, LA.
Jadi apa yang kau lakukan hari ini?” aku bertanya,membuktikan pada diriku sendiri sebagai pemenang penuh dalam pertaruhan obrolan kreatif.
hanya berkeliling kota, mengecek beberapa hal. Aku tak sering berperan sebagai turis. Kita akan belok kiri dari sini” katanya, mengubah dari jalan normal yang biasanya ku lalui.
Kemana kita akan pergi?”
Tunggulah disini. Aku akan mengambil sesuatu” dia mengantarku ke tempat Pizza yang terkadang aku datangi bersama Lauren. “Pizza adalah satu-satunya hal yang aku tau kau pasti makan. Mereka pun bersedia menempel setiap sayuran yang bisa aku pikirkan, jadi ku harap kau akan menyukainya”.
Tempat ini hanya seperempet penuh karena baru jam awal buka. Dinding bata polos dan meja hitam. Sebuah jukebook megalunkan sesuatu dari The Beatles. Aku berdiri di ambang pintu , ragu-ragu untuk melangkah lebih jauh dengannya. Pria itu mengangguk pada David dan mengambil pesanan dari penghangat di belakangnya. David berterima kasih padanya dan kembali ke arahku.
kamu tak harus melakukan itu”, aku melangkah keluar ke jalan, memberikan tatapan mencurigakan ke kotak Pizza.
ini hanya pizza,Ev”, katanya, “rilex. Kau bahkan tak perlu memintaku untuk berbagi denganku jika kau tak menginginkannya. Jalan mana yang menuju ke tempat mu dari sini?”
Kiri”
kami berjalan satu blok lagi dalam kesunyian dengan David membawa kotak pizza tinggi-tinggi di satu tangan.
berhenti mengerutkan kening”, katanya. “Ketika aku menjemputmu semalam kau lebih ringan dibanding saat kau di Monterey. Kau telah kehilangan berat badan”.
Aku mengangkat bahu. Tidak mau membahasnya. Jelas tak mengingat dia mengangkat ku dan kaki ku mengait di tubuhnya dan betapa aku merindukan dia dan suara saat dia--
Yah, Well, aku menyukai dirimu yang dulu”, katanya, “aku menyukai lekuk tubuhmu. Jadi aku datang dengan rencana baru. Kau akan mendaparkan piza dengan lima belas keju di atasnya sampai kau mendapatkan lekuk tubuhmu kembali”.
insting pertama ku disini adalah untuk mengatakan sesuatu yang kasar tentang bagaimana tubuhku sudah bukan lagi urusanmu”.
untungnya kau berpikir dua kali sebelum mengatakan itu, huh? Khususnya sejak kau membiarkan ku kembali masuk ke tubuhmu semalam”. Dia melihat mulutku yang mencebik berbarengan dengan dirinya pun yang mencebik. “ dengar, aku hanya tak ingin kau kehilangan berat badanmu dan sakit, terutama karena diriku. Sesederhana itu. Lupakan sisanya dan berhentilah melihat pizza itu dengan pandangan jijik atau kau akan melukai perasaannya”.
kau bukanlah boss ku” gumamku.
Dia mengeluarkan tawa. “kau merasa lebih baik dengan mengatakan itu?”
Iya”.
Aku memberinya senyuman waspada. Memiliki dia disampingku lagi terasa terlalu mudah. Aku seharusnya tidak merasa nyaman, siapa yang tau kapan dia akan mempermalukanku lagi? Tapi sebenarnya , aku ingin dia disana begitu terpuruk hingga sakit.
Ba--” dia berdeham , mencoba lagi, tanpa sentimen yang akan membuatnya otomatis dibanting. “Teman. Apakah kita berteman lagi?”
aku tak tau”.
Dia menggelengkan kepalanya. “kita teman. Ev, kau sedih, kau lelah, dan kau kehilangan berat badanmu. Dan aku sangat membenci diriku sendiri karena aku lah yang menyebabkan itu. Aku akan memperbaikinya untuk mu selangkah demi selangkah. Hanya.... beri aku sedikit ruang untuk bermanuver disini. Aku bersumpah tak akan terlalu membuatmu sedih”.
aku tak mempercayaimu lagi , David”.
senyum menggodanya menghilang. “aku tau kau tak percaya padaku. Dan ketika kau siap kita akan membicarakan itu”.
Aku menelan ludah dengan keras di tenggorokanku.
ketika kau siap”, dia menegaskan kembali. “ayo. Segera sampai ke rumah sehingga kau bisa memakannya ketika pizza nya masih panas”.
Kami berjalan di sisa jalan pulang dalam keheningan. Kurasa itu cocok. David memberiku senyuman kecil sesekali. Tampaknya senyumannya tulus.
Dia bergegas menaiki tangga di belakangku, tidak terlalu peduli untuk melihat-lihat. Aku lupa kalau dia sudah kesini semalam ketika dia mencari tau keberadaanku pada Lauren. Aku membuka kunci dan mengintip ke dalam, aku masih trauma memergoki kakakku dengan Lauren di sofa minggu lalu. Tinggal bersama mereka tidak akan berhasil dalam jangka panjang. Kupikir semua orang akan mencapai titik dimana mereka membutuhkan ruang mereka sendiri.
Tapi sebulan terakhir, menguntungkan untuk Nate dan aku. Itu memberi kami kesempatan untuk berbicara. Kami lebih dekat daripada yang pernah kami lakukan. Dia mencintai pekerjaannya di bengkel mekanik. Dia bahagia dan puas. Lauren benar, dia telah berubah. Kakakku telah menemukan apa yang dia inginkan dan dimana dia berasal. Sekarang jika aku bisa menemukan semua omong kosong ku dan melakukan hal yang sama.
Musik rock dimainkan dengan lembut dan Nate dan Lauren menari di tengah ruangan. Sesuatu yang jelas spontan, mengingat pakaian kerja kakakku yang masih berminyak. Lauren tampak nya tidak peduli, memeluknya erat, menatap matanya.
Aku berdeham untuk mengumumkan kedatangan kami dan masuk ke ruangan.
Nate menoleh dan memberiku senyum ramah. Tapi kemudian dia melihat David. Darah menutupi wajahnya dan matanya berubah. Suhu diruangan ini meroket.
Nate”, berusaha meraihnya saat dia menghampiri David.
Shit”, Lauren berlari mengejarnya. “Tidak!”.
Kepalan tangan Natemenghajar wajah David. Pizza melayang. David terhuyung ke belakang, Darah mengalir dari hidungnya.
you fucking asshole”, teriak kakakku.
Aku melompat ke punggung Nate, mencoba untuk menghentikannya. Lauren memegang lengan Nate. David tidak melakukan apapun. Dia menutupi wajah malangnya tapi tidak membuat gerakan apapun untuk melindungi diri dari dampak yang lebih jauh.
aku akan membunuhmu karena melukainya”, Nate meraung
David hanya memandangnya, matanya menerima.
Stop, Nate”, kaki terseret di lantai,lenganku melilit tenggorokan kakakku.
Kau mau dia disini?” Nate bertanya padaku, tidak percaya. “apakah kau serius?” lalu dia melihat Lauren menarik lengannya. “apa yang sedang kau lakukan?”
Ini antara mereka, Nate”.
apa? Tidak. Kau telah melihat apa yang telah dia lakuan ke Evelyn. Bagaimana adikku terlihat selama sebulan terakhir”.
kau butuh menenangkan diri. Ev tidak membutuhkan ini”, Tangan Lauren menepuk-nepuk wajah Nate. “Please, Babe. Ini bukanlah dirimu”.
Perlahan, Nate menari diri. Bahunya turun kembali ke level normal, otot-ototnya melemas. Aku menghentikan kekanganku di lehernya, tapi itu tidak juga bisa menahannya dengan cukup baik. Kakakku bertindak seperti banteng yang marah dengan sangat baik. Darah terlihat dari sela-sela jemari David, jatuh lantai. “sialan. Kemarilah”, aku memegang lengannya dan membimbingnya ke kamar mandi.
Dia membungkuk di atas westafel, menyumpah diam-diam, tetapi sering. Aku menggulung beberapa tisu toilet dan menyerahkan padanya. Dia menjejalkannya di bawah lubang hidungnya yang berdarah.
apakah hidungmu patah?”
aku tak tau”, suaranya meredam, bindeng.
aku minta maaf”.
tak apa”, dari saku belakang jeansnya terdengar suara dering.
aku akan mengambilnya”, dengan hati-hati, aku menarik ponselnya. Nama yang muncul di layarnya membuatku membeku. Alam semesta pastinya sedang bermain lelucon. Pasti. Kecuali itu bukanlah lelucon. Ini hanyalah patah hati yang sama yang dimainkan berulang kali di dalam hatiku. Aku bisa merasakan serpihan sedingin es mengalir di nadiku.
Ini Dia”, aku menyerahkan ponsel padanya.
Diatas gumpalan tisu toilet yang berdarah, hidungnya tampak membengkak, tetapi utuh. Perkelahian tidaklah membantu. Tak peduli kemarahan yang merasuki ku, membuatku goyah saat itu.
Tatapan nya terlonjak dari layar ke aku. “Ev”,
kau sebaiknya pergi. Aku ingin kamu pergi”.
aku sudah tidak berbicara dengan Martha sejak malam itu. Aku tidak ada hubungan apapun dengan dia”.
Aku menggelengkan kepala, dari ucapannya. Telepon berdering nyaring, suara itu merusak gendang telingaku. Suaranya menggema terus menerus di dinding kamar mandi yang kecil. Ponselnya bergetar di tanganku dan seluruh tubuhku gemetar. “ambil sebelum aku menghancurkannya”.
Jemarinya yang berlumuran darah, mengambil ponsel dari tanganku.
kau harus membiarkanku menjelaskan” katanya. “aku berjanji, dia sudah pergi”.
lalu kenapa dia menelponmu?”
aku tak tau dan aku tak mau menjawab. Aku sudah tidak berbicara padanya sejak aku memecat dia. Kau harus mempercayaiku”.
tapi, aku tak percaya. Maksudku, bagaimana aku bisa percaya?”
dia mengedipkan matanya yang terluka padau. Kami hanya saling memandang saat kesadaran mulai mucul. Ini tidak akan berhasil. Ini tak akan pernah berhasil. Dia selalu memiliki rahasia dan kebohongan dan aku selalu berada di luar untuk melihat ke dalam. Tak ada yang berubah. Hatiku hancur sekali lagi. Mengejutkan, sungguh, dan bahwa ada cukup banyak yang harus di khawatirkan.
pergilah”, kataku, mata bodohku mengalirkan air mata.
Tanpa sepatah katapun dia keluar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

STUCK UP SUIT Chapter 8

GRAHAM AKU TIDAK MENDENGAR KABAR NYA SEPANJANG HARI di hari sabtu, dan tidak seperti yang aku harapkan juga. Soraya Venedetta san...