Dentuman
bel pintu menggema ke seluruh ruangan pada pukul sepuluh. David
tertidur di punggungku. Dia tidak bergerak sama sekali. Dengan
beberapa jam tidur aku merasa senang telah merasa setengah manusia.
Aku meringkuk di bawah lengannya, mencoba untuk tidak mengganggunya.
Aku menarik tank top ku dan mengenakan jeans ku kembali dan bergegas
menuruni tangga, melakukan yang terbaik agar tidak mematahkan leherku
dalam prosesnya. Sepertinya ini adalah lebih banyak lagi pengiriman
barang.
“Child
Bride! Biarkan aku masuk”, Mal berseru dari sisi lain pintu.
Diikuti dengan penampilan yang persuasif dari dia. Memukul-mukulkan
tangannya di kayu yang kokoh. Benar-benar seorang drumer. “Evvie!”.
Tak
ada yang memanggilku Evvie. Aku sudah membuang panggilan itu setahun
yang lalu. Walaupun begitu, itu lebih baik dibanding dengan “Child
Bride”.
Aku
membuka pintu dan Mal masuk dengan terburu-buru. Tyler masuk
beberapa saat kemudian. Mengingat Tyler sudah duduk minum-minum dan
bermain musik dengan David hingga hampir pagi, aku tidak begitu
terkejut dengan kondisinya. Pria malang itu sedang mencoba bertahan
dari rasa mabuk dari neraka. Dia tampak seperti baru saja di tonjok
di kedua matanya, dan garis-garis karena kekurangan tidur yang sangat
buruk. Sebuah minuman berenergi menempel di bibirnya.
“Mal,
apa yang sedang kau lakukan disini?” aku berhenti, menggosok sisa
-sisa kantuk di mataku. Wake-up Call, ini bahkan bukan rumah ku.
“Maaf, itu tadi tidak sopan. Hanya terkejut karena melihatmu. Hi,
Tyler”.
Aku
berharap aku akan menikmati kebersamaan dengan suamiku sendirian hari
ini, tapi tampaknya itu tidak akan terjadi.
Mal
menjatuhkan backpack ku di bawah kakiku. Dia sibuk melihat ke
sekeliling dia bahkan sama sekali tidak mendengar pertanyaanku,
sopan atau tidak sopan“David masih tidur”, kataku dan
mengacak-acak isi tas ku. Oh, barang-barangku. Barang-barang ku
yang luar biasa. Dompet dan ponselku khususnya sangat menyenangkan
untuk dilihat. Banyak sms dari Lauren, ditambah beberapa dari
Ayahku. Aku bahkan tak tau kalau dia bisa mengirim sms. “Terima
kasih untuk membawakanku ini”.
“David
menelponku pada jam empat pagi dan dia berkata bahwa dia telah
menulis beberapa hal baru. Kurasa aku datang dan melihat apa yang
sedang terjadi. Kupikir kau akan suka dengan pakaian-pakaian mu”.
Tangan di pinggang, Mal berdiri di belakang tembok berjendela
merenugkan keindahan alam. “Kawan, lihatlah pemandangan itu”.
“Bagus,ya?”
kata Tyler dari balik minumannya. “Tunggu sampai kau melihat
studio nya”.
Mal
menangkup tangan di sekitar mulutnya. “Hipster King. Turunlah
kesini”.
“hi,
Sweetie”, Pam berjalan masuk, dan memutar-mutar satu set kunci di
tangannya. “aku mencoba membuat mereka untuk pergi selama beberapa
saat, tapi seperti yang kau lihat, aku gagal. Maaf”.
“Tak
apa”, kataku. Aku tidak banyak berpelukan biasanya. Kami tidak
melakukan banyak hal dalam keluargaku. Keluargaku lebih menyukai
metode berjabat tangan. Tapi Pam sangat baik sehingga aku segera
memeluk punggungnya ketika dia memelukku.
Kami
telah mengobrol selama berjam-jam pada malam sebelum turun ke studio
rekaman. Itu telah memberi pencerahan. Menikahi pemain musik dan
produser terkenal, dia sudah menjalani gaya hidup ini selama dua
puluh tahun. Tur, rekaman, groupies, .... dia mengalami segala macam
pristiwa Rock n Roll. Dia dan Tyler menghadiri festival musik dan
jatuh cinta dengan Monterey dengan garis pantai yang bergerigi dan
pemadangan laut yang menyapu.
“kursi
panjang dan beberapa tempat tidur sedang dalam perjalanan, akan ada
disini segera. Mal, Tyler, akan membantu memindahkan kotak-kotak.
Kita akan menumpuknya di perapian”. Tiba-tiba Pam berhenti ,
memberiku senyuman hati-hati. “tunggu sebentar. Kau adalah wanita
di rumah ini. Kau lah yang memberi peritah disini”.
“Oh,
Ditumpuk di perapian terdengar bagus, trims”, kataku.
“Kalian
mendengarnya, anak-anak. Lakukan lah”.
Tyler
mengomel, tapi tetap meletakan kaleng minuman dan bergerak menuju
kotak-kotak, menggerakan kakinya seperti mayat hidup.
“Tunggu”,
Mal mengerucutkan bibirnya ke Pam dan aku. “ aku bahkan belum
mendapatkan ciuman selamat datang”. Dia mengurung Pam dalam
pelukan beruang, mengangkatnya dan berputar sampai dia tertawa.
Lengannya direntangakn, dia melangkah ke arahku. “Datanglah ke
Daddy, Kepala bantal”.
Aku
mengulurkan tangan untuk menahannya, tertawa. “ini sebenarnya
sangat mengganggu, Mal”.]
“Tinggalkan
dia”, kata David dari anak tangga teratas tangga, menguap, dan
menggosok kantuk dari matanya. Masih mengenakan jeans nya. Dia
adalah kryptonite ku. Semua kepercayaab diriku untuk perlahan
menghilang. Kaki ku benar-benar goyah. Aku benci itu.
Kami
masih menikah atau tidak hari ini? Dia minum banyak sekali semalam.
Orang mabuk dan janji tidaklah berjalan sejalan- kami berdua belajar
dengan cara yang sulit. Aku hanya bisa berharap dia mengingat
percakapan kami dan masih merasakan hal yang sama.
“Apa
yang kau lakukan disini hah?” geram suamiku.
“Aku
ingin mendengar lagu baru, tolol. Mengerjakannya”. Mal memeloti
dia, rahangnya diatur dengan kokoh.”aku harus menendang bokongmu.
Fuck, Man. Itu peralatan favoritku”.
Tubuhnya
kaku, David mulai turun dari tangga. “ kubilang aku menyesal. Dan
aku sungguh-sungguh”.
“Mungkin.
Tapi ini tetap waktunya untuk pembalasan, dasar bajingan”.
Untuk
sesaat David tidak membalas. Ketegangan terpancar dari wajahnya
tetapi ada tatapan yang takbisa dihindari di mata lelahnya.
“baiklah. Apa?”.
“ini
akan sakit. Sangat buruk”.
“lebih
buruk dari kamu yang muncul saat aku dan Ev ingin berduan?”.
Mal
sebenarnya tampak agak malu.
David
berhenti di kaki tangga, menunggu. “Kau ingin menyelesaikan ini di
luar?”.
Pam
dan Tyler tidak mengatakan apapun, hanya menonton adegan demi adegan.
Aku punya feeling ini bukan pertama kalinya mereka bersitegang satu
sama lain. Cowok akan selalu jadi cowok dan semuanya. Tapi aku
berdiri di samping Mal, setiap ototnya menegang. Jika dia mengambil
satu langkah saja ke arah David aku akan melompa ke arahnya. Menarik
rambutnya atau apalah. Aku tak tau bagaimana, tapi aku akan
menghentikan dia.
Mal
memberi David tatapan penuh pertimbangan. “aku tidak akan
memukulmu. Aku tidak ingin mencederai tanganku ketika kita memiliki
sesuatu yang perlu dilakukan”.
“Lalu
apa?”.
“Kau
sudah merusak gitar favoritmu. Jadi ini harus sesuatu yang lain”,
Mal menggosok-gosokan kedua tangannya. “Sesuatu yang tak bisa di
bayar dengan uang”.
“Apa?”
tanya David, matanya tiba-tiba cemas.
“Hi,
Evvie”, Mal menyeringai dan mengalungkan lengan di bahuku,
menarikku ke arahnya.
“Hey”,
aku memprotes.
Dan
selanjutnya mulutnya sudah menutupi mulutku, sepenuhnya tak di
undang. David berteriak protes. Sebuah lengan memuluk punggungku
dan Mal memperdalam ciumannya, menciumku dengan keras, dan menggesek
bibirku. Aku mencengkram bahunya, takut jatuh menghantam lantai.
Ketika dia mencoba memasukan lidahnya ke mulutku,bagaimanapun, aju
tidak ragu-ragu untuk menggigit nya.
Si
idiot itu menjerit.
Rasakan.
Secepat
dia memjatuhkan ciuman secepat itu pula dia membebaskan ku. Kepalaku
pening. Aku meletakkan tangan ke tembok supaya tidak terhuyung, aku
menggosok mulutku, mencoba untuk menyingkirkan rasa mulutnya, saat
Mal memberikan tatapan terluka padaku.
“Sialan.
Ini sakit”, dia dengan berhati-hati menyentuh lidahnya, mencari
cideranya. “aku berdarah!”.
“Bagus”.
Pam
dan Tyler tergelak, sangat terhibur.
Lengan
memeluk tubuhku dari belakang dan David berbisik di telingaku.
“Kerja bagus”.
“Apakah
kau tau dia akan melakukan itu?” tanyaku, terdengar sangat jengkel.
“Tidaklah”.
Dia menggesek-gesekan wajahnya di sisi kepalaku, mendusel di rambut
bangun tidurku. “aku tak ingin orang lain menyentuhmu”.
Itu
adalah jawaban bagus. Kemarahanku mencair. Aku meletakkan tanganku
di atas kepanya dan pelukannya padaku mengencang.
“Kau
ingin aku menghajarnya?” tanya David. “katakan saja”.
Aku
berpura-pura mempertimbangkan itu untuk sesaat ketika Mal mengamati
kami dengan penuh ketertarikan. Kami tampak jauh lebih bersahabat
dibanding sebelumnya ketika kami di LA. Tapi ini bukan urusan
siapapun. Tidak temannya, tidak juga pers, tidak siapapun.
“Tidak”,
aku balik berbisik, perutku jungkir balik. Aku jatuh begitu cepat
padanya dan itu membuatku takut. “Kurasa lebih baik kau tidak
melakukan apapun”.
David
memutarku ke arahnya dan aku memelkuknya, mengalungkan lenganku di
bahu. Aroma kulitnya membuatku mabuk. Aku bisa berdiri disana
sambil menciumi aromanya. Ini terasa kami telah bersama, tapi aku
sudah lama tidak mempercayai penilaianku, jika aku harus memulainya.
“Malcolm
bergabung dengan mu di bulan madumu?” suara Pam berat dan tak
percaya.
David
terkekeh. “Tidak , ini bukan bulan madu kami. Jika kita berbulan
madu, kami akan berbulan madu jauh dari semua orang. Dan sangat
jelas, dia tidak akan disana”.
“Jika?”
tanya Pam..
aku
sungguh menyukai Pam.
“Ketika”,
dia mengkoreksi, memelukku erat.
“ini
semua sungguh manis, tapi aku datang untuk membuat musik”. Mal
mengumumkan.
“Dan
kau seharunya menunggu sialan”, kata David. “Ev dan aku punya
rencana pagi ini”.
“Kita
sudah menunggu hampir dua tahun untuk muncul dengan sesuatu yang
baru”.
“ sulitkah
itu. Kau cuma perlu menunggu beberapa jam”, David meraih tanganku
dan dia membimbingku ke tangga. Eforia mengalir keseluruh tubuhku.
Dia memilihku dan itu luar biasa.
“Evvie,
maafkan karena melecehkan mulutmu”. Kata Mal, dan duduk diatas
kardus terdekat.
“Kau
dimaafkan”, kataku dengan lambaian ala ratu. Merasa sangat murah
hati saat kami berjalan menuju tangga.
“Kau
akan minta maaf karena menggigitku?” tanya Mal.
“Tidak”.
“Well,
itu tidak sopan”, dia berteriak dibelakang kami.
David
terkikik.
“Okay
people, kita harus memindahkan kardus-kardus ini”. Aku mendengar
Pam berbicara.
“Kau
memakai pakaianmu kembali” katanya. “lepaskan”.
Dia
tidak menungguku untuk melepaskan pakaianku, meraih bagian ujung
kaosku dan mengangkatnya ke atas kepalaku dan mengangkat lenganku.
“aku
tidak berpikir bahwa membuka pintu dengan separuh telanjang adalah
ide yang baik”.
“Cukup
bisa diterima” dia berbisik, menarikku ke arahnya dan mengurungku
di pintu. “kau terlihat khawatir tentang sesuatu tadi di lantai
bawah. Tentang apa?”.
“Tak
ada apa-apa”.
“Evelyn”.
Ada sesuatu tentang cara dia menyebut namaku. Itu membuatku
bergetar berantakan. Begitu juga cara dia memojokkanku, menekan
tubuhnya ke tubuhku. Aku meletakkan tangaku mendatar di atas dada
kekarnya. Tidak mendorongnya menjauh, hanya butuh untuk
menyentuhnya.
“Aku
bertanya-tanya”, kataku. “setelah percakapan kita pagi ini,
ketika kita, um, mendiskusiakan menandatangani dokumen di hari
senin”.
“Kenapa
dengan itu?” dia bertanya, menatap lurus padaku. Aku bahkan tak
bisa mengalihkan pandangan walaupun aku mencoba.
“Well,
aku tidak yakin kau masih merasakan hal yang sama. Tentang
menandatangani dokumen-dokumen itu, maksudku. Kau terlalu banyak
minum”.
“aku
belum berubah pikiran”, pinggulnya sejajar dengan tanganku dan
menyapu sisi tubuhku. “kau berubah pikiran?”.
“Tidak”.
“Bagus”
tangan hangat nya menangkup payudaraku dan aku kehilangan
kemampuanku untuk berpikir lurus.
“Kau
tak mengapa dengan ini?” dia memberi tatapan mengarah ke
tangannya.
Aku
mengangguk. Kemampuan berbicara telah menghilang bersamaan
kemampuan berpikir, tampaknya.
“Jadi
inilah rencananya. Karena aku tau bagaimana suka nya dirimu dengan
rencana. Kita akan tinggal di kamar ini sampai kita berdua puas dan
berada di kesepakatan yang sama yang berhubugan dengan kita.
Mengerti?”.
Aku
mengangguk lagi. Tanpa ragu, rencana itu mendapat dukungan
sepenuhnya dariku.
“bagus”.
Dia menempatkan telapak tangannya di payudaraku, mendatar di dadaku.
“jantungmu berdetak sangat cepat”.
“David”.
“Hmm?”.
Tak
masalah, aku masih tak memiliki kata-kata. Jadi sebagai gantinya,
aku menutupi tangannya dengan tanganku , menggenggamnya di atas
jantungku. Dia tersenyum.
“Ini
adalah reka ulang dramatis dari malam ketika kita menikah”, dia
mengumumkan, menatap ku dari balik alis yang gelap. “Tunggu
sebentar. Kita duduk di kamar motelmu kau mengangkangiku”.
“Aku
melakukan itu?”
“Yeah”.
Dia membimbingku ke tempat tidur dan duduk di ujungnya. “ayolah”.
Aku
menaiki ke atas pangkuannya, kakiku mengapit kakinya. “seperti
ini?”.
“cuma
itu”, tangannya mencengkram pinggangku. “ kau menolak pergi ke
kamarku di Belagio. Berkata bahwa aku jauh dari sentuhan dunia nyata
dan perlu melihat bagaimana orang kecil hidup”.
Aku
mengerang malu. “aku terdengar sedikit arogan”.
Mulutnya
melengkung membentuk senyuman kecila. “itu menyenangkan. Tapi
juga, kamu benar”.
“lebih
baik jangan sering mengatakan hal itu padaku atau itu akan terus
terngiang-ngiang di kepalaku”.
Dagunya
naik. “berhentilah membuat lelucon , baby. Aku sedang serius.
Aku membutuhkan dosis realitas. Seseorang yang mengatakan kata
tidak ke padaku sesekali dan mengatakan omomg kosong untuk hal itu.
Itulah yang telah kita lakukan. Kita mendorong satu sama lain keluar
dari zona nyaman kita”.
Itu
masuk akal. “kurasa kau benar..... apakah itu cukup?”.
Dia
meletakkan tangannya lagi ke jantungku lagi, dan menabrakan ujung
hidungnya ke hidungku. “bisakah kau merasakan apa yang kita
lakukan disini? Kita sedang membangun sesuatu”.
“Ya”,
aku bisa merasakannya, hubungan diantara kami, kebutuhan yang luar
biasa untuk bersamanya. Tidak ada hal lain yang lebih berarti.
Koneksi secara fisik, cara dia masuk ke kepalaku lebih cepat dari
apapun yang pernah aku alami. Bagaimana luarbiasa nya harun tubuhnya
ketika dia baru bangun tidur di pagi hari. Tapi aku butuh lebih dari
sekedar itu. Aku ingin mendengar suaranya, mendengar dia berbicara
tentang segala hal dan apapun.
Aku
merasakan berkobar dalam diriku. Seperti campuran hormon yang kuat,
aku seperti berlari dalam kecepatan cahaya. Tangannya yang lain
melingkar dibelakang leherku, mendekatkan mulutnya ke mulutku.
Mencium David seperti melemparkan bensin ke dalam diriku. Dia
menyelipkan lidahnya ke dalam mulutku, sebelum dia menggoda gigi
dan bibirku. Aku tak pernah merasa seluarbiasa ini. Jemarinya
membelai paudaraku, melakukan hal-hal luar biasa dan membuatku
terkesiap. Tuhan, panas kulit telanjangnya. Aku beringsut kedepan,
mencari lebih banyak, membutuhkannya. Tangannya meninggalkan dadaku
untuk melebar ke punggungku, menekanku ke tubuhnya. Dia keras. Aku
bisa merasakannya melalui kedua lapis denim. Tekanan yang dia
berikan padaku adalah surgawi. Luar biasa.
“cuma
itu” dia berbisik saat aku mengayunkan pinggulku, mencari lebih
banyak.
Ciuman
kami semakin menggelora, lapar. Mulutnya yang panas bergerak ke atas
rahangku dan daguku. Dimana leherku bertemu dengan dadanya dia
berhenti dan menghisap. Segalanya dalam tubuhku mengetat.
“David-”
dia
menarik diri dan menatapku, matanya melebar. Setiap hal kecil dalam
dirinya sama terpengaruhnya dengan diriku. Terima kasih tuhan aku
tidak sendirian terengah-engah. Sebuah jari menelusuri jalur lambat
diantara payudaraku turun ke pinggang celana jeansku.
“Kau
tau apa yang terjadi selanjutnya” katanya. Tangannya menyelip ke
bawah. “Katakan Ev”. Ketika aku ragu dia membungkuk dan
menggit leherku. “ayolah. Katakan padaku”.
Menggigit
tak pernah menarik bagiku sebelumnya, baik dalam pikiran maupun
tindakan. Bukan berarti ada banyak tindakan. Tetapi sensasi gigi
David yang menekan kulitku membuatku jungkir balik di dalam. Aku
memejamkan mataku. Sedikit dari gigitan dan banyak yang harus
mengataka kata-kata yang dia inginkan.
“Aku
hanya pernah melakukan ini sekali sebelumnya”.
“kau
gugup. Jangan Gugup”. Dia menciumku tepat dimana dia baru saja
menggigitku. “Jadi, bagaimanapun, ayo menikah”.
Kelopak
mataku membuka dan tawa kaget keluar dari tubuhku. “aku yakin
bukan itu yang kau katakan malam itu”.
“Aku
mungkin sedikit khawatir dengan pengalaman mu. Dan mungkin kita
telah berbicara tentang itu”. Dia memberiku senyuman samar dan
mencium sisi mulutku. “tapi segalanya berjalan baik-baik saja”.
“Berbicara
aoa? Katakan apa yang telah terjadi”.
“Kita
memutuskan untuk menikah. Berbaringlah di ranjang untukku”.
Dia
menggenggam pinggulku, membantuku memanjatnya dan naik ke kasur.
Tanganku meluncur diatas sprei katun yang halus dan dingin. Aku
berbaring telentang dan dia dengan cepat membuka celana jeans ku dan
membuangnya. Tempat tidur bergeser di bawah tubuhku saat dia
berlutut diatasku. Aku merasa siap untuk meledak, jantungku
berdebar, tetapi dia tampak tenang dan terkendali. Untungnya salah
satu dari kami tetap tenang. Tentu saja, dia melakukan ini puluhan
kali.
Mungkin
lebih, dengan semua groupies dan semuanya. Ratusan? Mungkin ribuan?
Tatapannya
naik untuk bertemu dengan tatapanku saat dia mengaitkan jarinya ke
celana dalamku. Ini tidak terburu-buru sama sekali, dia menarik
pekaian terakhirku perlahan menuruni kakiku. Dorongan untuk menutupi
diriku sangat kuat. Tapi tanganku menggenggam sprei, menggosok kain
dianatara jariku.
Dia
melepaskan Jeansnyaa. Gemerisik pakaiannya adalah satu-satunya
suara. Kami tidak memutuskan kontak mata. Tidak sampai dia
berbalik ke meja samping tempat tidur dan mengambil kondom, diam-diam
menyelipkannya di bawah bantal di sebelahku.
David
telanjang menentang deskripsi. Cantik tidak bisa mewakili semua itu,
semua garis keras tubuhnya dan tato yang menutupi kulitnya, tapi dia
tak memberiku banyak waktu untuk melihatnya.
Dia
naik kembali ke tempat tidur, berbaring di sampingku, disangga dengan
satu siku. Tangannya meringgkuk di pinggulku. Rambut hitam nya
jatuh ke depan, menghalangi wajah nya dari pandangan. Aku ingin
melihatnya. Dia membungkuk, menciumku dengan lembut kali ini di
bibirku, wajahku. Rambutnya menyentuh kulitku.
“sampai
dimana kita tadi?” dia bertanya, suaranya terdengar pelan di
telingaku.
“Kita
memutaskan untuk menikah”.
“Mm,
karena aku mendapat malam terbaik dalam hidupku. Untuk pertama
kalinya aku tidak merasa sendiri setelah sekian lama. Pemikiran
tidak memilikimu di setiap malamku.....aku tidak bisa
menghadapinya”, mulutnya bergerilya di leherku. “aku tak bisa
membiarkanmu pergi. Khususnya ketika aku tau kau hanya pernah
bersama satu orang pria”.
“Kupikir
itu mengganggu mu?”.
“Itu
tentu saja menggangguku”. Katanya, dan mencium keningku. “ kau
jelas siap melakukan seks lagi. Jika aku cukup bodoh untuk
membiarkan dia pergi, kau mungkin akan bertemu orang lain. Aku tak
tahan memikirkanmu bersama orang lain kecuali aku”.
“Oh”
“Oh”,
dia setuju. “ngomong-ngomong tentang yang ini, adakah pikiran
ulang tentang apa yang sedang kita lakukan disini?”.
“Tidak”
, begitu banyak rasa gugup, tapi tidak ada berpikir ulang.
Tangannya
yang di pinggulku menjalar ke perutku, membuat lingkaran di perut
bawahku sebelum bergerak lebih ke bawah, membuatku gemetaran.
“Kau
begitu cantik”, dia terengah. “setiap jengkal dirimu. Dan
ketika aku menantangmu untuk mengesampingkan rencana-rencana mu dan
kabur bersamaku, kau berkata ya”.
“aku
melakukannya?”
“ya”.
“Terima
kasih tuhan untuk itu”.
Jari-jarinya
membelai bagian atas kelaminku sebelum berpindah ke otot pahaku yang
mengatup rapat. Jika aku ingin berjalan lebih jauh aku perlu membuka
kakiku. Aku tahu ini. Tentu saja aku melakukannya.kenangan rasa
sakit pada kali terakhir aku berhubungan membuat aku ragu. Jari
kakiku melengkung dan kram mengancam muncul di otot betisku dari
semua otot yang tegang. Tommy Byrnes adalah bajingan tolol. David
tidak seperti itu.
“kita
bisa bergerak selambat yang kamu mau”, katanya, membaca ku dengan
sangat baik. “percayalah padaku, Ev”.
Tangannya
yang hangat melembut diatas pahaku saat lidahnya menjalar di
sepanjang leherku. Itu terasa luar biasa, tapi itu tidak cukup.
“aku
butuh.....” aku menolehkan wajahku padanya, mencari-cari mulutnya.
Bibirnya pas dengan bibirku, membuat segalanya menjadi benar.
Mencium David menyembuhkan setiap penyakit. Ikatan ketegangan di
dalam diriku berubah menjadi sesuatu yang manis karena rasa David,
merasakan tubuhnya di tubuhku. Satu lengannya terperangkap dibawah
tubuhku tapi lengan satuninya aku membuatnya sepenuhnya berguna,
menyentuh seluruh dirinya yang berada dalam jangkauan. Memijat
bahunya dan merasakan kerasnya bahunya, dan ladasan lembut di
punggungnya.
Ketika
aku menyesap lidahnya dia mengerang dari bagian belakang
tenggorokannya dan rasa percaya diriku menguar. Tangannya menyelinap
diantara kakiku. Hanya tekanan telapak tangannya saja membuatku
melihat bintang-bintang. Aku melepaskan ciuman, tak bisa bernapas.
Awalnya dia menyentuhku dengan lembut, membiarkanku memanfaatkan dia.
Hal-hal yang bisa jemarinya lakukan.
“Elvis
tidak bisa bersamaku hari ini” katanya.
“Apa?”
tanyaku, bingung.
Dia
berhenti dan memasukan dua jari ke mulutnya, membasahi jarinya atau
mencicipiku aku tak tau. Tak penting. Apa yang penting adalah dia
membuat tangannya kembali padaku, secepatnya.
“aku
tak ingin membagi ini dengan siapapun”. Ujung jarinya ditekan
masuk kedalam tubuhku, masuk kedalam hanya sedikit. Ditarik kembali
sebelum ditekan masuk lagi. Ini tidak memiliki sensasi yang sama
yang sepaket dengan itu saat dia membelaiku tapi ini tidak sakit.
Belum.
“Jadi,
tidak ada Elvis. Aku harus menanyakan pertanyaan”, kataku.
Aku
cemberut , merasa kesulitan untuk fokus pada apa yang dia katakan.
Itu mungkin tidak sama pentingnya dengan dia menyentuhku.
Kejar-kejaran kenikmatan mengalir di dalam diriku. Mungkin dia
mengomel selama pemanasan. Aku tak tau. Jika dia menginginkan, aku
lebih dari siap untuk mendengarkannya.
Tatapannya
terpaku ke payudaraku sampai akhirnya dia menundukan kepalanya,
memasukan satu payudaraku ke mulutnya. Punggungku melengkung,
menekan jarinya masuk lebih jauh dalam diriku. Cara mulutnya
menghisapku menghampus semua tidak kenyamananku. Dia membelai ku
diantara kakiku dan kenikmatan meningkat. Aku menggelanyar dalam
cara terbaik yang mungkin. Ketika aku melakukan ini, ini terasa
nikmat. Ketika David yang melakukannya, ini menyentuh tingkatan
spektakuler, mencapai bintang. Aku tau dia sangat mahir dalam
memainkan gitar, tapi ini sepertinya bakat nya yang sebenarnya.
Sejujurnya.
“Tuhan,
David”, aku membusung ke arahnya ketika dia beralih ke payudaraku
yang satunya. Dua jari berkerja di dalam diriku, sedikit ketidak
nyamanan, tapi tak ada yang tak bisa ku kendalikan. Tak begitu lama
saat dia menjaga mulutnya tetap di payudaraku, mencurahi payudaraku
dengan perhatian. Ibu jarinya menggosok disekitar titik manis
dan mataku berputar di kepalaku. Begitu dekat. Kekutan yang
terbangun begitu mengejutkan. Meniup akal sehat. Tubuhku akan
meledak menjadi debu, atom , ketika ini semua meledak.
Jika
dia berhenti aku akan menangis. Menangis dan memohon. Dan mungkin
membunuh.
Untungnya,
dia tidak berhenti.
Aku
menggeram, setiap ototku ditarik kencang. Ini terasa terlalu
berlebihan. Hampir. Aku mengambang, tubuhku limbung, merasa penuh
sepanjang waktu.
Ketika
aku membuka mataku lagi, dia disana menunggu. Dia menyobek bungkus
kondom dengan giginya dan memasangnya. Aku tiba-tiba kesulitan
bernapas, ketika dia menjulang diatas ku, bergerak diantara kakiku.
“Enak?”
dia bertanya, dengan senyum kepuasan.
Sebuah
anggukan adalah hal terbaik yang bisa aku lakukan.
Dia
menahan sebagian besar berat tubuhnya di siku, tubuhnya menekanku ke
tempat tidur. Aku perhatikan dia menikamati ukurannya untuk
keuntungan kami berdua. Itu berhasil. Tentru saja tak ada yang
membosankan atau menyebabkan klastrofobia tentang posisi kami. Aku
tak tau mengapa aku berpikir akan ada ketakutan. Di kursi belakang
mobil orang tua Tommy Byrnes aku merasa kaku dan tidak nyaman, tetapi
ini tidak seperti itu. Berbaring di bawahnya, menikmati panas
kulitnya di kulitku, sempurna. Dan tidak ada keraguan betapa dia
menginginkan ini. Aku berbaring disana, menunggunya memasuki ku.
Masih
menunggu.
Dia
mengusap bibirnya dengan bibirku. “apakah kau , Evelyn Jennifer
Thomas, bersediakah untuk tetap menikahi denganku, David Vincent
Ferris”.
Oh,
itu Elvis yang dia bicarakan. Orang yang menikahkan kami. Hah. Aku
menahan rambutnya, perlu melihat matanya. Seharusnya aku memintanya
untuk mengikatnya kebelakang. Itu membuat ku sulit untuk mencoba dan
mengukur keseriusannya.
“Kau
benar-benar ingin melakukan ini sekarang?” tanyaku, sedikit
terkejut. Aku begitu sibuk memikirkan tentang sex, aku tidak
menyangka ini akan terjadi.
“tentu
saja. Kita sedang memperbaharui sumpah kita sekarang”.
“Ya?”
kataku.
Dia
menengadahkan kepalanya, menyipitkan matanya padaku. Tatapan di
wajahnya begitu menyakitkan. “ya? Kau tidak yakin?”.
“Bukan.
Maksudku, Ya” aku mengulang, lebih yakin. “Ya. Aku yakin.
Sangat”.
“Terima
kasih banyak untuk itu”, tangannya menggeledah di bawah bantal di
samping ku, kembali dengan cincin amat sanagt berkilau diantara
jarinya. “Tangan”.
Aku
mengulurkan tangan diantara kami dan dia memasangkan cincin ke
jariku. Pipiku nyeri, aku tersenyum begitu lebar. “apakah kau
mengataka 'ya' juga?”
“Ya”
dia menangkap bibirku dalam ciuman yang keras. Tangannya menyelip
disisku, diatas perutku untuk menangkup ku diantara kakiku.
Segalanya disana masih begitu sensitif dan tak diragukan lagi basah.
Kelaparan dalam ciumanya dan cara nya menyentuhku meyakinkanku dia
sama sekali tidak masalah.
Dia
mengepaskan dirinya kepadku dan mendorong masuk. Ini dia. Dan
tiba-tiba, sial, aku tidak bisa rilex. Kenangan akan rasa sakit di
kali terakhir aku mencoba mengacaukan pikiranku. Basah tak masalah
akan tetapi ototku tidak mau menyerah. Aku terkesiap, pahaku meremas
pinggulku. David keras dan tebal dan itu menyakitkan.
“Lihat
aku” katanya. Warna biru matanya telah menggelap dan rahanya
kaku. Kulit lembabnya berkilau dalam pencahayaan rendah. “Hei”.
“Hei”,
suaraku terdengar goyah bahkan dalam pendengaranku sendiri.
“Cium
aku”. Dia menurunkan wajahnya dan aku menciumnya, menekan lidahku
ke mulutnya, membutuhkannya. Dengan hati-hati, dia
mengayun-ayunkanku, bergerak lebih dalam ke dalam tubuhku. Bantalan
ibu jarinya memainkan klitorisku, melawan rasa sakit. Rasa sakit
mereda, mendekat pada ketidaknyamanan yang biasa yang berujung pada
kenikamatan. Tidak masalah. Ini yang bisa aku tangani.
Jari-jarinya
meggenggam kakiku sebelum turun untuk menangkup bokongku. Dia
menariku mendekat dan bergerak lebih dalam di dalam tubuhku.
Bergoyang melawanku sampai aku mengambilnya semua. Itu masalah,
karena tidak ada cukup ruang untukku.
“Tidak
apa-apa”, erangnya.
Mudah
baginya mengatakannya.
Sialan.
Tubuh
kami saling menyatu satu sama lain, kami berbaring disana, tak
bergerak. Lenganku memeluk kepalanya sangat erat, menempel padanya,
aku tidak yakin bagaimana dia bernafas. Entah bagaimana dia bisa
menggerakan wajahnya untuk mencium leherku,menjilat keringat di
kulitku. Ke atas, ke rahang dan mulutku. Cengkraman mematika n yang
aku rasakan padanya mereda saat dia menciumku.
“bagus
seperti itu” katanya. “Cobalh dan santailah untukku”.
Aku
mengangguk kesal, ingi tubuhku untuk bersantai.
“Kau
sangat canti, dan Tuhan, kau terasa luar biasa”. Tangannya yang
besar membelai payudaraku, jari jemarinya membelai sisi tubuhku,
membuatku rileks. Otot-otot mulai rileks secara bertahap,
menyesuaikan diri dengan kehadirannya. Rasa sakit itu memudar lagi
setiap kali dia menyentuhku, membisikkan kata-kata pujian.
“ini
nikmat”, kataku akhirnya, tanganku bertumpu pada bisepnya. “aku
baik-baik saja”.
“Tidak,
kau bukan hanya baik -baik saja. Kau luar biasa”.
Aku
memberinya senyum pusinh. Dia mengatakan hal yang terbaik.
“Maksudmu
aku bisa bergerak?” tanyanya.
“Ya”.
Dia
mulai bergoyang diatasku lagi, bergerak sedikit demi sedikit tiap
kali. Berangsur- angsur medapatkan momentum saat tubuh kami bergerak
bersama. Kami cocok, hampir seluruhnya. Dan kami sungguh
melakukannya, perbuatan itu. Bicara tentang perasaan dekat dengan
seseorang . Kau tidak bisa lebih dekat secara fisik. Aku senang
itua adalah dia. Ini berarti segalanya.
Tommy
telah bertahan dua detik. Untuk merusak selaput daraku dan
meyakitiku. David menyentuhku dan menciumku dan memanfaatkan
waktunya. Perlahan, panas yang manis sensasi yang membangun tekanan
datang lagi. Dia merawatnya dengan hati-hati, memberiku ciuman yang
panjang dan basah, membelai dirinya sendiri di dalam tubuhku dengan
cara yang hanya membawa kenikmatan dalam diriku. Dia luar biasa,
mengamatiku d ari dekat , mengukur reaksiku terhadap semua yang dia
lakukan.
Akhirnya,
aku berpegangan padanya dan berusaha keras. Rasanya seperti kembang
api tahun baru dinyalakan dalam diriku, panas dan cerah dan
sempurna. Jauh lebih banyak di dalam dan di atasku, kulitnya
menempel di kulitku. Aku tergagap menyebut namanya, dan dia
menekanku. Ketika dia mengerang seluruh tubuhnya bergetar. Dia
membenamkan wajahnya di leherku,napasnya memanaskan kulitku.
Kami
sudah melakukannya.
Hah.
Wow.
Segalanya
terasa sedikit sakit. Orang-orang benar tentang itu. Tapi ini tidak
seperti kali terakhir.
Dengan
hati-hati, dia bergeser dariku, dan ambruk di sisiku.
“Kita
berhasil” aku berbisik.
Matanya
terbuka. Dadanya masih terengah-engah , berusaha mendapatkan lebih
banyak udara ke dalam tubuhnya. Setelah beberapa saat, dia
berguling ke sisinya untuk menghadapku. Tak akan pernah ada pria
yang lebih baik darinya. Aku yakin itu.
“Ya,
kau baik-baik saja?” tanyanya.
“Ya”,
aku beringsut lebih dekat, mencari panas tubuhnya. Dia menyelipkan
lengan di pinggaku, menarikku masuk. Membiarkan ku tau apa yang dia
inginkan. Wajah kami hanya berjarak satu telapak tangan. “ini
jauh lebih baik dibanding kali terakhir. Kurasa aku menyukai sex”.
“kau
tidak tau betapa leganya aku mendengarnya”.
“apakah
kau gugup?”.
Dia
terkekeh mendekat. “tidak secemas dirimu. Aku senang kau
menikmatinya”.
“aku
menikmatinya. Kau adalah pria dengan banyak talenta”.
Senyumnya
memancarkan kilau tertentu.
“kau
tidak akan menyombongkan diri padaku, bukan? Atas semua permainan
kata yang sengaja dimainkan”.
“aku
tak akan berani. Aku mempercayaimu untuk membuatku tetap bertahan,
Mrs Ferris”.
“Mrs
Ferris, kataku , dengan sedikit takjub. “bagaimana dengan itu?”
“Hmmm”.
Jarinya membelai wajahku.
Aku
menangkap tangan kosongnya, memeriksanya. “kau tidak memiliki
cincin”.
“Tidak,
aku tak punya. Kita harus segera memperbaikinya”.
“Ya,
kita akan melakukannya”.
Dia
tersenyum “hei, Mrs Ferris”.
“Hei,
Mr Ferris”.
Tidak
ada cukup ruang bagiku untuk semua perasaan yang ku alami,
bahkan
tak ada yang cukup mendekati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar