Kami menghabiskan
sisa siang dengan kembali ke studio rekaman dengan Tyler dan Mal.
Ketika David sedang tidak bermain dia menarikku ke pangkuannya.
Ketika dia sibuk dengan gitarnya, aku mendengarkan dalam kekaguman
akan bakatnya. Dia tidak bernyanyi, sehingga tetap meninggalkan ku
dalam gelap akan liriknya. Tapi musiknya begitu indah walaupun
masih mentah, semacam Rock n Roll. Mal tampak puas dengan Materi
baru ini, dia menghentakkan-hentakan kepalanya sepanjang waktu.
Tyler mengarahkan
di balik board megah yang berisi tombol- tombol dan membuat
panggilan cepat “ mainkan bagian lick nya lagi , Dave” suamiku
mengangguk dan jarinya bergerak ke fretboard, menciptakan sihir.
Pam sibuk sejak kami
di lantai atas , mulai membuka kardus-kardus. Ketika dia bergerak
untuk kembali menyelesaikan pekerjaannya di awal sore aku bergabung
bersamanya. Diminta ataupun tidak, ini tidak adil jika dia
mengerjakan pekerjaan ini sendirian. Ditambah, ini membuat senang
kebutuhan dalam diriku untuk mengorganisir. Aku menyelinap ke bawah
sekarang dan kemudian saat jam demi jam berlalu, mencuri ciumana,
sebelum kembali ke atas untuk membantu Pam lagi. David dan rekannya
tetap tenggelam dalam musik. Mereka naik ke atas hanya untu
mencari makanan atau minuman tetapi tergesa-gesa kembali ke studio.
“beginilah kalau
mereka sedang rekaman. Mereka lupa diri, terlalu tenggelam dalam
musik. Beberapa kali makan malam telah di lewati oleh Tyler karena
alasan lupa!” kata Pam, tangannya sibuk membuka kardus terakhir.
“ini pekerjaan
mereka, tetapi juga cinta pertama mereka”, dia melanjutkan,
membersihkan debu dari mangkuk bergaya asia. “Kau tau para
Pacar-pacar masa lalu selalu berkeliaran di sekitar, mabuk dan
menelpon mereka setiap saat, dan meminta mereka untuk datang?”
Aku tertawa.
“Bagaimana cara mu menghadapi untuk tidak menjadi prioritas
utama?”.
“aku harus
mencapai sebuah keseimbangan. Musik adalah bagian dari diri mereka
yang harus kau terima,Sayang. Melawannya tidak akan berhasil.
Pernahkah kau merasa sangat bersemangat akan sesuatu?”.
“Tidak”, jawabku
dengan jujur, menatap instrumen bersenar lainnya yang tak pernah aku
lihat bentuknya. Ada ukiran rumit yang mengelilingi lubang suara.
“aku menikmati kuliah. Aku suka menjadi seorang barista, itu
pekerjaan yang hebat. Aku sangat menyukai orang-orang. Tapi aku
tidak bisa bergantung pada kopi untuk sisa hidupku”, aku berhenti,
meringis. “Oh Tuhan, itu kata-kata Ayahku. Lupakan aku pernah
mengatakan itu”.
“kau bisa
menggantungkan hidupmu pada kopi seumur hidup mu, jika kau memilih
begitu”. Tapi terkadang butuh waktu untuk menemukan hal yang kau
sukai. Tak perlu terburu-buru. Aku dilahirkan di besarkan sebagai
seorang fotografer”.
“itu hebat”.
Pam tersenyum ,
tatapannya tampak jauh. “begitulah aku dan Tyler bertemu. Aku
pergi tour bersama band untuk beberapa hari dan Tyler ada diwaktu
itu. Dan aku berakhir dengan ikut tour keliling Eropa bersama
mereka. Kami menikah di Venice di hari terakhir Tour dan kami telah
bersama sejak saat itu”.
“itu cerita yang
sangat luar biasa”.
“Yeah “ Pam
mendesah. “Itu adalah waktu yang luar biasa”.
“Apakah kau kuliah
fotografi?”
“Tidak. Ayahku
yang mengajariku. Dia berkerja untuk National Geograpic. Dia
meletakkan kamera di tanganku saat umurku enam tahun dan aku menolak
untuk mengembalikannya. Dan keesokan harinya dia membelikanku kamera
bekas. Aku membawanya kemanapun aku pergi. Setiap kali aku melihat
dari balik lensa. Well, kau tau maksudku..... dunia terlihat masuk
akal ketika aku melihatnya dengan cara seperti itu, semuanya terlihat
indah, special”. Dia menarik keluar beberapa buku dari kardus, dan
meletakkan buku-buku itu rak yang menempel di tembok. Kami sudah
mengatus sebagian dari rak-rak itu dengan berbagai buku dan cindera
mata.
“kau tau, David
sudah mengencani banyak gadis selama bertahun-tahun. Tapi dia
terlihat berbeda denganmu, aku tak tau.... cara dia menatapmu,
kurasa itu luar biasa. Ini pertama kalinya dia membawa seseorang
kesini setelah enam tahun”.
“Kenapa tempat ini
kosong dalam waktu yang lama?”.
Senyum Pam
menghilang dan dia menghindari mataku. “Dia ingin tempat ini
adalah tempat untuk dia pulang ke rumah, tapi banyak hal berubah.
Band baru saja menjadi besar. Kurasa segala hal menjadi rumit. Dia
lebih bisa menjelaskan padamu dengan lebih baik”.
“Baiklah”
kataku, merasa tertarik.
Pam duduk kembali
dengan bertumpu pada pahanya, melihat ke sekeliling ruangan.
“Mendengarkanku mengoceh. Kurasa kita layak mendapatkan
istirahat”.
“Aku setuju”.
Hampir setengah dari
kardus-kardus itu telah terbuka. Isinya, kita tidak akan bisa
langsung memikirkan seperti rumah dengan menjejerkannya sepanjang
tembok. Sebuah sofa hitam besar mewah telah dikirimkan. Sofa itu
sesuai dengan rumah dan pemiliknya yang sempurna. Dengan berbagai
permadani, lukisan, dan instrumen yang berserakan, tempat itu hampir
terlihat seperti rumah. Aku bertanya-tanya aakah David akan langsung
menyetujui pengaturan ini. Dengan mudah, aku bisa membayangkan kami
akan menghabiskan waktu disini ketika aku sedang tidak ada kelas.
Atau mungkin liburan setelah selesai tur. Masa depan kami adalah hal
yang indah dan mempesona, dipenuhi dengan janji.
Namun , disini, dan
sekarang, aku belum bisa menelpon Lauren. Fakta membuatku merasa
bersalah. Menjelaskan situasi ini tidak menarik begitu pula harus
mengakui perasaanku yang tumbuh dengan cepat pada David.
“Ayo, kita pergi
membeli makanan di ujung jalan. Bar itu memiliki masakan iga terbaik
yang pernah kau rasakan. Tyler sangat tergila-gila dengan itu”.
Kata Pam.
“itu ide yang
brilian. Aku akan memberitahu David kemana kita pergi. Haruskah aku
berganti pakaian?” aku mengenakan jeans dan tank top hitam,
sepasang sepatu converse, satu-satunya sepatu yang bisa aku temukan
diantara barang-barang yang dibelikan Martha yang tidak berhak 4
inchi. Untuk sesaat, aku terlihat sepeti gadis Rock n Roll. Pam
mengenakan Jeans dan kaos putih, kalung turqois di lehernya. Secara
teori itu casual, tapi Pam adalah wanita yang nyentik.
“Pakaian mu baik
-baik saja”, ungkap nya. “tak perlu khawatir. Ini acara santai
saja”.
“Baiklah”.
Suara musik masih
mengalun di lantai bawah, ketika aku turun ke bawah pintu nya masih
tertutup dan lampu berwarna merah menyala. Aku bisa melihat Tyler
dengan Headphone terpasang, sibuk dengan konsol. Aku lupa mencharge
handphone ku saat semua pekerjaan barusan. Tapi aku tak memiliki
nomor David jadi aku pun tak bisa mengirim pesan padanya. Aku tak
ingin mengintrupsi. Akhirnya, aku meninggalkan note di kursi
dapur. Kami tidak akan pergi lama. David mungkin saja tidak akan
sadar.
Bar itu adalh bar
tradisional dari kayu denga sebuah jukebox besar dan tiga meja
biliar besar. Para staff meneriakkan “hallo” ke Pam saat kami
masuk. Tak seorangpun melirik kami, itu melegakan. Tempat ini
penuh. Terasa menyenangkan bisa berbaur dengan banyak orang, hanya
jadi bagian dari keramaian. Pam sudah memesan di depan, tapi pesanan
kami belum juga siap. Tampaknya dapur sedang sama sibuknya dengan
Bar. Kami memesan beberapa minuman dan duduk untuk menunggu. Ini
tempat yang bagus, sangat nyaman. Ada banyak sekali tawa dan musik
Country menggema dari jukebox. Jemariku berketuk mengikuti irama.
“Ayo menari”,
kata Pam, menggenggam tanganku dan menarikku keluar dari kursiku.
Dia menggeark-gerakkan kepala dan bergoyang saat aku mengikutinya
masuk ke keramaian lantai dansa.
Aku merasa bahagian
melepaskan semua. Sugarland berubah menjadi Miranda Lambert dan aku
mengangkat lenganku, bergerak mengikuti musik. Seorang pria
menghampiriku dari belakang dan menggenggam pinggangku tapi aku
mengambil langkah menghindar dan menggelengkan kepalaku sambil
tersenyum. Dia balik menyeringai padaku dan tetap menari, tidak
bergerak menjauh. Seorang pria memutar Pam dan dia berteriak,
membiarkan pria itu menariknya ke sebuh pegangan yang longgar.
Mereka tampak saling kenal.
Ketika seorang pria
di sampingku bergerak sedikit lebih dekat aku tidak memprotes. Dia
tetap menjada tangannya dan itu cukup bersahabat. Aku tak tau lagu
yang selanjutnya, tapi lagu itu memiliki irama yang bagus dan kami
tetap bergerak. Kulitku mulai dipenuhi peluh, rambutku menggantung
di wajahku. Kemudian Lgu Dierk Bantley di putar. Aku naksir berat
padanya sejak aku berumur dua belas tahun, tapi itu semua karena
rambut pirang nya yang indah dan tidak ada hubungannya dengan
musiknya. Cintaku padanya adalah hal yang memalukan.
Satu pria bergerak
menjauh dan pria yang lain mengambil posisinya, menyelipkam lengannya
ke pinggulku dan mencoba menariku. Aku meletakkan tanganku di dadanya
dan mendorongnya, memberinya senyum yang sama dan menggelengkan
kepala seperti yang kulakukan terakhir kali. Dia tampaknya hanya
setinggi aku, dibalik topi nya yang besar, tapi dia sangat kekar.
Dia memiliki dada yang sangat besar dan dia berbau aroma rokok.
“Tidak”, seruku,
masih mencoba untuk mendorongnya. “Maaf”.
“Tak usah meminta
Maaf, Darling”, dia berteriak di telingaku, dan mengetuk keningku
dengan pinggiran topinya. “menarilah denganku”.
“Ayo”.
Dia menyeringai dan
tangannya menepuk keras bokongku. Bajingan ini mulai
menggesek-gesekan diri ke tubuhku.
“Hey!” aku
mendorongnya, tapi dia tetap bergeming.
“Darling”, si
bajingan itu mencondongkan tubuh untuk menciumku, menghantamku
hidungku dengan pinggiran topinya . Ini sakit. Aku juga membencinya.
Andai aku bisa menggerakkan kakiku diantara luttutnya dan
menghantam selangkangannya, aku bahkan bisa mengalahkannya atau
mungkin meninggalkannya merintih di lantai menangis memanggil ibunya.
Keduanya sama baiknya.
Aku mendorong kakiku
diatara kedua kakinya semakin dekat dengan tujuanku. Lebih dekat.
.....
“Lepaskan dia”,
David secara ajaib muncul dari kerumunan di samping kami, ototnya
menyembul di rahangnya. Oh sial, dia tampak siap membunuh.
“Tunggu
giliranmu”, koboi itu balas berteriak, mendorong pinggulnya ke
arahku. Tuhan, ini menjijikkan. Aku bisa muntah. Dan itu tidak
kurang dari apa yang pantas dia dapatkan.
David menggeram.
Kemudian dia meraih topi pria itu dan melemparkannya terbang ke
kerumunan. Pria itu berputar seperti piring dan tangannya menjauh
dariku.
Aku melangkah
kebelakang, dan akhirnya bebas. “David --”.
Dia melihatku
sesaat, koboi itu berayun. Tinjunya menghantam rahang David. Kepala
David tersentak ke belakang dan dia terhuyung. Koboi itu menukik
nya. Mereka mendarat dengan keras, tergeletak di lantai dansa.
Tinju dihantamkan. Kaki saling menendang. Aku hampir tidak bisa
melihat siapa yang melakukan apa. Orang-orang membentuk lingkaran di
sekeliling mereka, mengawasi. Tidak ada yang melakukan sesuatu untuk
menghentikannya. Darah muncrat, dan menyembur ke lantai. Pasangan
itu berguling dan mendorong dan David keluar sebagai yang diatas.
Kemudian secepat itu pula dia jatuh ke samping. Denyut nadiku
berdebar dibelakang telingaku. Kekerasan itu mengejutkan. Nathan
sering terlibat perkelahian sepulang sekolah. Aku membencinya, Darah
dan kotoran , kemarahan yang tak beralasan.
Tapi aku ha nya bisa
berdiri, mematung dalam dingin. Aku tak bisa melakukan apapun.
Sebuah tangan yang
kuat meraih tanganku, menghentikan gerakan majuku.
“Jangan”, kata
Mal.
Kemudian dia dan
beberapa orang lain masuk. kelegaan mengalir dalam diriku. Mal dan
Tyler memisahkan David dan si koboi. Beberapa orang yang lain
menahan si bodoh yang berwajah berdarah yang mengomel tentang
topinya. Dasar tolol.
Mereka mengusir
David dari Bar, menyeretnya ke belakang. Melalui pintu depan dan
menuruni tangga mereka membawanya ketika kaki David masih sibuk
menendang-nedang berusaha untuk kembali masuk. Dan dia terus melawan
sampai mereka melemparkan dia masuk ke jeep besar Mal
“Hentikan”, Mal
berteriak di wajah David. “ini sudah selesai”.
David merosot di
kendaraan. Darah merembes dari satu lubang hidungnya. Rambutnya yang
gelap menggantung diwajahnya. Bahkan dalam bayang-bayang dia
terlihat bengkak, cidera. Tidak ada separuh dari orang itu, tapi
tetap saja.
“apakah kau
baik-baik saja?” aku melangkah mendekat untuk melihat seberapa
parah lukanya. “Aku baik-baik saja”, katanya, bahunya masih naik
turun saat dia melihat ke tanah. “ayo pergi”.
Bergerak lambat,
dia berbalik dan membuka pintu samping penumpang, memanjat masuk.
Dengan gumaman selamat tinggal, Pam dan Tyler menuju mobil mereka
sendiri. Beberapa orang berdiri di tangga masuk Bar, mengawasi.
Satu orang memegang tongkat baseball seolah-olah dia berharap masalah
berlanjut.
“Ev, masuk ke
mobil”, Mal membuka pintu kursi belakang dan mengantarku masuk.
“ayo polisi bisa saja datang atau malah lebih buruk”.
Yang lebih buruk
adalah pers. Aku tau itu sekarang. Mereka akan mengalami semua ini
dalam waktu singkat.
Aku masuk ke mobil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar