Kamis, 28 Juni 2018

LICK 15

Lutut David terus bergoyang-goyang sepanjang jalan menuju LA. Ketika aku meletakkan tanganku ke kakinya, dia meraih tanganku memainkan cincin kawinku , memutar-mutar di jariku. Tampaknya kami berdua khawatir, mengingat situasi yang terjadi.
Aku tak pernah naik helikopter sebelumnya. Pemandangannya spektakuler , tapi bising dan tidak nyaman-- aku bisa melihat kenapa orang lebih memilih pesawat. Rangkaian lampu-lampu, dari lampu jalanan ke rumah-rumah sampai ke menara-menara tinggi yang menyala di LA. Segala sesuatu tentang situasinya telah berubah, tapi aku tetaplah gumpalan energi yang sama yang membutuhkan tidur yang aku lewatkan di Portland, tidak punya begitu banyak hari kembali. Mal sudah melemparkan diri ke pojokan, memejamkan mata, dan tidur. Tidak ada yang membuatnya terganggu. Tentu saja, tidak ada alasan untuk ini. Dia adalah bagiam dari band, terkait dengan kehidupan David.
Kami mendarat mendekati pukul empat pagi, terjebak dalam penundaan keberangkatan. Sam si pengawal telah menunggu di landasan helikopter dengan wajah profesional.
“Langsung pulang, terima kasih, Sam”, kata David. Rumahnya bukan rumahku. LA tidak memiliki kenangan indah untukku.
Lalu kami berlindung dalam kemewahan, terkunci dibelakang jendela yang gelap. Aku kembali duduk di kursi empuk, mataku menutup. Ini sedikit mengejutkanku, aku bisa sangat lelah sekaligus khawatir.
Kembali ke rumah, Martha menunggu, bersandar di pintu depan, terbungkus syal merah yang tampak mahal. PA- David ini memberiku semua perasaan buruk. Tapi aku berniat menyesuaikan diri saat ini. David dan aku bersama. Persetan dengan dia, dia harus beradaptasi. Rambutnya yang gelap bersinar, menjuntai di pundaknya, tidak sehelaipun keluar dari tempatnya. Tak diragukan lagi aku tampak seperti seseorang yang terjaga sepanjang hari.
Sam membuka pintu SUV dan mengulurkan tangan. Aku bisa merasakan mata Martha membulat ketika dia melihat David mengalungkan lengannya padaku, menjagaku tetap dekat. Wajahnya sekeras batu. Tatapan yang dia berikan padaku adalah racun. Apapun masalahnya, aku terlalu lelah untuk berurusan dengan mereka.
“Martie”. Mal berseru, berlari menaiki tangga untuk menyelipkan tangannya di pinggang Martha. “Bantu aku menemukan sarapan, oh cantik”.
“Kau tau dimana dapurnya, Mal”.
Penolakan singkat itu tidak menghentikan Mal dari menggeret dia pergi bersamanya. Beberapa langkah pertama Martha tersendat, tapi kemudian dia menenangkan diri sekali lagi, layaknya seperti di panggung. Mal telah membersihkan jalan. Aku bisa mencium kakinya.
David tidak mengatakan apapun saat kami berjalan menaiki tangga, langkah kami bergema dalam senyap. Ketika aku berbelok ke kamar putih , kamar yang terakhir kali aku tinggali. Dia mengarahkan ku kearah yang tepat sebagai gantinya. Di depan sepasang pintu ganda kami berhenti dan dia mengelurkan kunci dari sakunya. Aku memberinya tatapan ingin tau.
“Jadi aku memiliki masalah kepercayaan”, dia membuka kunci pintu.
Di dalam, ruangan itu sederhana, tidak memiliki barang-barang antik dan dekorasi mencolok seperti sisa rumah ini. Tempat tidur besar dengan seprei abu-abu gelap. Sofa yang nyaman yang serasi. Banyak gitar. Sebagian besar, ruang kosong. Ruang baginya untuk bernapas, kurasa. Rungan ini terasa berbeda dengan bagian rumah lainnya, kurang mencolok, lebih tenang.
“tak apa, kau bisa melihat-lihat”, tangannya meluncur ke pangkal tulang punggungku, berhenti tepat di atas lekuk pantatku. “ini kamar kita sekarang”. Ujarnya.
Tuhan, kuharap dia tidak ingin tinggal disini secara permanen. Maksudku, aku harus masuk kuliah sebentar lagi. Kami belum benar-benat mendiskusikan dimana kami akan tinggal. Tapi memikirkan tentang Martha, Jimmy dan Adrian berada di sekitar setiap waktu membuatku panik. Pikiran negatif akan menelanku seutuhnya. Yang terpenting adalah bersama David. Berjuang bersama dan membuatnya berhasil.
Betapa mengerikannya, dipaksa untuk hidup dalam kelilingan kemewahan dengan suamiku yang luar biasa. Kasiannya aku. Aku butuh tamparan dan secangkir kopi. Atau tidur selama dua puluh empat jam . Entah yang mana yang akan berhasil.
Dia menarik tirai, menghalangi cahaya awal matahari terbit. “ kau terlihat kelelahan. Ayo berbaring denganku?”
“Itu, ummm.....ya, ide bagus. Aku perlu ke kamar mandi dulu”.
“Okay” David mulai melucuti pakaiannya, membuang jaket kulitnya di kursi malas, melepas kausnya. Aliran normal hormonku seketika menghilang karena tindakan itu.
Tenggelam dalam kegugupan. Aku lari ke kamar mandi, butuh semenit untuk menenangkan diri. Aku menutup pintu dan menyalakan lampu. Ruangan terang benderang, menyilaukanku. Kerlap-kerlip berkedip di depan mataku. Aku menekan sakelar secara acak sehingga akhirnya meredup menjadi cahaya lembut. Jauh lebih baik.
Bak putih raksasa yang tampak seperti mangkuk, dinding batu abu-abu dan partisi kaca bening. Sederhanya, itu mewah. Suatu hari mungkin aku akan terbiasa dengan ini, tapi aku berharap tidak. Mengambil begitu saja akan terasa buruk.
Mandi menenangkanku. Duduk di mangkuk sup raksasa pasti menyenangkan. Tapi aku tidak percaya diri untuk masuk ke dalamnya tanpa jatuh dengan bokongku lebih dahulu dan mememcahkan sesuatu. Tidak dalam keadaan yang terlalu letij dan zona luka yang sedang aku masuki.
Tidak, mandi dengan air hangat yang lama akan terasa sempurna.
Aku melepaskan sepatu flatku dan membuka kancing celana jeansku, menanggalkan pakaian dalam waktu singkat. Kamar mandi ini bisa muat untukku dan sepuluh orang teman dekatku. Air hangat mengepul keluar dari atas dan aku melangkah ke dalamnya, bersyukur. Air menumbuk dengan cara terbaik, membuat ototku lebih luntur dalam hitungan menit, membuatku rileks. Aku suka shower ini. Shower ini dan aku harus menghambiskan quality time lebih sering. Selain David, dan terkadang Mal, shower ini adalah hal terbaik di seluruh rumah ini.
Tangan David menyelinap dari belakang, menarikku mendekat kepadanya. Aku bahkan tak mendengarnya masuk.
“Hi”, aku bersandar padanya, mengangkat lenganku untuk mengalungkan ke lehernya. “kurasa aku jatuh cinta pada showermu”.
“kau menyelingkuhiku dengan shower? Damn, Evelyn, itu tidak sopan”. Dia mengambil sabun batangan dan mulai menyabuniku, menggosoknya di atas perutku, payudaraku dan dengan lembut diantara kakiku. Begitu busa sabun mencapai masa kritis, dia membantu air hangat untuk menyingkirkan gelembung. Tangannya yang besar meluncur ke atas kulitku, membawanya ke kehidupan, dan mengembalikan hormonku menjadi sepuluh kali lipat. Satu lengannya yang kuat melilit pinggangku. Namun, jari-jari tanngannya yang lain, berlama-lama di atas vaginaku, mengelus ringan.
“aku tau kau khawatir berada disini. Tetapi kau tak perlu cemas. Semuanya akan baik-baik saja” bibirnya menyapu telingaku seakan sihir yang dia kirimkan padaku berkerkja. Aku bisa merasakan diriku meleleh seperti air panas. Pahaku gemetar. Aku melebarkan kakiku, memberinya lebih banyak ruang.
“A-Aku tau”.
“ini dirimu dan aku melawan dunia”.
Aku tidak bisa menyembunyikan senyumku walaupun aku mencoba.
“istruku tercinta. Ayo jalan kesini”, dengan langkah hati-hati dia membalikkan kami, sehingga punggungnya berada di air. Aku menenkan tanganku ke dinding kaca. Ujung jarinya menggoda diantara bibir sex ku, membujukku agar terbuka. Tuhan, dia pandai dalam hal ini. “vaginamu adalah hal paling manis yang pernah aku lihat”.
Perutku mengembang gembira. “apa yang telah aku lakukan sehingga pantas mendapatkanmu, aku butuh melakukannya lebih sering”.
Dia terkekeh, mulutnya menempel di sisi leherku dan menghisap, membuatku mengerang. Aku bersumpah rungan ini berputar. Atau mungkin itu karena darahku mengalir deras. Secara pasti, pinggulku melengkung dengan kemauan mereka sendiri. Tapi dia tidak membiarkanku pergi terlalu jauh. Batangnya yang keras menekan bokongku dan punggung bawahku. Vaginaku mencengkram dengan tidak senang, merasa membutuhkan lebih.
“David”
“Hmmm”.
Aku mencoba untuk berbalik tapi dia melebarkan tangan di bagian tengahku untuk menghentikanku. “biarkan aku”.
“membiarkan mu apa? Apa yang kau inginkan, baby? Katakan padaku dan itu menjadi milikmu”.
“aku hanya ingin kamu”.
“kau mendapatkan ku. Aku diseluruh dirimu. Rasakan”. Dia menekan dirinya yang meneras padaku, memelukku erat.
“Tapi--”
“sekarang kita lihat apa yang akan terjadi ketika aku menggoda klitorismu”.
Gesekan seringan bulu membuatku semakin mabuk, semua berpusat di satu titik ajaib. Bukan kejutan besar dia bisa membawaku dalam kesempurnaan. Dia sudah membuktikannya beberapa kali. Dan cara dia menggesekkan dirinya padaku membuatku gila. Tubuhku sepenuhnya tau apa yang diinginkan dan itu bukanlah jari pintar sialannya. Aku menginginkan koneksi dengannya lagi.
“apa, sayang?”
“aku ingin kau didalam diriku”.
Dia memasukan jari ketubuhku, memijat area di belakang klitorisku dan membuatku melihat bintang-bintang. Masih saja, itu terasa salah, masih tidak cukup. Tidak lucu sedikitpun. Ini akan jadi tragedi jika aku harus membunuhnya, tapi dia mendorongku melakukannya.
“David. Please”.]
“Tidak enak?”
“aku mau kamu”.
“dan aku menginginkanmu. Aku tergila-gila padamu”.
“Tapi-”
“bagaimana jika aku membuatmu puas dengan kepala shower? Bukankah itu bagus?”
aku benar-benar menginjak kakiku, meskipun lututku gemetar. “Tidak”.
Pada saat itu suamiku tertawa dan aku membencinya.
“aku pikir kamu jatuh cinta dengan shower”.
Dia terpingkal-pingkal , sangat geli dengan dirinya sendiri dan semuanya.
Air mata frustasi benar -benar menggenang di mataku. “Tidak”.
“Kamu yakin? Aku sangat yakin aku ingat pernah mendengar mu mengatakannya”
“David, demi apapun, aku jatuh cinta padamu”.
Dia diam sepenuhnya. Bahkan jari yang tertanam dalam diriku berhenti bergerak. Hanya ada suara air yang jatuh. Kau akan berpikir bahwa kata-kata itu akan kehilangan kekuatanya. Bukankah kami telah menikah? Bukankah kami memutuskan untuk tetap menikah? Mengungkapkan kata C- seharusnya kehilangan pukulan mistisnya, mengingat situasi kami yang gila. Tetapi ternyata tidak.
Semuanya berubah.
Tangannya yang kuat membalik tubuhku dan mengangkatku, meninggalkan kaki ku menggantung di udara. Aku butuh sedetik untuk tau dimana aku berada dan apa yang terjadi. Aku menautkan kaki dan tanganku ke sekeliling tubuhnya untuk membuatku aman, berpegangan erat-erat. Wajahnya, ...aku tak pernah melihat ekspresi yang begitu keras dan penuh tekad seperti itu. Itu adalah sensasi yang aneh dan indah, memiliki dia di dalam diriku. Aku mengeliat, berusaha lebih nyaman, seketika jari-jarinya menyentuh pipiku.
“Fuck” dia mengerang.
“apa?”
“hanya, diamlah sebentar”.
Aku mengerutkan hidungku, berkonsentrasi untuk mengatur napas. Hal-hal tentang seks ini sangat sulit. Juga, aku ingin menghafal tiap momen dari pengalaman sempurna ini. Aku tak ingin melupakan apapun.
Dia menyeimbangkan punggungku dengan dinding kamar mandi dan mendorongku lebih dalam lagu. Suara kaget keluar dari mulutku. Paling dekat itu menyerupai “argh”
“Tenang”, dia berguman. “kau baik-baik saja?”
aku merasa sangat penuh. Melonggar. Dan itu mungkin terasa nikmat. Sulit untuk mengatakannya. Aku butuh dia untuk melakukan sesuatu sehingga aku bisa tau kemana sensasi baru ini membawaku. “apa kau akan bergerak sekarang?”
“jika kau sudah baik-baik saja sekarang”.
“aku baik-baik saja”.
Dia bergerak saat itu, memperhatikan wajahku. Gesekan keluar menerangiku denga rasa terburu-buru yang indah, tapi dorongan masuk langsung mendapatkan perhatianku. Whoa. Baik atau buruk , aku masih belum tau. Aku membutuhkan lebih banyak. Dia memberikan padaku, panggulnya bergeser ke arahku, menjaga kehangatan dan ketegangan. Darahku terasa panas, melonjak melalui ku, membakar di bawah kulitku. Aku memenuhi mulutku dengan dia, menginginkan lebih. Menginginkan semuanya. Kelembapan mulutnya dan keterampilan lidahnya. Keseluruhannya. Tidak ada yang mencium seperti David. Seakan menciumku bagaikan jantung yang berdetak kencang, makan, tidur dan hal lain yang dia rencanakan untuk dilakukan sepanjang hidupnya.
Punggungku menabrak dinding kaca dan gigi kami saling berdenting. Dia memecahkan ciuman dengan tatapan waspada, tetapi dia tidak berhenti bergerak. Lebih keras, lebih cepat, dia mengguncangku. Itu menjadi lebih baik dan semakin baik. Kami perlu melakukan ini sepanjang waktu. Selalu. Tidak ada hal yang penting ketika kami seperti ini. Setiap kekhawatiran menghilang.
Ini sangat nikmat. Dia adalah semua yang aku butuhkan.
Kemudian dia menghujam beberapa titik di dalam diriku, dan seluruh tubuhku teriris iris, saraf kesemutan dan ketergesaan. otot-ototku meremas dia erat-erat dan dia mendorong dalam beberapa kali secara berurutan. Dunia gelap atau aku yang menutup mata. Tekanan dalam diriku hancur menjadi sejuta keping yang menakjubkan. Itu terus dan terus. Pikiranku meninggalkan stratosfer , aku yakin itu. Semuanya berkilauan. Jika rasa itu yang juga di rasakan David, aku tidak tau bagaimana dia tetap berdiri. Tetapi dia melakukannya. Dia berdiri kuat dan utuh dengan aku yang mencengkram erat-erat seperti dia yang tidak pernah membiarkan ku pergi.
Akhirnya, kira-kira satu dekade kemudian, dia menjatuhkanku. Tangannya melayang di pinggangku, untuk berjaga-jaga. Setelah anggota tubuhku terbukti dapat di percaya, dia memutarku untuk menghadap air. Dengan tangan yang lembut, dia membersihkanku diantara kedua kakiku. Aku tidak mengerti awalnya apa yang dia rencanakan dan mencoba mundur. Menyentuh apapun yang ada disana tidak terlihat seperti ide yang cerdas.
“Tidak apa-apa”, katanya, menarikku kembali dalam guyuran air. “percayalah padaku”.
Aku berdiri diam, tersentak karena naluri. Dia tidak melakukan apapun selain merawatku. Seluruh dunia tampak aneh, semuanya terlalu dekat dan sekaligus disangga dalam waktu yang bersamaan. Keletihan dan orgasme terbaik yang pernah aku rasakan telah membuatku khawatir.
Selanjutnya dia mengulurkan tangan, dan mematikan air, melangkah keluar dan mengambil dua handuk. Satu diikatkan di pinggangnya, satu untuk menepukku kering.
“itu nikmat , bukan?” aku bertanya saat dia mengeringkan rambutku, merawatku. Tubuhku masih merinding dan bergetar.sepertinya itu pertanda bagus. Dunia ku telah terkoyak dan dibentuk kembali dalam bentuk hal cinta-cintaan yang berkilau nyata. Jika dia barkata kalau itu hanya okay aku mungkin akan memukulnya.
“itu sungguh sangat luar biasa”, dia mengoreksi, menarik handuk dan melemparkannya ke meja kamar mandi.
Bahkan seringaiku pun bergetar. Aku melihatnya di kaca. “Ya. Tadi sangat luar biasa”.
Bergandengan tangan kami berjalan kembali ke kamar tidur. Telanjang di depannya tidak terasa aneh sama sekali. Tidak ada keraguan, dia membuang handuknya dan kami naik ke tempat tidur, secara alami, saling tertarik ke tengah dan menghadap satu sama lain. Kami berdua berbaring miring, bertatap muka. Aku bisa mengalami koma, aku sangat lelah. Sayang sekali aku harus menutup mata ketika dia berbaring disana di depanku. Suamiku.
“kau mengumpatku”, ujarnya, matanya geli.
“iya kah?”
tangannya berhenti di pahaku, ibu jarinya bergeser ke depan dan kebelakang di atas tulang pinggulku. “mau berpura-pura tidak ingat akan apa yang kau katakan? Sungguh?”
“Tidak. Aku ingat”. Meskipun aku tidak bermaksud mengatakannya, baik kata-kata makian atau pernyataan cinta. Tapi aku harus. Waktunya wanita dewasa. “aku berkata aku jatuh cinta padamu”.
“mmm. orang-orang mengatakan hal seperti itu saat berhubungan sex. Itu memang terjadi”.
Dia memberiku jalan keluar tapi aku tak bisa menerimanya. Aku tidak akan menerimanya. Tidak peduli betapa menggelikannya. Aku tak ingin menghilangkan momen seperti itu.
“aku jatuh cinta padamu”, kataku, merasa canggung. Sama seperti saat aku mengatakan aku mempercayainya, dia akan meninggalkanku disini juga. Aku tau itu.
Tatapannya melayang di wajahku, sabar, dan baik hati. Itu menyakitkan. Sesuatu di dalam diriku terasa rapuh dan dia membawanya langsung ke inti. Cinta membuat segalanya terlihat masuk akal. Landasan Lompatan dan gulat beruang tidak jauh di belakang. Tapi ini sudah terlalu, terlalu telat untuk khawatir. Kata-kata itu sudah ada di luar sana. Jika cinta adalah kebodohan maka biarkanlah. Setidaknya , aku telah jujur.
Dia membelai wajahku dengan punggung jarinya. “itu hal yang indah untuk di katakan”.
“David, tak apa-apa--”
“kau sangat penting bagiku”, katanya menghentikanku. “aku ingin kamu tau itu”.
“Thanks” ouch, bukanlah kata-kata yang ingin aku dengar setelah aku mengungkapkan cinta padanya.
Mengangkat satu siku, dia membawa bibirnya ke bibirku, menciumku dengan penuh perasaan. Membelai lidahku dengan lidahnya, dan menguasaiku. Tak ada ruang untuk khawatir.
“Aku membutuhkanmu lagi” dia berbisik, berlutut di antara kakiku.
Kali ini kami bercinta. Tak ada kata-kata lain untuk itu. Dia mengayunku dengan langkahnya sendiru, menekan pipinya ke pipiku, menggarukku dengan janggutnya. Suaranya terus dan terus membisikan rahasia di telingaku. Bagaimana tak pernah ada orang yang tepat untuknya. Bagaimana dia ingin seperti ini selama mungkin. Keringat menetes dari tubuhnya, melindas kulitku sebelum meresap di sprei. Dia menjadikan dirinya bagian permanen dari diriku. Itu adalah kebahagian. Manis lembut dan lambat. Secara perlahan melambat menuju akhir.
Rasanya seperti berlangsung selamanya. Aku berharap itu terjadi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

STUCK UP SUIT Chapter 8

GRAHAM AKU TIDAK MENDENGAR KABAR NYA SEPANJANG HARI di hari sabtu, dan tidak seperti yang aku harapkan juga. Soraya Venedetta san...