Sabtu, 06 Januari 2018

Bound by Honor Part 9b

Aku membujuk Romero untuk makan malam di restoran yang menurut Google maps hanya berjarak lima menit dengan berjalan kaki dari alamat yang diberikan Cosima padaku. Ketika Romero sedang di kamar mandi tamu, aku memanfaatkan kesempatan itu untuk mengambil pistol kecil yang Luca simpan di laci bagian atas walk in closet. Aku menyadarinya ketika aku membereskan koperku dan menaruh barang-barangku ke laci. Aku menyembunyikan senjata itu di kantong bagian sampingku. Walaupun aku tidak memiliki banyak pengalaman tentang senjata, aku tau cara menggunakannya secara teori. Lebih baik aman daripada menyesal.

**
jam sudah menunjukan pukul 9 lewat lima belas. Romero dan aku baru saja menyelesaikan makanan kami, saat aku berdiri menuju kamar mandi. Romero mendorong kursinya dan hampir berdiri.
Aku melotot. “kau tidak akan mengikutiku sampai ke kamar mandi. Apa kau pikir aku akan tersesat ? Orang-orang akan penuh tatapan menyelidik. Tidak ada yang tau siapa aku disini. Aku akan aman”.
Romero kembali duduk. Kamar mandinya melewati sebuah sudut, lebih dekat ke pintu dibanding ke meja kami. Aku menyelinap keluar dari restoran, mengambil sandal dari tas ku dan mengenakannya. Dan aku bergegas menuju ke alamat tersebut. Perlu setidaknya lima menit sebelum Romero berani menuju kamar mandi dan mudah- mudahan lebih lama lagi sebelum dia masuk untuk memeriksa.
Ketika aku tiba disebuah bangunan batu-bata , aku ragu-ragu. Tak ada resepsionis, hanya koridor dan tangga curam. Lalu aku menarik napas panjang dan masuk. Kuncinya mengatakan bahwa apartemen ini berada di lantai tiga. Aku menaiki lift yang tersembunyi disudut gelap belakang tangga. Selama naik, keraguan mengalahkanku. Mungkin seharusnya aku tidak menuruti surat itu. Lift berhenti dan pintu berderak terbuka. Mataku melesat ke tombol yang mengarahkan ku kembali ke lantai dasar tapi aku malah melangkah keluar dan menemukan pintu apartemen. Pintunya tidak sepenuhnya tertutup.
Jantungku berdebar ketakutan. Ini sepertinya ide yang buruk, tapi rasa penasaran mengalahkan rasa khawatir. Aku membuka pintu dan mengintip ke dalam. Ruang tamu itu gelap dan kosong, tapi cahaya datang dari ruangan lain. Aku meletakkan tanganku di pistol yang ada di tasku, lalu merayap masuk, tapi membeku saat aku mendengar seorang wanita berteriak. “Yaaa, Lebih Keras”.
Ketakutan menetap dalam diriku saat aku mengikuti arah suara itu. Aku pernah mendengar suara seperti itu sebelumnya. Cahaya itu tampak keluar dari pintu yang terbuka. Aku berhenti di depannya, ragu-ragu. Aku masih bisa berbalik dan berpura-pura tidak pernah menerima surat itu. Erangan yang lain keluar dari ruangan dan aku mengintip ke dalam. Panas menyengat wajahku, lalu sepenuhnya mengalir keluar dari tubuhku sepenuhnya. Grace Parker berlutut dengan lengan dibawah ranjang, sementara Luca menyetubhinya dari belakang. Hentakan tubuh Luca yang menghantam pantat Grace memenuhi kesunyian, hanya terkadang terganggu dengan tangisan dan erangan kenikmatan. Mata Luca tertutup saat jari-jarinya menyentuh punggul Grace dan dia menabrakannya lagi dan lagi. Grace menoleh untuk menatap mataku, dan tersenyum penuh kemenangan. Rasa pahit mengalir ditenggorokanku. Jadi inilah yang dilakukan Luca dua malam terakhir.
Untuk sesaat yang gila, aku mempertimbangkan untuk mengambil pistol dan menembakkan ke kepalanya. Aku tak akan menembaknya bahkan jika aku menginginkannya. Aku bukan Mafia. Aku bukan Luca. Bahuku merosot dan aku mundur selangkah. Aku harus pergi. Mata Luca melesat terbuka, tangannya meraih pistol ditempat tidur disampingnya tapi kemudian dia menemukanku. Dia tersentak lalu membeku.
“Ada apa Luca?” tanya Grace, sambil menggoyangkan pantatnya. Dia masih terkubur dalam tubuh Grace. Luca dan aku saling bertatapan dan aku bisa merasakan air mata menetes dari mataku.
Aku berbalik dan berlari. Aku harus pergi. Pada saat aku melangkah keluar dari lift di lantai dasar, aku mulai gemetar , namun aku tidak berhenti. Aku bergegas keluar hampir menabrak Romero yang pasti mengikuti GPS ponselku. Dia terhuyung ke belakang, menatap wajahku, lalu ke gedung, dan matanya melebar. Dia tau. Semua orang sepertinya tau kecuali diriku yang tolol.
Aku menyerbu pergi, berlari lebih ceppat dari yang pernah aku lakukan seumur hidupku. Ketika aku menyebrang jalan menuju stasiun bawah tanah, aku melihat Luca dengan kemeja dan celana yang tak terkancing terhuyung-huyung keluar dari pintu. Romero sudah mengejarku.
Tapi aku bergerak cepat. Bertahun-tahun berlatih di treadmill akhirnya terbayar. Aku menaiki tangga, mencari cari kartu Metro milik adik perempuanku dan aku telah membelinya sebelum pesta pernikahanku setelah kami memaksa Umberto untuk menunjukan kereta bawah tanah kepada kami. Aku berhasil masuk ke pintu kereta bawah tanah yang hampir tertutup. Aku bahkan tak yakin kemana arahnya. Tapi saat aku melihat Luca dan Romero menuju jalur, yang terpenting hanyalah kereta ini membawaku pergi. Menjauh dari senyum kemenangan yang Grace berikan padaku, jauh dari suara tubuh Luca yang menumbuk pantatnya, dari pengkhianatan Luca.
Pada malam pernikahanku aku memberitahu Luca aku tidak membencinya. Kuharap dia bertanya lagi padaku hari ini. Aku duduk di kursi yang kosong, tapi aku masih gemetar. Kemana aku akan pergi.
Aku tak bisa melarikan diri. Luca mungkin telah mengirim orang-orangnya setelah kepergianku. Aku tertawa terbahak-bahak, dan dihadiahi tatapan anaeh dari penumpang lain. Apa yang mereka ketahui? Mereka adalah orang yang bebas.
Aku meraih ponselku dan memanggil Gianna. Dia menjawab di dering kedua. “Aria?”.
“Aku memergoki Luca ditempat tidur dengan Grace”. Banyak orang melihat kearahku. Apakah itu ada bedanya? Mereka tidak tau siapa aku? Pesta pernikahan yang diumumkan di koran tidak megikutsertakan foto ku. Aku benar-benar tidak membutuhkan perhatian lain.
“Sialan!”.
“Yeah”. Aku turun di stasiun selanjutnya saat aku mulai menceritakan keseluruhan cerita pada Gianna. Aku dengan cepat keluar dari stasiun bawah tanah karena kemungkinan ini adalah tempat pertama kali dimana mereka mencariku. Akhirnya aku berhenti ditempat yang ramai dan gelap dimana burger dan bir dijual. Aku memesan Coke dan Burger, meski aku tak berniat minum ataupun makan.
“Dimana dirimu sekarang?” tanya Gianna.
“Di suatu tempat, aku bahkan tak tau dimana. Di semacam, restoran”.
“Hati-hati”. Aku tak mengatakan apapun. “Apakah kau sedang menangis”.
Ya, dan sekali lagi aku hanya terdiam.
“Jangan menangis. Jangan menangis disaat aku tak ada di dekatmu untuk menghibur serta menendang pantat sialan Luca. Bajingan sialan. Kau belum tidur dengannya , kan?”.
“Tidak, belum. Mungkin karena itu lah dia menyelingkhiku”.
“Jangan mencoba menyalahkan dirimu sendiri, Aria. Pria yang baik akan tetap menjaga penisnya di dalam celana atau menggunakan tangannya”.
Burger dan Cola tiba, dan aku mengucapkan terima kasih pada pelayan yang berlama-lama disamping mejaku selama beberapa detik, tatapannya menahan air mataku. Aku memberinya senum, dan akhirnya dia mengerti maksudku dan pergi.
“Apa yang akan kamu lakukan sekarang? Apakah kau berpikir untuk kembali ke rumah?”
“Apa kau pikir ayah akan membiarkanku meninggalkan Luca karena dia menyelingkuhiku? Ayah telah memiliki gundik selama bertahun-tahun”. Luca juga tak aka mengijinkannya. Aku adalah miliknya, karena Romero tak pernah berhenti mengingatkanku.
“Semua laki-laki itu babi”.
“Aku tak bisa melupakan tatapan yang diberikan Grace padaku. Dia tampak seakan menang”.
“Dia ingin kau melihatnya, dia ingin mempermalukanmu”. Gianna terdiam. “Kau adalah istri Capo dei Capi masa depan. Jika seseorang mempermalukanmu. Itu otomatis mempermalukan Luca”.
“Yah, dia sibuk membantu mempermalukanku”.
Gianna mendengus. “aku berharap penisnya lepas”.
“Aku tidak menahan napasku”.
“Aku bertaruh Romero mendpatkan tendangan di pantat . Karena dia membiarkanmu lepas. Balasan yang setimpal untuknya”.
Aku hampir merasa kasihan pada Romero, tapi kemudian aku mengingatkan pada diriku sendiri bahwa dia sudah tau tentang Grace selama ini. Itu semua tertulis diwajahnya. Tuhan, berapa banyak orang yang tau? Apakah mereka semua menertawakanku di belakang punggungku”.
“Apa kau sedang berbicara dengan Aria?” aku bisa mendengar suara Lily yang antusias di latar belakang. “bukan urusanmu. Keluar dari kamarku, dasar penyusup cilik”.
“Aku juga ingin berbicara padanya! Dia kakak ku juga!”.
“Tidak sekarang. Ini rahasia”. Ada teriakan , dan pintu yang dibanting, diikuti dengan suara gedoran pintu. Hatiku menghangat dan aku tersenyum. Itu semua adalah hidupku masa yang lalu. Sekarang aku hanya punya suami tukang selingkuh tempat ku kembali.
“jadi bagaimana sekarang?” tanya gianna akhirnya.
“Sejujurnya aku tidak tau”. Aku membayar dan meninggalkan restoran, kembali berkeliaran di jalanan. Jalanan sudah gelap tapi masih penuh sesak dengan orang-orang yang dalam perjalanan pulang dari makan malam , atau dalam perjalanan ke klub atau bar.
“Kau tak bisa membiarkan dia memperlakukanmu seperti itu. Kau harus melawan”.
“Aku tak tau apakah melawan Luca adalah sesuatu yang ingin aku lakukan”.
“Apa yang bisa dia lakukan padamu? Kau bukan musuhnya, ataupun anak buahnya, dan dia bilang tak akan bertarung dengan wanita, dia tidak akan memaksakan dirinya padamu. Kemungkinan nya hanyalah dia hanya akan menguncimu di kamar tanpa memberi makan malam”.
Aku menghela napas.
“Mungkin kau juga harus berselingkuh seperti dia. Pergilah ke club, cari pria hot, lalu tidurlah dengannya”.
Itu semua akan berakhir dengan baik oleh Luca. “Luca akan membunuhnya. Aku tak ingin ada darah ditanganku”.
“lalu lakukanlah sesuatu yang lain. Aku tak peduli selama itu bisa membalas Luca atas apa yang dia lakukan padamu. Kemungkinan dia akan terus menyelingkuhimu. Lawan “.
namun Gianna adalah seorang pejuang. Dan aku lebih suka mengatur taktik. “aku harus menyingkirkan ponsel ini sekarang. Aku butuh sedikit lebih banyak waktu untuk berpikir, dan aku tak mau Luca melacakku”.
“Hubungi aku sesegera yang kau bisa. Tak peduli jam berapa pun. Jika aku tak mendengar kabarmu sampai besok pagi, aku tak peduli, aku harus terbang ke New York”.
“Okay, Love You”. Sebelum Gianna bisa berkata apapun lagi. Aku mematikan handphone, menonaktifkannya dan melemparkannya ke tong sampah terdekat sebelum berjalan tanpa tujuan. Satu-satunya hal yang membuatku terus berjalan adalah bayangan Luca yang menggila karena tidak bisa menemukanku. Dia benci jika tidak bisa memegang kendali. Dan sekarang aku menyelinap menjauh darinya. Aku berharap bisa melihatnya.
Aku membeli kopi dan jari jariku menggenggam cangkir kertas yang hangat saat aku bersandar di bagian luar kedai kopi dan mataku mengembara karena semakin sedikitnya orang yang lewat. Setiap kali orang berjalan melewtiku, berpegangan tangan,berciuman, tertawa, dan jatuh cinta, dadaku menegang. Mataku memerah karena kelelahan dan tangisanku tadi. Aku sangat lelah.
Aku memanggil taksi dan membiarkannya membawaku ke gedung apartemen kami.saat aku melangkah ke lobi, resepsionis segera mengaangkat gagang telepon. Anjing yang baik, aku ingin mengatakan itu. Sebagai gantinya aku menggerakan mulutku menjadi senyuman dan melangkah ke lift, lalu menyelipkan kartu itu hingga lift membawaku ke lantai yang tepat. Aku sudah hampir tenang sekarang, setidaknya dari luar. Apakah Luca ada di Penthouse? Atau apakah dia sedang memburuku? Atau mungkin dia kembali ke pelacurnya dan membiarkan anak buahnya melakukan pekerjaan untuknya. Ketika aku terbangun dengan tangan Luca memelukku, atau saat dia menciumku, aku akan membiarkan diriku percaya bahwa mungkin aku bisa membuatnya mencintaiku. Ketika kami makan malam bersama, aku berpikir mungkin aku bisa jatuh cinta padanya.
Aku memasuki Penthouse. Romero ada disana dan praktis merosot lega. “Dia ada disini”. Katanya di telepon, lalu mengangguk sebelum mengakhiri telepon.
“Dimana Luca? Kembali ke pelacurnya?”.
Romero mengerutkan kening. “Mencarimu”.
“Aku terkejut dia cukup peduli. Dia bisa saja mengirimu atau para anjing-anjing lapar nya yang lain. Lagian kau pasti menuruti semua yang dia katakan. Bahkan menutup-nutupi saat dia menyelingkuhiku”. Romero tidak mengatakan apapun. Aku tak yakin mengapa aku mencacinya.
Aku berjalan pergi.
“kau mau pergi kemana?”
“aku akan melepas baju dan mandi. Kalau kau ingin melihat, jadilah tamuku” Romero berhenti, tapi matanya mengikutiku menaiki tangga. Aku membanting pintu kamar tidur hingga menutup, lalu menguncinya sebelum masuk ke kamar mandi untuk mandi. Aku menyetel suhu setinggi mungkin yang masih bisa aku tolerir, tapi air ini tak mampu membasuh gambaran yang ada di otakku. Luca yang terkubur dalam tubuh Grace. Senyum Grace. Suara pinggul yang menghantam pantat Grace. Aku tak begitu yakin akan apa yang aku rasakan. Kekecewaan. Kecemburuan? Aku tidak memilih Luca, tapi dia adalah suamiku. Aku ingin dia setia padaku. Aku ingin dia hanya menginginkanku. Aku ingin cukup diriku.
Ada yang menggedor pintu kamar ketika aku keluar dari kamar mandi. Aku membungkus tubuhku dengan handuk dan keluar dari kamar mandi menuju kamar tidur.
“Aria, biarkan aku masuk!” ada kemarahan dalam suaranya, dia marah ?.
Aku menjatuhkan handuk dan mengenakan gaun tidur sutra di tubuhku.
“Aku akan mendobrak pintu ini, jika kau tidak membiarkanku masuk”.
Aku ingin melihat dia melakukannya. Mungkin dia akan membuat bahunya keseleo.
“Aria, buka pintu sialan ini!”.
Aku sudah terlalu lelah untuk terus bermain-main dengan dia, aku ingin hari ini berakhir. Aku ingin tidur untuk menghilangkan semua ingatan itu secara ajaib. Aku membuka kunci pintu, kemudian berbalik dan berjalan kembali menuju tempat tidur. Pintu membanting terbuka, menghantam dinding dan Luca bergegas masuk. Dia menggenggam lenganku dan kemarahan membakar tubuhku. Berani-beraninya dia menyentuhku setelah dia mencengkram bokong pelacur itu dengan tangannya?.
“Jangan sentuh aku!” jeritku, marah akan cengkramannya. Dia terengah-engah, matanya liar akan emosi. Rambutnya berantakan dan kemejanya tidak terkancing sempurna. Matteo berdiri diambang pintu, Romero dan Cesare beberapa langkah dibelakang.
“Darimana saja kau?” katanya dengan suara pelan, dia meraihku lagi, dan aku terhuyung ke belakang. “Tidak! Jangan pernah menyentuhku lagi. Jangan, ketika kau menggunakan tangan yang sama untuk menyentuh pelacur mu”.
Wajahnya menjadi amat kaku. “Keluar, semuanya Keluar sekarang!”.
Matteo berbalik dan dia dan kedua pria lainnya menghilang dari pandangan.
“Kemana saja kamu?”
“Aku tidak berselingkuh darimu jika itu yang kau khawatirkan. Aku tidak melakukan itu. Aku pikir kesetian adalah hal yang paling penting dalam sebuah pernikahan. Jadi kau bisa tenang sekarang, tubuhku masih milikmu”. Aku praktis meludahkan kata-kata terakhir, “Aku hanya berjalan keliling kota”.
“Kau berjalan berkeliling New York di malam hari sendirian?”.
Aku menatap matanya, berharap bisa melihat betapa aku membencinya karena apa yang kulihat, bagaimana sakitnya mengetahui bahwa dia tak menghormatiku sedikitpun. “kau tak berhak marah padaku, Luca. Tidak setelah apa yang kulihat hari ini. Anda berselingkuh dariku”.
Luca menggeram. “Bagaimana aku bisa selingkuh kalau bahkan kita belum memiliki pernikahan yang sebenarnya? Aku bahkan takbisa meniduri istriku sendiri. Apa kau pikir aku akan hidup seperti biksu sampai kau memutuskan bahwa kau bisa tahan dengan kedekatanku?”.
Dasar babi sombong. Dia dan ayahku memastikan diriku tidak pernah berbicara dengan lelaki lain sampai dengan pernikahan ku dengan Luca. “Demi Tuhan. Berani-beraninya aku berharap suamiku akan setia padaku? Berani-beraninya aku mengharapkan sedikit kesopanan dari seorang monster?”.
“Aku bukan monster. Aku memperlakukanmu dengan hormat”.
“Hormat?” suaraku meninggi. “aku memergokimu dengan wanita lain! Mungkin aku harus keluar, mencari sembarang pria untuk bersamaku dan membiarkan mereka menyetubuhiku di depan matamu. Bagaimana perasaanmu?”.
Tiba-tiba dia melemparku ke ranjang dan dia berada di atasku, tanganku dicekal di atas kepalaku. Terdorong rasa takut yang tercekat “lakukan. Ambil diriku, jadi aku bisa benar-benar membencimu”. Matanya adalah hal yang paling menakutkan yang pernah aku lihat.
Lubang hidungnya kembang kempis. Aku memalingkan mukaku dan memejamkan mata. Dia terengah engah, cengkramannya di pergelangan tanganku terlalu kencang. Jantungku berdegup kencang menghantam tulang rusukku saat aku berbaring tak bergerak dibawahnya. Dia bergerak dan menempelkan wajahnya di pundakku, melepaskan napas dengan keras. “Oh Tuhan, Aria”.
Aku membuka mataku, dia melepaskan pergelangan tanganku tapi aku tetap membiarkan tanganku diatas kepalaku. Perlahan dia mengangkat matanya. Kemarahan hilang dari wajahnya. Dia meraih pipiku dan aku mengelak. “ Jangan sentuh aku dengan dia masih ada pada dirimu”.
Dia bangkit. “Aku akan mandi sekarang, dan kita berdua akan tenang kemudian aku ingin kita untuk berbicara”.
“adakah yang tersisa untuk dibicarakan?”.
“kita. Pernikahan ini”.
Aku menurunkan lenganku. “kau menyetubuhi wanita lain di depan mataku hari ini. Apakah kau pikir masih ada kesempatan untuk pernikahan ini?”.
“Aku tidak ingin kau melihatnya.
“Kenapa? Sehingga kau bisa berselingkuh dengan tenam dan diam-diam dibelakangku?”.
Dia mendengus, dan mulai melepas kancing kemejanya satu per satu. “biarkan aku mandi. Kau benar. Aku tidak seharusnya tidak menghormatimu lebih jauh dengan menyentuhmu seperti ini”.
Aku mengangkat bahu. Saat ini aku tidak berpikir ingin dia menyentuhku lagi, tidak peduli berapa kalipun dia mandi. Dia menghilang ke kamar mandi. Dia mandi dalam waktu yang lama. Aku duduk di kepala ranjang, selimut ditarik hingga pinggul, saat Luca akhirnya muncul. Aku mengalihkan tatapan saat dia menjatuhkan handuknya dan memakai boxer, lalu dia menyelinap ke tempat tidur disampingku dengan punggung menghadap kepala tempat tidur. Dia tak mencoba menyentuhku. “apakah kau menangis?” dia bertanya dengan suara bingung.
“apa kau pikir aku tak peduli?”.
“Banyak wanita di dunia kita akan senang ketika suami mereka memiliki pelacur atau mengambil gundik. Seperti yang kau bilang, sangat jarang sekali pernikahan karena cinta. Jika wanita tak tahan dengan sentuhan suaminya, dia tak akan peduli suaminya memiliki selingkuhan untuk memenuhi kebutuhanya”.
Aku mengejek. “Kebutuhan nya”.
“Aku bukan orang baik, Aria. Dan aku tak pernah berpura-pura sebaliknya. Tak ada orang baik dalam mafia”.
Mataku terpaku ke tato dekat jantungnya. “Aku tau”. Aku menelan ludah. “tapi kau membuatku berpikir bahwa aku bisa mempercayaimu dan kau tak akan pernah menyakitiku”.
“aku tak pernah menyakitimu”.
Tidakkah dia sadar? “ini menyakitiku melihat mu bersama dia”.
Ekspresinya melembut. “Aria. Aku tidak mendapat petunjuk bahwa kau mau untuk tidur denganku. Kupikir kau akan senang jika aku tidak menyentuhmu”.
“kapan aku mengatakan seperti itu?”.
“ketika aku berkata aku menginginkanmu, kau menarik diri. Kau terlihat jijik”.
“kita sedang berciuman dan kau berkata kau ingin menyetubuhiku lebih dari wanita lain. Tentu saja, aku menarik diri. Aku bukanlah pelacur yang bisa kau pakai ketika kau merasa suka. Kau tidak pernah dirumah. Bagaimana mungkin aku bisa mengenalmu?” dia terlihat frustasi. Pria Mafia tampaknya lebih tida peka daripada pria normal. “apa yang kau pikirkan? Aku belum pernah melakukan apapun. Kau satu-satunya pria yang pernah aku cium. Kau tau itu sejak kita menikah. Kau dan ayahku bahkan memastikan itu, dan meskipun demikian kau mengharapkanku dari yang tidak pernah mencium pria manapun untuk mengangkangkan kakiku untukmu. Aku ingin semuanya perlahan-lahan. Aku ingin mengenalmu hingga aku bisa santai, aku ingin berciuman denganmu daan melakukan hal-hal lain terlebih dahulu sebelum tidur bersama”.
Pemahaman akhirnya terlihat diwajahnya. “hal-hal lain? Hal -hal lain apa?”
aku melotot. Aku tidak berniat untuk bercanda. “ini tak ada gunanya”.
“Tidak, Jangan”, dia memalingkan muka ku kembali ke arahnya,lalu dia menjatuhkan tangannya. Dia telah belajar. “aku mengerti. Bagi pria kali pertama bukanlah masalah yang besar, atau setidaknya untuk orang-orang yang aku kenal”.
“Kapan kali pertamamu?”.
“Aku berumur tiga belas tahun dan ayahku berpikir sudah saatnya aku menjadi pria sejati sejak aku sudah di inisiasi. 'kau tak bisa jadi seorang perawan dan pembunuh' itu yang dia katakan”. Luca tersenyum dingin. “Dia membayar dua pelacur kelas atas untuk menghabiskan akhir pekan denganku dan mengajariku semua yang mereka tau”.
“Mengerikan”.
“Ya, kurasa begitu”, kata Luca pelan. “Tapi aku adalah bocah remaja berusia tiga belas tahun yang ingin membuktikan dirinya. Aku adalah anggota termuda dari New York Familia. Aku tak ingin anggota yang lebih tua berpikir bahwa aku masih bocah. Dan aku merasa sangat senang saat akhir pekan usai. Aku ragu para pelacur itu terlalu terkesan dengan performaku tapi mereka berpura-pura bahwa aku adalah kekasih terbaik yang pernah mereka milikki. Ayahku kemungkinan membayar ekstra untuk itu. Aku mengetahui sedikit terlambat bahwa tidak semua wanita menyukai jika kau menyemburkan sperma mu di wajah mereka setelah mereka melakukan blowjob”.
Aku mengerutkan hidung dan Luca tertawa lepas. “Yeah”. Dia berbisik, lalu meraih sehelai rambutku, dan membiarkan meluncur dijarinya. Aku tak yakin mengapa dia selalu melakukan itu, “aku benar-benar khawatir malam ini”.
“khawatir kalau aku membiarkan orang lain memiliki apa yang menjadi milikmu”.
“Bukan”. Katanya tegas. “aku tau, kau setia. Permasalahan dengan The Bravta semakin meningkat. Jika mereka berhasil menangkapmu....” dia menggelengkan kepalanya.
“tidak”.
“tidak akan”.
Aku bergeser dari tangannya yang telah berpindah dari rambutku ke tenggorokanku. Aku tak menginginkan sentuhannya. Dia mendesah. “kau akan membuat ini benar-benar sulit, bukan?”.
Aku melotot
“aku minta maaf atas apa yang kau lihat hari ini”.
“tapi bukan atas yang kau lakukan”.
Dia tampak jengkel. “aku jarang meminta maaf. Saat akumengatakannya, aku serius”.
“mungkin kau harus lebih sering mengatakannya”.
Dia menarik napas dalam-dalam. “tak ada jalan keluar dalam pernikahan ini, baik untukmu ataupun untukku. Apakah kau benar-benar ingin menderita?”.
Dia benar. Tak ada jalan keluar. Dan walaupun ada,Untuk apa? Ayahku akan menikahkanku dengan pria lain. Mungin lelaki seperi suami Bibiana. Dan sekeras apapun aku ingin menyangkalnya, aku bisa membayangkan mengembangkan perasaan untuk Luca yang kulihat di restoran. Tidak akan terasa sesakit ini melihat dia dengan wanita itu, jika aku tak memiliki rasa. Saat dia menyentuh rambutku atau menciumku atau memelukku sepanjang malam, aku merasa diriku ingin jatuh cinta padanya. Aku berharap bisa membencinya sepenuh hati. Jika Gianna yang menggantikanku dulu, dia akan lebih memilih menjalani hidup membenci suaminya dan menjadi sengsara daripada memberi suaminya dan ayah kami kepuasan dengan menjadi peduli pada suaminya. “Tidak” kataku. “tapi aku tak bisa berpura-pura tidak pernah melihatmu dengan dia”.
“Aku tak mengharapkanmu melakukan itu, tapi ayo berpura-pura bahwa pernikahan kita dimulai hari ini. Awal yang bersih”.
“ini tak semudah itu. Bagaimana dengan dia. Malam ini bukan pertama kalinya kau dengan dia. Apakah kau mencintainya?” suaraku bergetar saat aku mengatakannya.
Luca melihat tentu saja. Dia menatapku seolah aku adalah teka-teki yang tak bisa dia pecahkan. “Cinta?, tidak aku tak punya perasaan untuk Grace”.
“Lalu kenapa kau tetap menemui dia? Sejujurnya”.
“Karena dia tau cara menghisap penis dan karena dia enak ditiduri. Cukup jujur?”.
Aku memerah. Luca menggosokan jarinya di pipiku. “aku suka ketika kau merona, ketika aku mengatakan sesuatu yang kotor. Aku tak sabar untuk melihatmu merona ketika aku melakukan hal-hal kotor padamu”.
Kenapa dia tidak bisa berhenti menyentuhku. “jika kau ingin membuat pernikahan ini berhasil, dan kau menginginkan kesempatan melakukan hal-hal kotor padaku, maka kau harus berhenti menemui wanita lain. Mungkin istri yang lain tak akan peduli, tapi aku tak akan membiarkan kau menyentuhku selama masih ada wanita lain”.
Luca mengangguk. “aku berjanji. Aku hanya akan menyentuhmu mulai sekarang”.
Aku mempertimbangkannya. “Grace tak akan menyukainya”.
“persetan dengan apa yang dia pikirkan?”.
“tidakkah ayahmu akan memberimu masalah?”.
“Kami membayar kampanye nya dan dia memiliki anak laki-laki yang mengikuti jejaknya yang membutuhkan uang kami segera. Apa yang dia pedulikan tentang anak perempuan yang tidak ada bagus-bagusnya selain berbelanja dan menikahi pria kaya?”. Hal yang sama bisa dikatakan untukku dan setiap wanita di dunia kami. Anak-anak lelaki bisa mengikuti jejak ayah mereka , mereka bisa menjadi anggota mafia. Aku masih ingat bagaimana senangnya ayah ketika dia mendapati bahwa anak ke-empatnya adalah laki-laki.
“Dia mungkin berpikir kau adalah pria itu”.
“kami tidak menikahi orang luar. Tak akan pernah. Dia tau itu, ini tidak seperti, hanya dia satu-satunya wanita yang aku tiduri”.
Aku menatapnya. “kau mengatakannya sendiri. Kau memiliki kebutuhan. Jadi bagaimana kau bisa mengatakan bahwa kau tidak akan menyelingkuhiku lagi segera jika kau bosan menungguku tidur dengan mu?”.
Luca memiringkan kepalanya, matanya menyipit karena berpikir. “apakah kau akan membuatku menunggu lama?”.
“kurasa kita berdua memiliki konsep yang berbeda tentang 'menunggu lama'”
“aku bukan pria yang penyabar. Jika lama berarti setahun...”.dia membungkuk. Aku tak bisa mempercayainya.
“apa yang kau ingin aku katakan,Aria? Aku membunuh dan memeras serta menyiksa orang. Aku adalah Boss dari orang-orang yang melakukan hal yang sama denganku ketika aku memerintahkan mereka, dan segera aku akan menjadi Capo dei Capi, pemipmpin dari organisasi kejahatan paling kuat di East Coast, dan mungkin juga US. Kau pikir aku akan menunggu sesuai keingananmu untuk malam pernikahan kita dan kau sekarang marah karena aku tak ingin menunggu berbulan-bulan untuk tidur dengan mu?”.
Aku memejamkan mataku. “aku lelah. Ini sudah malam”. Ini sudah sangat malam, malah sebenarnya sudah mendekati pagi.
“tidak”, kata Luca sambil menyentuh pinggangku. “aku ingin mengerti. Aku suamimu. Kau bukanlah gadis yang bisa memilih pria yang akan memilikimu. Apakah kau takut aku akan kasar padamu karena apa yang kau lihat hari ini? Aku tak akan, sudah ku katakn bahwa aku ingin kau menggeliat dibawahku dalam kenikmatan dan sementara itu mungki tidak akan terjadi di kali pertamamu, aku akan membuatmu orgasme sesering yang kau mau dengan lidah dan jariku sampai kau bisa mengalami puncak saat aku di dalammu, aku tak keberatan bermain lambat, tapi apa yang ingin kau tunggu?”.
Aku mengawasinya melalui mataku yang setengah tertutup. Untuk sesuatu yang tak akan pernah terjadi: bahwa dirimu akan bercinta denganku dan tidak meniduri ku layaknya kau adalah pemilikku. Sebagian diriku tak mau berkompromi, sebagian lagi berpikir aku harus melakukan itu ' cinta adalah harapan gadis yang masih lugu, sesuatu yang wanita tunggu-tunggu, ketika mereka terbagun di malam hari,dan sesuatu yang hanya akan mereka dapatkan dari anak-anak mereka. Pria tak punya waktu untuk gagasan seperti itu. “aku tak akan membuatmu menunggu berbulan-bulan,” kataku dan sebenarnya itu bukanlah hal yang ingin ku katakan, lalu aku tertidur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

STUCK UP SUIT Chapter 8

GRAHAM AKU TIDAK MENDENGAR KABAR NYA SEPANJANG HARI di hari sabtu, dan tidak seperti yang aku harapkan juga. Soraya Venedetta san...