Aku membujuk Romero untuk makan malam
di restoran yang menurut Google maps hanya berjarak lima menit dengan
berjalan kaki dari alamat yang diberikan Cosima padaku. Ketika
Romero sedang di kamar mandi tamu, aku memanfaatkan kesempatan itu
untuk mengambil pistol kecil yang Luca simpan di laci bagian atas
walk in closet. Aku menyadarinya ketika aku membereskan koperku dan
menaruh barang-barangku ke laci. Aku menyembunyikan senjata itu di
kantong bagian sampingku. Walaupun aku tidak memiliki banyak
pengalaman tentang senjata, aku tau cara menggunakannya secara teori.
Lebih baik aman daripada menyesal.
**
jam sudah menunjukan pukul 9 lewat lima
belas. Romero dan aku baru saja menyelesaikan makanan kami, saat
aku berdiri menuju kamar mandi. Romero mendorong kursinya dan hampir
berdiri.
Aku melotot. “kau tidak akan
mengikutiku sampai ke kamar mandi. Apa kau pikir aku akan tersesat ?
Orang-orang akan penuh tatapan menyelidik. Tidak ada yang tau siapa
aku disini. Aku akan aman”.
Romero kembali duduk. Kamar mandinya
melewati sebuah sudut, lebih dekat ke pintu dibanding ke meja kami.
Aku menyelinap keluar dari restoran, mengambil sandal dari tas ku dan
mengenakannya. Dan aku bergegas menuju ke alamat tersebut. Perlu
setidaknya lima menit sebelum Romero berani menuju kamar mandi dan
mudah- mudahan lebih lama lagi sebelum dia masuk untuk memeriksa.
Ketika aku tiba disebuah bangunan
batu-bata , aku ragu-ragu. Tak ada resepsionis, hanya koridor dan
tangga curam. Lalu aku menarik napas panjang dan masuk. Kuncinya
mengatakan bahwa apartemen ini berada di lantai tiga. Aku menaiki
lift yang tersembunyi disudut gelap belakang tangga. Selama naik,
keraguan mengalahkanku. Mungkin seharusnya aku tidak menuruti surat
itu. Lift berhenti dan pintu berderak terbuka. Mataku melesat ke
tombol yang mengarahkan ku kembali ke lantai dasar tapi aku malah
melangkah keluar dan menemukan pintu apartemen. Pintunya tidak
sepenuhnya tertutup.
Jantungku berdebar ketakutan. Ini
sepertinya ide yang buruk, tapi rasa penasaran mengalahkan rasa
khawatir. Aku membuka pintu dan mengintip ke dalam. Ruang tamu itu
gelap dan kosong, tapi cahaya datang dari ruangan lain. Aku
meletakkan tanganku di pistol yang ada di tasku, lalu merayap masuk,
tapi membeku saat aku mendengar seorang wanita berteriak. “Yaaa,
Lebih Keras”.
Ketakutan menetap dalam diriku saat
aku mengikuti arah suara itu. Aku pernah mendengar suara seperti itu
sebelumnya. Cahaya itu tampak keluar dari pintu yang terbuka. Aku
berhenti di depannya, ragu-ragu. Aku masih bisa berbalik dan
berpura-pura tidak pernah menerima surat itu. Erangan yang lain
keluar dari ruangan dan aku mengintip ke dalam. Panas menyengat
wajahku, lalu sepenuhnya mengalir keluar dari tubuhku sepenuhnya.
Grace Parker berlutut dengan lengan dibawah ranjang, sementara Luca
menyetubhinya dari belakang. Hentakan tubuh Luca yang menghantam
pantat Grace memenuhi kesunyian, hanya terkadang terganggu dengan
tangisan dan erangan kenikmatan. Mata Luca tertutup saat
jari-jarinya menyentuh punggul Grace dan dia menabrakannya lagi dan
lagi. Grace menoleh untuk menatap mataku, dan tersenyum penuh
kemenangan. Rasa pahit mengalir ditenggorokanku. Jadi inilah yang
dilakukan Luca dua malam terakhir.
Untuk sesaat yang gila, aku
mempertimbangkan untuk mengambil pistol dan menembakkan ke kepalanya.
Aku tak akan menembaknya bahkan jika aku menginginkannya. Aku bukan
Mafia. Aku bukan Luca. Bahuku merosot dan aku mundur selangkah.
Aku harus pergi. Mata Luca melesat terbuka, tangannya meraih pistol
ditempat tidur disampingnya tapi kemudian dia menemukanku. Dia
tersentak lalu membeku.
“Ada apa Luca?” tanya Grace,
sambil menggoyangkan pantatnya. Dia masih terkubur dalam tubuh
Grace. Luca dan aku saling bertatapan dan aku bisa merasakan air
mata menetes dari mataku.
Aku berbalik dan berlari. Aku harus
pergi. Pada saat aku melangkah keluar dari lift di lantai dasar, aku
mulai gemetar , namun aku tidak berhenti. Aku bergegas keluar hampir
menabrak Romero yang pasti mengikuti GPS ponselku. Dia terhuyung ke
belakang, menatap wajahku, lalu ke gedung, dan matanya melebar. Dia
tau. Semua orang sepertinya tau kecuali diriku yang tolol.
Aku menyerbu pergi, berlari lebih
ceppat dari yang pernah aku lakukan seumur hidupku. Ketika aku
menyebrang jalan menuju stasiun bawah tanah, aku melihat Luca dengan
kemeja dan celana yang tak terkancing terhuyung-huyung keluar dari
pintu. Romero sudah mengejarku.
Tapi aku bergerak cepat.
Bertahun-tahun berlatih di treadmill akhirnya terbayar. Aku menaiki
tangga, mencari cari kartu Metro milik adik perempuanku dan aku telah
membelinya sebelum pesta pernikahanku setelah kami memaksa Umberto
untuk menunjukan kereta bawah tanah kepada kami. Aku berhasil masuk
ke pintu kereta bawah tanah yang hampir tertutup. Aku bahkan tak
yakin kemana arahnya. Tapi saat aku melihat Luca dan Romero menuju
jalur, yang terpenting hanyalah kereta ini membawaku pergi. Menjauh
dari senyum kemenangan yang Grace berikan padaku, jauh dari suara
tubuh Luca yang menumbuk pantatnya, dari pengkhianatan Luca.
Pada malam pernikahanku aku
memberitahu Luca aku tidak membencinya. Kuharap dia bertanya lagi
padaku hari ini. Aku duduk di kursi yang kosong, tapi aku masih
gemetar. Kemana aku akan pergi.
Aku tak bisa melarikan diri. Luca
mungkin telah mengirim orang-orangnya setelah kepergianku. Aku
tertawa terbahak-bahak, dan dihadiahi tatapan anaeh dari penumpang
lain. Apa yang mereka ketahui? Mereka adalah orang yang bebas.
Aku meraih ponselku dan memanggil
Gianna. Dia menjawab di dering kedua. “Aria?”.
“Aku memergoki Luca ditempat tidur
dengan Grace”. Banyak orang melihat kearahku. Apakah itu ada
bedanya? Mereka tidak tau siapa aku? Pesta pernikahan yang
diumumkan di koran tidak megikutsertakan foto ku. Aku benar-benar
tidak membutuhkan perhatian lain.
“Sialan!”.
“Yeah”. Aku turun di stasiun
selanjutnya saat aku mulai menceritakan keseluruhan cerita pada
Gianna. Aku dengan cepat keluar dari stasiun bawah tanah karena
kemungkinan ini adalah tempat pertama kali dimana mereka mencariku.
Akhirnya aku berhenti ditempat yang ramai dan gelap dimana burger dan
bir dijual. Aku memesan Coke dan Burger, meski aku tak berniat minum
ataupun makan.
“Dimana dirimu sekarang?” tanya
Gianna.
“Di suatu tempat, aku bahkan tak tau
dimana. Di semacam, restoran”.
“Hati-hati”. Aku tak mengatakan
apapun. “Apakah kau sedang menangis”.
Ya, dan sekali lagi aku hanya terdiam.
“Jangan menangis. Jangan menangis
disaat aku tak ada di dekatmu untuk menghibur serta menendang pantat
sialan Luca. Bajingan sialan. Kau belum tidur dengannya , kan?”.
“Tidak, belum. Mungkin karena itu
lah dia menyelingkhiku”.
“Jangan mencoba menyalahkan dirimu
sendiri, Aria. Pria yang baik akan tetap menjaga penisnya di dalam
celana atau menggunakan tangannya”.
Burger dan Cola tiba, dan aku
mengucapkan terima kasih pada pelayan yang berlama-lama disamping
mejaku selama beberapa detik, tatapannya menahan air mataku. Aku
memberinya senum, dan akhirnya dia mengerti maksudku dan pergi.
“Apa yang akan kamu lakukan
sekarang? Apakah kau berpikir untuk kembali ke rumah?”
“Apa kau pikir ayah akan
membiarkanku meninggalkan Luca karena dia menyelingkuhiku? Ayah
telah memiliki gundik selama bertahun-tahun”. Luca juga tak aka
mengijinkannya. Aku adalah miliknya, karena Romero tak pernah
berhenti mengingatkanku.
“Semua laki-laki itu babi”.
“Aku tak bisa melupakan tatapan yang
diberikan Grace padaku. Dia tampak seakan menang”.
“Dia ingin kau melihatnya, dia ingin
mempermalukanmu”. Gianna terdiam. “Kau adalah istri Capo dei
Capi masa depan. Jika seseorang mempermalukanmu. Itu otomatis
mempermalukan Luca”.
“Yah, dia sibuk membantu
mempermalukanku”.
Gianna mendengus. “aku berharap
penisnya lepas”.
“Aku tidak menahan napasku”.
“Aku bertaruh Romero mendpatkan
tendangan di pantat . Karena dia membiarkanmu lepas. Balasan yang
setimpal untuknya”.
Aku hampir merasa kasihan pada Romero,
tapi kemudian aku mengingatkan pada diriku sendiri bahwa dia sudah
tau tentang Grace selama ini. Itu semua tertulis diwajahnya. Tuhan,
berapa banyak orang yang tau? Apakah mereka semua menertawakanku di
belakang punggungku”.
“Apa kau sedang berbicara dengan
Aria?” aku bisa mendengar suara Lily yang antusias di latar
belakang. “bukan urusanmu. Keluar dari kamarku, dasar penyusup
cilik”.
“Aku juga ingin berbicara padanya!
Dia kakak ku juga!”.
“Tidak sekarang. Ini rahasia”.
Ada teriakan , dan pintu yang dibanting, diikuti dengan suara gedoran
pintu. Hatiku menghangat dan aku tersenyum. Itu semua adalah
hidupku masa yang lalu. Sekarang aku hanya punya suami tukang
selingkuh tempat ku kembali.
“jadi bagaimana sekarang?” tanya
gianna akhirnya.
“Sejujurnya aku tidak tau”. Aku
membayar dan meninggalkan restoran, kembali berkeliaran di jalanan.
Jalanan sudah gelap tapi masih penuh sesak dengan orang-orang yang
dalam perjalanan pulang dari makan malam , atau dalam perjalanan ke
klub atau bar.
“Kau tak bisa membiarkan dia
memperlakukanmu seperti itu. Kau harus melawan”.
“Aku tak tau apakah melawan Luca
adalah sesuatu yang ingin aku lakukan”.
“Apa yang bisa dia lakukan padamu?
Kau bukan musuhnya, ataupun anak buahnya, dan dia bilang tak akan
bertarung dengan wanita, dia tidak akan memaksakan dirinya padamu.
Kemungkinan nya hanyalah dia hanya akan menguncimu di kamar tanpa
memberi makan malam”.
Aku menghela napas.
“Mungkin kau juga harus berselingkuh
seperti dia. Pergilah ke club, cari pria hot, lalu tidurlah
dengannya”.
Itu semua akan berakhir dengan baik
oleh Luca. “Luca akan membunuhnya. Aku tak ingin ada darah
ditanganku”.
“lalu lakukanlah sesuatu yang lain.
Aku tak peduli selama itu bisa membalas Luca atas apa yang dia
lakukan padamu. Kemungkinan dia akan terus menyelingkuhimu. Lawan
“.
namun Gianna adalah seorang pejuang.
Dan aku lebih suka mengatur taktik. “aku harus menyingkirkan
ponsel ini sekarang. Aku butuh sedikit lebih banyak waktu untuk
berpikir, dan aku tak mau Luca melacakku”.
“Hubungi aku sesegera yang kau bisa.
Tak peduli jam berapa pun. Jika aku tak mendengar kabarmu sampai
besok pagi, aku tak peduli, aku harus terbang ke New York”.
“Okay, Love You”. Sebelum Gianna
bisa berkata apapun lagi. Aku mematikan handphone, menonaktifkannya
dan melemparkannya ke tong sampah terdekat sebelum berjalan tanpa
tujuan. Satu-satunya hal yang membuatku terus berjalan adalah
bayangan Luca yang menggila karena tidak bisa menemukanku. Dia benci
jika tidak bisa memegang kendali. Dan sekarang aku menyelinap
menjauh darinya. Aku berharap bisa melihatnya.
Aku membeli kopi dan jari jariku
menggenggam cangkir kertas yang hangat saat aku bersandar di bagian
luar kedai kopi dan mataku mengembara karena semakin sedikitnya orang
yang lewat. Setiap kali orang berjalan melewtiku, berpegangan
tangan,berciuman, tertawa, dan jatuh cinta, dadaku menegang. Mataku
memerah karena kelelahan dan tangisanku tadi. Aku sangat lelah.
Aku memanggil taksi dan membiarkannya
membawaku ke gedung apartemen kami.saat aku melangkah ke lobi,
resepsionis segera mengaangkat gagang telepon. Anjing yang baik, aku
ingin mengatakan itu. Sebagai gantinya aku menggerakan mulutku
menjadi senyuman dan melangkah ke lift, lalu menyelipkan kartu itu
hingga lift membawaku ke lantai yang tepat. Aku sudah hampir tenang
sekarang, setidaknya dari luar. Apakah Luca ada di Penthouse? Atau
apakah dia sedang memburuku? Atau mungkin dia kembali ke pelacurnya
dan membiarkan anak buahnya melakukan pekerjaan untuknya. Ketika aku
terbangun dengan tangan Luca memelukku, atau saat dia menciumku, aku
akan membiarkan diriku percaya bahwa mungkin aku bisa membuatnya
mencintaiku. Ketika kami makan malam bersama, aku berpikir mungkin
aku bisa jatuh cinta padanya.
Aku memasuki Penthouse. Romero ada
disana dan praktis merosot lega. “Dia ada disini”. Katanya di
telepon, lalu mengangguk sebelum mengakhiri telepon.
“Dimana Luca? Kembali ke
pelacurnya?”.
Romero mengerutkan kening.
“Mencarimu”.
“Aku terkejut dia cukup peduli. Dia
bisa saja mengirimu atau para anjing-anjing lapar nya yang lain.
Lagian kau pasti menuruti semua yang dia katakan. Bahkan
menutup-nutupi saat dia menyelingkuhiku”. Romero tidak mengatakan
apapun. Aku tak yakin mengapa aku mencacinya.
Aku berjalan pergi.
“kau mau pergi kemana?”
“aku akan melepas baju dan mandi.
Kalau kau ingin melihat, jadilah tamuku” Romero berhenti, tapi
matanya mengikutiku menaiki tangga. Aku membanting pintu kamar tidur
hingga menutup, lalu menguncinya sebelum masuk ke kamar mandi untuk
mandi. Aku menyetel suhu setinggi mungkin yang masih bisa aku
tolerir, tapi air ini tak mampu membasuh gambaran yang ada di otakku.
Luca yang terkubur dalam tubuh Grace. Senyum Grace. Suara pinggul
yang menghantam pantat Grace. Aku tak begitu yakin akan apa yang aku
rasakan. Kekecewaan. Kecemburuan? Aku tidak memilih Luca, tapi dia
adalah suamiku. Aku ingin dia setia padaku. Aku ingin dia hanya
menginginkanku. Aku ingin cukup diriku.
Ada yang menggedor pintu kamar ketika
aku keluar dari kamar mandi. Aku membungkus tubuhku dengan handuk
dan keluar dari kamar mandi menuju kamar tidur.
“Aria, biarkan aku masuk!” ada
kemarahan dalam suaranya, dia marah ?.
Aku menjatuhkan handuk dan mengenakan
gaun tidur sutra di tubuhku.
“Aku akan mendobrak pintu ini, jika
kau tidak membiarkanku masuk”.
Aku ingin melihat dia melakukannya.
Mungkin dia akan membuat bahunya keseleo.
“Aria, buka pintu sialan ini!”.
Aku sudah terlalu lelah untuk terus
bermain-main dengan dia, aku ingin hari ini berakhir. Aku ingin
tidur untuk menghilangkan semua ingatan itu secara ajaib. Aku
membuka kunci pintu, kemudian berbalik dan berjalan kembali menuju
tempat tidur. Pintu membanting terbuka, menghantam dinding dan Luca
bergegas masuk. Dia menggenggam lenganku dan kemarahan membakar
tubuhku. Berani-beraninya dia menyentuhku setelah dia mencengkram
bokong pelacur itu dengan tangannya?.
“Jangan sentuh aku!” jeritku,
marah akan cengkramannya. Dia terengah-engah, matanya liar akan
emosi. Rambutnya berantakan dan kemejanya tidak terkancing sempurna.
Matteo berdiri diambang pintu, Romero dan Cesare beberapa langkah
dibelakang.
“Darimana saja kau?” katanya
dengan suara pelan, dia meraihku lagi, dan aku terhuyung ke belakang.
“Tidak! Jangan pernah menyentuhku lagi. Jangan, ketika kau
menggunakan tangan yang sama untuk menyentuh pelacur mu”.
Wajahnya menjadi amat kaku. “Keluar,
semuanya Keluar sekarang!”.
Matteo berbalik dan dia dan kedua pria
lainnya menghilang dari pandangan.
“Kemana saja kamu?”
“Aku tidak berselingkuh darimu jika
itu yang kau khawatirkan. Aku tidak melakukan itu. Aku pikir
kesetian adalah hal yang paling penting dalam sebuah pernikahan.
Jadi kau bisa tenang sekarang, tubuhku masih milikmu”. Aku praktis
meludahkan kata-kata terakhir, “Aku hanya berjalan keliling kota”.
“Kau berjalan berkeliling New York
di malam hari sendirian?”.
Aku
menatap matanya, berharap bisa melihat betapa aku membencinya karena
apa yang kulihat, bagaimana sakitnya mengetahui bahwa dia tak
menghormatiku sedikitpun. “kau tak berhak marah padaku, Luca.
Tidak setelah apa yang kulihat hari ini. Anda berselingkuh dariku”.
Luca menggeram.
“Bagaimana aku bisa selingkuh kalau bahkan kita belum memiliki
pernikahan yang sebenarnya? Aku bahkan takbisa meniduri istriku
sendiri. Apa kau pikir aku akan hidup seperti biksu sampai kau
memutuskan bahwa kau bisa tahan dengan kedekatanku?”.
Dasar
babi sombong. Dia dan ayahku memastikan diriku tidak pernah
berbicara dengan lelaki lain sampai dengan pernikahan ku dengan Luca.
“Demi Tuhan. Berani-beraninya aku berharap suamiku akan setia
padaku? Berani-beraninya aku mengharapkan sedikit kesopanan dari
seorang monster?”.
“Aku bukan
monster. Aku memperlakukanmu dengan hormat”.
“Hormat?”
suaraku meninggi. “aku memergokimu dengan wanita lain! Mungkin
aku harus keluar, mencari sembarang pria untuk bersamaku dan
membiarkan mereka menyetubuhiku di depan matamu. Bagaimana
perasaanmu?”.
Tiba-tiba dia
melemparku ke ranjang dan dia berada di atasku, tanganku dicekal di
atas kepalaku. Terdorong rasa takut yang tercekat “lakukan.
Ambil diriku, jadi aku bisa benar-benar membencimu”. Matanya
adalah hal yang paling menakutkan yang pernah aku lihat.
Lubang hidungnya
kembang kempis. Aku memalingkan mukaku dan memejamkan mata. Dia
terengah engah, cengkramannya di pergelangan tanganku terlalu
kencang. Jantungku berdegup kencang menghantam tulang rusukku saat
aku berbaring tak bergerak dibawahnya. Dia bergerak dan menempelkan
wajahnya di pundakku, melepaskan napas dengan keras. “Oh Tuhan,
Aria”.
Aku
membuka mataku, dia melepaskan pergelangan tanganku tapi aku tetap
membiarkan tanganku diatas kepalaku. Perlahan dia mengangkat
matanya. Kemarahan hilang dari wajahnya. Dia meraih pipiku dan aku
mengelak. “ Jangan sentuh aku dengan dia masih
ada pada dirimu”.
Dia bangkit. “Aku
akan mandi sekarang, dan kita berdua akan tenang kemudian aku ingin
kita untuk berbicara”.
“adakah yang
tersisa untuk dibicarakan?”.
“kita.
Pernikahan ini”.
Aku menurunkan
lenganku. “kau menyetubuhi wanita lain di depan mataku hari ini.
Apakah kau pikir masih ada kesempatan untuk pernikahan ini?”.
“Aku tidak ingin
kau melihatnya.
“Kenapa?
Sehingga kau bisa berselingkuh dengan tenam dan diam-diam
dibelakangku?”.
Dia mendengus, dan
mulai melepas kancing kemejanya satu per satu. “biarkan aku mandi.
Kau benar. Aku tidak seharusnya tidak menghormatimu lebih jauh
dengan menyentuhmu seperti ini”.
Aku mengangkat
bahu. Saat ini aku tidak berpikir ingin dia menyentuhku lagi, tidak
peduli berapa kalipun dia mandi. Dia menghilang ke kamar mandi. Dia
mandi dalam waktu yang lama. Aku duduk di kepala ranjang, selimut
ditarik hingga pinggul, saat Luca akhirnya muncul. Aku mengalihkan
tatapan saat dia menjatuhkan handuknya dan memakai boxer, lalu dia
menyelinap ke tempat tidur disampingku dengan punggung menghadap
kepala tempat tidur. Dia tak mencoba menyentuhku. “apakah kau
menangis?” dia bertanya dengan suara bingung.
“apa kau pikir
aku tak peduli?”.
“Banyak wanita
di dunia kita akan senang ketika suami mereka memiliki pelacur atau
mengambil gundik. Seperti yang kau bilang, sangat jarang sekali
pernikahan karena cinta. Jika wanita tak tahan dengan sentuhan
suaminya, dia tak akan peduli suaminya memiliki selingkuhan untuk
memenuhi kebutuhanya”.
Aku mengejek.
“Kebutuhan nya”.
“Aku bukan
orang baik, Aria. Dan aku tak pernah berpura-pura sebaliknya. Tak
ada orang baik dalam mafia”.
Mataku terpaku ke
tato dekat jantungnya. “Aku tau”. Aku menelan ludah. “tapi
kau membuatku berpikir bahwa aku bisa mempercayaimu dan kau tak akan
pernah menyakitiku”.
“aku tak pernah
menyakitimu”.
Tidakkah
dia sadar? “ini menyakitiku melihat mu bersama dia”.
Ekspresinya
melembut. “Aria. Aku tidak mendapat petunjuk bahwa kau mau untuk
tidur denganku. Kupikir kau akan senang jika aku tidak menyentuhmu”.
“kapan aku
mengatakan seperti itu?”.
“ketika aku
berkata aku menginginkanmu, kau menarik diri. Kau terlihat jijik”.
“kita
sedang berciuman dan kau berkata kau ingin menyetubuhiku lebih dari
wanita lain. Tentu saja, aku menarik diri. Aku bukanlah pelacur yang
bisa kau pakai ketika kau merasa suka. Kau tidak pernah dirumah.
Bagaimana mungkin aku bisa mengenalmu?” dia terlihat frustasi.
Pria Mafia tampaknya lebih tida peka daripada pria normal. “apa
yang kau pikirkan? Aku belum pernah melakukan apapun. Kau
satu-satunya pria yang pernah aku cium. Kau tau itu sejak kita
menikah. Kau dan ayahku bahkan memastikan itu, dan meskipun demikian
kau mengharapkanku dari yang tidak pernah mencium pria manapun untuk
mengangkangkan kakiku untukmu. Aku ingin semuanya perlahan-lahan.
Aku ingin mengenalmu hingga aku bisa santai, aku ingin berciuman
denganmu daan melakukan hal-hal lain terlebih dahulu sebelum tidur
bersama”.
Pemahaman akhirnya
terlihat diwajahnya. “hal-hal lain? Hal -hal lain apa?”
aku melotot. Aku
tidak berniat untuk bercanda. “ini tak ada gunanya”.
“Tidak, Jangan”,
dia memalingkan muka ku kembali ke arahnya,lalu dia menjatuhkan
tangannya. Dia telah belajar. “aku mengerti. Bagi pria kali
pertama bukanlah masalah yang besar, atau setidaknya untuk
orang-orang yang aku kenal”.
“Kapan kali
pertamamu?”.
“Aku berumur
tiga belas tahun dan ayahku berpikir sudah saatnya aku menjadi pria
sejati sejak aku sudah di inisiasi. 'kau tak bisa jadi seorang
perawan dan pembunuh' itu yang dia katakan”. Luca tersenyum
dingin. “Dia membayar dua pelacur kelas atas untuk menghabiskan
akhir pekan denganku dan mengajariku semua yang mereka tau”.
“Mengerikan”.
“Ya, kurasa
begitu”, kata Luca pelan. “Tapi aku adalah bocah remaja berusia
tiga belas tahun yang ingin membuktikan dirinya. Aku adalah anggota
termuda dari New York Familia. Aku tak ingin anggota yang lebih tua
berpikir bahwa aku masih bocah. Dan aku merasa sangat senang saat
akhir pekan usai. Aku ragu para pelacur itu terlalu terkesan dengan
performaku tapi mereka berpura-pura bahwa aku adalah kekasih terbaik
yang pernah mereka milikki. Ayahku kemungkinan membayar ekstra untuk
itu. Aku mengetahui sedikit terlambat bahwa tidak semua wanita
menyukai jika kau menyemburkan sperma mu di wajah mereka setelah
mereka melakukan blowjob”.
Aku mengerutkan
hidung dan Luca tertawa lepas. “Yeah”. Dia berbisik, lalu
meraih sehelai rambutku, dan membiarkan meluncur dijarinya. Aku tak
yakin mengapa dia selalu melakukan itu, “aku benar-benar khawatir
malam ini”.
“khawatir kalau
aku membiarkan orang lain memiliki apa yang menjadi milikmu”.
“Bukan”.
Katanya tegas. “aku tau, kau setia. Permasalahan dengan The
Bravta semakin meningkat. Jika mereka berhasil menangkapmu....”
dia menggelengkan kepalanya.
“tidak”.
“tidak akan”.
Aku bergeser dari
tangannya yang telah berpindah dari rambutku ke tenggorokanku. Aku
tak menginginkan sentuhannya. Dia mendesah. “kau akan membuat ini
benar-benar sulit, bukan?”.
Aku melotot
“aku minta maaf
atas apa yang kau lihat hari ini”.
“tapi bukan atas
yang kau lakukan”.
Dia tampak
jengkel. “aku jarang meminta maaf. Saat akumengatakannya, aku
serius”.
“mungkin kau
harus lebih sering mengatakannya”.
Dia menarik napas
dalam-dalam. “tak ada jalan keluar dalam pernikahan ini, baik
untukmu ataupun untukku. Apakah kau benar-benar ingin menderita?”.
Dia benar. Tak
ada jalan keluar. Dan walaupun ada,Untuk apa? Ayahku akan
menikahkanku dengan pria lain. Mungin lelaki seperi suami Bibiana.
Dan sekeras apapun aku ingin menyangkalnya, aku bisa membayangkan
mengembangkan perasaan untuk Luca yang kulihat di restoran. Tidak
akan terasa sesakit ini melihat dia dengan wanita itu, jika aku tak
memiliki rasa. Saat dia menyentuh rambutku atau menciumku atau
memelukku sepanjang malam, aku merasa diriku ingin jatuh cinta
padanya. Aku berharap bisa membencinya sepenuh hati. Jika Gianna
yang menggantikanku dulu, dia akan lebih memilih menjalani hidup
membenci suaminya dan menjadi sengsara daripada memberi suaminya dan
ayah kami kepuasan dengan menjadi peduli pada suaminya. “Tidak”
kataku. “tapi aku tak bisa berpura-pura tidak pernah melihatmu
dengan dia”.
“Aku tak
mengharapkanmu melakukan itu, tapi ayo berpura-pura bahwa pernikahan
kita dimulai hari ini. Awal yang bersih”.
“ini tak semudah
itu. Bagaimana dengan dia. Malam ini bukan pertama kalinya kau
dengan dia. Apakah kau mencintainya?” suaraku bergetar saat aku
mengatakannya.
Luca melihat tentu
saja. Dia menatapku seolah aku adalah teka-teki yang tak bisa dia
pecahkan. “Cinta?, tidak aku tak punya perasaan untuk Grace”.
“Lalu kenapa kau
tetap menemui dia? Sejujurnya”.
“Karena dia tau
cara menghisap penis dan karena dia enak ditiduri. Cukup jujur?”.
Aku memerah. Luca
menggosokan jarinya di pipiku. “aku suka ketika kau merona, ketika
aku mengatakan sesuatu yang kotor. Aku tak sabar untuk melihatmu
merona ketika aku melakukan hal-hal kotor padamu”.
Kenapa dia tidak
bisa berhenti menyentuhku. “jika kau ingin membuat pernikahan ini
berhasil, dan kau menginginkan kesempatan melakukan hal-hal
kotor padaku, maka kau harus berhenti menemui wanita lain.
Mungkin istri yang lain tak akan peduli, tapi aku tak akan membiarkan
kau menyentuhku selama masih ada wanita lain”.
Luca mengangguk.
“aku berjanji. Aku hanya akan menyentuhmu mulai sekarang”.
Aku
mempertimbangkannya. “Grace tak akan menyukainya”.
“persetan dengan
apa yang dia pikirkan?”.
“tidakkah ayahmu
akan memberimu masalah?”.
“Kami membayar
kampanye nya dan dia memiliki anak laki-laki yang mengikuti jejaknya
yang membutuhkan uang kami segera. Apa yang dia pedulikan tentang
anak perempuan yang tidak ada bagus-bagusnya selain berbelanja dan
menikahi pria kaya?”. Hal yang sama bisa dikatakan untukku dan
setiap wanita di dunia kami. Anak-anak lelaki bisa mengikuti jejak
ayah mereka , mereka bisa menjadi anggota mafia. Aku masih ingat
bagaimana senangnya ayah ketika dia mendapati bahwa anak ke-empatnya
adalah laki-laki.
“Dia mungkin
berpikir kau adalah pria itu”.
“kami tidak
menikahi orang luar. Tak akan pernah. Dia tau itu, ini tidak
seperti, hanya dia satu-satunya wanita yang aku tiduri”.
Aku menatapnya.
“kau mengatakannya sendiri. Kau memiliki kebutuhan. Jadi
bagaimana kau bisa mengatakan bahwa kau tidak akan menyelingkuhiku
lagi segera jika kau bosan menungguku tidur dengan mu?”.
Luca memiringkan
kepalanya, matanya menyipit karena berpikir. “apakah kau akan
membuatku menunggu lama?”.
“kurasa kita
berdua memiliki konsep yang berbeda tentang 'menunggu lama'”
“aku bukan pria
yang penyabar. Jika lama berarti setahun...”.dia membungkuk. Aku
tak bisa mempercayainya.
“apa yang kau
ingin aku katakan,Aria? Aku membunuh dan memeras serta menyiksa
orang. Aku adalah Boss dari orang-orang yang melakukan hal yang sama
denganku ketika aku memerintahkan mereka, dan segera aku akan menjadi
Capo dei Capi, pemipmpin dari organisasi kejahatan paling kuat di
East Coast, dan mungkin juga US. Kau pikir aku akan menunggu sesuai
keingananmu untuk malam pernikahan kita dan kau sekarang marah
karena aku tak ingin menunggu berbulan-bulan untuk tidur dengan mu?”.
Aku memejamkan
mataku. “aku lelah. Ini sudah malam”. Ini sudah sangat malam,
malah sebenarnya sudah mendekati pagi.
“tidak”, kata
Luca sambil menyentuh pinggangku. “aku ingin mengerti. Aku
suamimu. Kau bukanlah gadis yang bisa memilih pria yang akan
memilikimu. Apakah kau takut aku akan kasar padamu karena apa yang
kau lihat hari ini? Aku tak akan, sudah ku katakn bahwa aku ingin kau
menggeliat dibawahku dalam kenikmatan dan sementara itu mungki tidak
akan terjadi di kali pertamamu, aku akan membuatmu orgasme sesering
yang kau mau dengan lidah dan jariku sampai kau bisa mengalami puncak
saat aku di dalammu, aku tak keberatan bermain lambat, tapi apa yang
ingin kau tunggu?”.
Aku mengawasinya
melalui mataku yang setengah tertutup. Untuk sesuatu yang tak akan
pernah terjadi: bahwa dirimu akan bercinta denganku dan tidak
meniduri ku layaknya kau adalah pemilikku. Sebagian diriku tak mau
berkompromi, sebagian lagi berpikir aku harus melakukan itu ' cinta
adalah harapan gadis yang masih lugu, sesuatu yang wanita
tunggu-tunggu, ketika mereka terbagun di malam hari,dan sesuatu yang
hanya akan mereka dapatkan dari anak-anak mereka. Pria tak punya
waktu untuk gagasan seperti itu. “aku tak akan membuatmu menunggu
berbulan-bulan,” kataku dan sebenarnya itu bukanlah hal yang ingin
ku katakan, lalu aku tertidur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar