Sabtu, 13 Januari 2018

Bound By Honor Chapter 11 Part A

Ketika aku bangun keesokan pagi, aku sendirian di tempat tidur. Aku bangun, kecewa karena Luca tidak membangunkanku. Aku turun dari tempat tidur ketika dia masuk ke kamar dari arah lorong, sudah berpakaian serba hitam , dengan sarung senjata di dadanya berisi dua buah pisau dan dua pistol, dan entah ada berapa lagi sarung senjata di tubuhnya dengan lebih banyak senjata. “apa kau sudah akan pergi?”.
Dia meringis. “The Bravta menangkap satu dari kami. Mereka meninggalkanya dalam potongan kecil-kecil di sekitar salah satu klub kami”.
“seseorang yang ku kenal?” aku bertanya dengan merinding. Luca menggelengkan kepalanya. “apakah polisi akan turut campur?”.
“tidak, jika aku bisa mencegahnya”. Luca menangkup wajahku. “aku akan berusaha pulang lebih awal, okay?”.
Aku mengangguk. Dia menundukkan kepalanya, menatapku sepanjang waktu untuk melihat apakah aku akan menarik diri. Bibirnya menyentuh bibirku. Aku membuka mulut untuknya dan tenggelam dalam ciuman itu, tapi terlalu cepat. Aku melihat punggungnya saat dia pergi. Lalu aku mengangkat gagang telepon dan menelpon Gianna.
“kupikir kau tak akan pernah menelpon,” adalah hal pertama yang keluar dari mulutnya.
Aku tersenyum. “aku bahkan belum mandi, dan baru pukul delapan di Chicago. Kau tak mungkin terjaga begitu lama”.
“kau tidak menelpon kemarin. Aku hampir mati karena khawatir. Aku tak bisa tidur karena dirimu. Aku benci karena kita terpisah begitu jauh dan aku tidak bisa memastikan dengan diriku sendiri bahwa kau baik-baik saja. Apa kau baik-baik saja?”.
“ya, aku baik-baik saja”. Aku menceritakan padanya tentang percakapanku dengan Luca dan bagaimana kami menghabiskan waktu kemarin.
“Betapa mulianya dia mau berjanji untuk tidak menyelingkuhimu lagi dan bahkan mencoba untuk membuat pernikahan kalian berhasil. Berikan bunga untuk pria itu”.
“dia bukanlah pria baik, Gianna. Tak ada pria baik di dunia kita. Tapi kurasa dia benar-benar ingin mencoba. Dan aku menginginkan itu juga”.
“Kenapa tidak kau tanyakan padanya, bisakah aku mengunjungimu untuk beberapa hari? Aku libur sekolah selama dua minggu dan aku sangat kebosanan tanpa dirimu. Kita bisa menghabiskan beberapa hari di pantai di Hamptons dan berbelanja di Manhattan”.
“bagaimana dengan Ayah? Sudahkah kau meminta izin padanya?”.
“Dia megatakan padaku untuk bertamya padamu dan Luca”.
“aku akan bertanya padanya. Kurasa dia tak akan keberatan. Beberapa waktu ini dia jarang di rumah. Sepanjang hari aku sendirian hanya dengan Romero saja”.
“Mengapa kau tidak bertanya pada Luca , bolehkah kau berkuliah? Kau memiliki nilai yang sempurna. Kau tidak akan menemui masalah hanya untuk masuk ke Columbia”.
“Untuk apa? Toh aku tidak akan pernah di ijinkan berkerja. Terlalu berbahaya”.
“kau bisa bantu-bantu Luca di Clubnya. Kau bisa jadi sekertarisnya atau apapun. Kau akan gila jika kau terus-terusan di Penthouse sepanjang waktu”.
“tak masalah. Aku akan baik-baik saja”, kataku walaupun aku bahkan tak yakin. Gianna benar. “aku akan memebicarakan dengan Luca perkara kunjunganmu. Sekarang aku sungguh butuh mandi dan mencari sesuatu untuk di makan”.
“telpon aku sesegera mungkin. Aku harus membooking penerbangan”.
Aku tersenyum. “baiklah. Jangan bikin masalah”.
“kamu juga”.
Aku menutup telepon. Kemudian aku bersiap-siap dan mengenakan gaun musim panas yang semilir. Diluar sangat cerah dan aku ingin berjalan-jalan ke Central Park. Ketika aku melangkah ke ruang tamu, Romero sudah duduk di kursi di meja makan dengan secangkir kopi di depannya.
“apakah Luca sangat marah padamu?” aku bertanya saat aku berjalan melewati dia menuju dapur terbuka yang sangat besar. Cake wortel buatan rumahan terhidang di counter dan aku bisa mendengar Marriana bersenandung di suatu tempat. Dia mungkin sedang bersih-bersih. Romero berdiri, mengambil cangkirnya dan bersandar di kitchen island. “Dia tidak senang. Kau bisa saja terbunuh. Aku seharusnya melindungimu”.
“apa yang dilakukan Luca hari ini?”.
Romero menggelengkan kepalanya.
“apa yang sedang dia lakukan? Aku ingin tau detailnya. Kenapa dia membawa banyak sekali senjata bersamanya?”.
“Dia, Matteo, dan beberapa yang lain akan mencari pria yang telah membunuh anggota kami dan mereka akan membalas dendam”.
“terdengar berbahaya”. Secercah kekhawatiran memenuhiku. Balas dendam tak pernah menjadi akhir segalanya. The bravta akan membalas dendam karena balas dendam Luca. Itu tak akan pernah menjadi akhir cerita.
“Luca dan Matteo sudang sering melakukan ini sejak lama, mereka yang terbaik, dan begitu pula orang-orang yang bersama mereka”.
“dan bukannya ikut bersenang-senang, kau malah harus mengasuhku”.
Romero mengedikkan bahu, kemudian dia tersenyum. “ini adalah suatu kehormatan”.
Aku memutar mataku. “aku ingin Jogging di Central Park”.
“akankah kau akan mencoba kabur lagi?”
“kenapa aku harus kabur? Tak ada satu pun tempat aku bisa bersembunyi. Dan aku ragu kau akan membiarkan ku melarikan diri lagi. Kau terlihat cukup fit”.
Romero menegakkan tubuh. “Oke”. Aku tau dia curiga dengan motif ku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

STUCK UP SUIT Chapter 8

GRAHAM AKU TIDAK MENDENGAR KABAR NYA SEPANJANG HARI di hari sabtu, dan tidak seperti yang aku harapkan juga. Soraya Venedetta san...