Aku memutar dan
berbalik, tidak bisa tidur. Aku tidak terbiasa tidur sendirian di
tempat tidur. Meskipun, aku dan Luca sudah tiga hari tidak saling
berbicara sejak pertengkaran terakhir kami dan tidak melakukan sex,
kami selalu berakhir dengan saling berpelukan sepanjang malam. Tentu
saja, pada saat kami bangun kami saling menjauh. Aku rindu akan
kedekatan Luca. Aku rindu mengobrol dengannya, merindukan ciumannya,
sentuhannya, lidahnya yang panas di antara kakiku. Aku mendesah saat
aku menjadi basah. Aku tidak mau menyerah. Seberapa lama sich Luca
bisa bertahan tanpa sex?
Bagaimana jika dia
bisa? Bagaimana jika dia meniduri Grace lagi? Grace seharusnya ada
di inggris tapi siapa yang tau itu benar atau tidak. Atau mungkin
Luca menemukan wanita baru untuk di tiduri. Mataku mengarah ke jam.
Ini sudah hampir jam dua pagi. Beban yang berat menimpa dadaku.
Apakah Luca menyerah dengan pernikahan kami dengan mudahnya?
Kenapa tidak? Dia
telah mendapatkan apa yang dia inginkan. Dia sudah mengklaim
tubuhku. Dan aku bukanlah satu-satunya orang yang bisa memberi apa
yang dia inginkan.
Suara gedoran
terdengar di lantai bawah, diikuti dengan suara yang dalam. Romero
salah satunya, dan yang satu lagi adalah Luca. Aku turun dari tempat
tidur dan dengan terburu-buru berlari keluar hanya dengan gaun
tidurku. Aku membeku di anak tangga. Lampu mati tapi bulan dan
gedung pencakar langit di sekitarnya cukup terang bagiku untuk
melihat apa yang sedang terjadi. Luca mencekik Romero. Aku mundur
selangkah lagi dan mata Luca membidik ke arah ku, marah dan liar.
Monster itu kembali. Lengannya tertutup darah. Romero berhenti
berjuang saat menyadari Luca terlalu kuat.
“Aku tak akan
mengkhianati Familia,” Romero tercekik, kemudian terbatuk-batuk.
“Aku loyal. Aku rela mati untukmu. Jika aku seorang pengkhianat,
Aria tidak akan ada disini, aman, dan tak tergores. Dia akan ada di
tangan Bravta”.
Luca mengendurkan
pegangannya dan Romero jatuh berlutut, napasnya terengah-engah. Aku
melangkah turun menuruni anak tangga yang tersisa, mengabaikan
gelengan Kepala Romero padaku. Apa yang sedang terjadi? Luca tak
pernah sekacau ini.
“Keluar sekarang”
dia membentak Romero. Ketika Romero tidak bergerak, Luca
mencengkram kerah bajunya dan melemparnya ke lift. Sebelum pintu
lift menutup, tatapan khawatir Romero terarah padaku. Luca memencet
kode pada panel di samping lift untuk menonaktifkan lift dan
menghentikan orang untuk masuk ke apartemen kami, kemudian dia
berbalik ke arahku. Tidak hanya lengannya tapi juga kemejanya di
penuhi dengan darah. Aku tidak melihat satu pun lubang peluru di
baju ataupun celananya.
“Apa kau baik-baik
saja?” kataku, bahkan bisikanku pun terdengar terlalu keras di
keheningan ini.
Aku mendekati Luca
dengan perlahan saat matanya mengikuti gerakanku seperti harimau yang
mengamati antelope. Kilasan asing kegembiraan memenuhi diriku.
Terlepas dari yang aku saksikan, aku tau Luca tidak akan benar-benar
menyakitiku. Ketika aku hampir sampai padanya, Luca berjalan
menghampiriku dan menjatuhkan bibirnya ke bibirku. Aku tersentak dan
dia menusukkan lidahnya ke mulutku. Tangannya merobek baju tidurku,
metrobeknya dari tubuhku. Ketika bajuku jatuh ke lantai, dia menarik
celana dalam berendaku. Tatapan lapar nya menjelajah ke tubuhku,lalu
dia menarikku dengan kasar ke arahnya dan menggigit tenggorokanku,
lalu putingku. Aku tersentak kesakitan dan bergairah. Seharusnya
aku lari seperti yang Luca katakan padaku sejak lama, tapi sisi dia
yang ini membuatku bergairah, dan gairahku lebih lantang daripada
ketakutanku, bahkan ketika Luca mendorongku ke sofa dan membungkukkan
ku di sandaran belakang. Tangannya memegangi leherku saat tangannya
yang lain meluncur di lipatanku. Dia mendorong dua jarinya dalam
diriku dan menemukan bahwa aku basah dan nyeri. Aku menghembuskan
napas kasar saat dinding vaginaku mengepal erat di jari-jarinya. Dia
menarik jarinya keluar. Aku mendengar dia membuka tali pinggangnya
dan menurunkan resletingnya , dan aku gemetar karena ketakutan dan
kegembiraan. Luca menggigit pantatku , lalu punggung bawah, dan
tulang belikatku sebelum dia memasukan seluruh tubuhnya ke dalam
diriku tanpa peringatan.
Aku berteriak, tapi
Luca tidak bergeming, dia menempelkan dadanya di punggungku,
sementara dia memlukku dengan satu tangan di dadaku, lalu mulai
menggempurku dengan keras dan cepat. Aku menggigit bibirku. Rasanya
sakit dan juga nikmat. Setiap kali dia mendorong masuk, dia
menyentuk sebuat titik dalam diriku yang membuat percikan kenikmatan
dalam diriku. Luca mengulurkan tangan,napasnya yang panas menempel
di leherku, mengusap jemarinya di atas klitorisku. Aku menangis dan
tersentak dan merintih. Aku bisa merasakan ketegangan terbangun.
Suara celana Luca dan geraman Luca membuatku tambah bergairah.
Jari-jarinya memelintir putingku dengan sangat sakit, dan dia
menggigit leherku, dan bintang-bintang bertebaran didepan pandanganku
saat aku meledak. Aku menjeritkan nama Luca lagi dan lagi saat aku
gemetar setelah orgasme tapi dia tidak melambat. Dia menghujamku
dengan keras dan cepat, jarinya menempel di klitorisku tanpa henti
saat napasnya mulai terasa berat, kemudian aku datang lagi, hancur
menjadi beribu potongan kecil kenikmatan. Kaki lemas tapi Luca
menempelkanku ke sandaran dengan tubuhnya. Dengan geraman, dia
mencengkram pinggulku, dan dan menghujamku dengan lebih keras. Aku
akan memar-memar dan ngilu besok. , tapi aku tidak peduli. Saat dia
bergidik menghujamku dan menggigit sisi lain tenggorokanku, aku
terpaku lemas di sofa. Terlalu puas dan letih untuk melakukan apapun
saat dia keluar di dalam diriku.
Kupikir semuannya
telah berakhir, tapi Luca mengangkatku dari sandaran dan
menurunkanku ke lantai. Dia mendorong kakiku selebar yang bisa
dilakukan. Aku terlalu sensitif dan tidak mungkin orgasme lagi,
tapi Mata Luca mematriku dengan intensitasnya. Dia menggenggam
pergelangan tanganku dan menganggkat lenganku ke atas kepalaku, lalu
dia mengusap dua jari di atas lipatanku, maju mundur, sebelum
mengitari jalan masukku dan masuk sedikit demi sedikit. Mataku
terbelalak ke atas saat dia jarinya menyetubuhiku dengan amat sangat
lambat dan aku mendengar suara tak dikenal keluar dari belakang
tenggorokanku. Dia tidak menyentuh klitorisku, hanya menghujamku
dengan jari-jarinya dengan ekspresi intens di wajahnya.
“Apakah ini
sungguh-sungguh kebohongan?” tanyanya kasar, saat dia meringkukkan
jarinya dan membuatku terkesiap dalam kenikmatan. “Katakan padaku,
Aria. Katakan padaku kau menikmati ini sama seperti ku”””.
Keputus asaan dalam suaranya mengejutkanku.
Dia meringkukkan
jemarinya lagi, dan aku merengek. “Ya , Luca. Aku menikmatinya”.
Dia menjentikkan
klitorisku dengan ibu jarinya , dan aku melengkung dari lantai,
tapi dia menarik ibu jarinya meski ada protes dan tetap menyetubuhiku
dengan jari-jarinya. “Jadi kau berbohong? Kenapa?”.
Dia membuatku gila
karena kebutuhan. Aku ingin dia menyentuh klitorisku, ingin jarinya
bergerak lebih cepat, ingin dia meniduriku. “Ya, aku berbohong!”
aku meraih Batangnya. Dia sudah mengeras dan aku ingin membujuknya
untuk menyudahi penyiksaannya, tapi dia terlalu kuat dan tak bisa
dihentikan.
“Kenapa?” dia
menggeram. Dia menghentikan jari nya dan aku ingin berteriak
frustasi.
“Aku berbohong
karena aku benci bahwa aku mencintaimu, aku benci karena kau bisa
melukaiku tanpa harus menggerakan jarimu, karena aku membenci diriku
sendiri karena mencintaimu walaupun aku tau kau tidak akan
membalasny”. Luca membebaskan pergelangan tanganku, matanya
menggelap, dan penuh tanya.
Aku tidak ingin
berbicara, aku meraih ereksinya dan memberiakn remasan kuat. “now
fuck me”.
Dia
memegang kakiku, dan menarikku ke arahnya, kakiku menekan bagian atas
bahunya dan dia masuk ke dalamku dengan satu diringan dan aku orgasme
di sekitar penisnya, ototku men=remas batangnya dengan sangat
kencang hingga dia menggeram. Dia menyetubuhiku lebih keras dan aku
mencakar jariku di lantai kayu saat mataku memejam dengan sangat
kuat. Aku terpecah dari kenikmatan dan emosi. Punggungku menggosok
lantai yang keras , aku pegal dan kakiku mati rasa tapi aku mencapai
puncak lagi ketika Luca menghantamkan pelepasanya, dan kemudian aku
pingsan.
**
seluruh
tubuhku sakit. Aku mengerang saat aku bergerak dan aku menyadari
bahwa aku terbaring di tempat tidur kami. Luca pasti sudah membawaku
ke lantai atas tadi malam. Mataku terbuka dan mendapati Luca
menatapku dengan ekspresi aneh di wajahnya.
“Apa
yang telah kulakukan?” dia bertanya dengan suara keras.
Aku
mengerutkan kening, lalu menunduk menatap diriku sendiri. Selimut
ditarik ke bawah, mengungkapkan tubuhku, dan tindakan semalam. Ada
luka memar berbentuk jari di pinggulku dan pergelangan tanganku.
Tenggorokan dan bahuku terasa sakit di bagian dimana Luca menandaiku
dan paha bagian dalamku merah karena gesekan. Aku tampak berantakan.
Aku bangun dan meringis dari rasa sakit yang tajam diantara kakiku.
Tapi aku tidak menyesali apapun. Aku tidak selalu ingin menukmati
yang kasar, tapi sesekali itu adalah perubahan yang bagus.
“Aria,
tolong beritahu aku, Apakah aku....?”.
Aku
mencari-cari matanya, mencoba mencari tau apa yang sedang di
bicarakannya. Kebencian melintas di wajahnya dan kemudian aku
menyadari apa yang sedang di bicarakannya. “Kau tidak ingat?”.
“Aku
mengingat sekilas-sekilas. Aku mengingat menahanmu”. Suaranya
terperangkap. Dia tidak mneyentuhku. Sebenarnya dia duduk di tepi
tempat tidur sejauh mungkin dariku. Dia tampak kelelahan dan
hancur. “Kau tidak menyakitiku”.
Matanya
mengedip ke arah memar-memar. “Jangan berbohong padaku”.
Aku berlutut dan bergerak ke arahnya bahkan saat dia menegang. “Kau
agak kasar dibanding biasanya tapi aku menginginkannya. Aku
menikmatinya”.
Luca
tidak mengatakan apapun, tapi aku tau dia tidak mempercayaiku.
“Tidak,
sungguh Luca”, aku mencium pipinya dan merendahkan suaraku. “Aku
klimaks setidaknya empat kali. Aku tak ingat sama sekali. Aku
pingsan karena sensasi yang terlalu berlebihan”. Kelegaan
membersihkan kegelapan dari mata Luca tapi aku terkejut karena dia
tidak meledekku karena komentarku.
“Aku
tak mengerti apa yang merasukimu. Kau bahkan menyerang Romero”.
“Ayaku
meninggal”.
Aku
terkejut. “Apa? Bagaimana?”.
“Semalam.
Dia sedang makan malam di restoran kecil di Brooklyn ketika sniper
menembakkan peluru ke kepalanya”.
“Bagaimana
dengan ibu tirimu?”.
“Dia
tidak disana. Ayahku sedang dengan gundiknya. Dia tertembak juga,
kemungkinan karena The Bravta berpikir dia adalah istrinya.
Seseorang pasti telah membocorkan dimana bisa menemukan ayahku.
Hanya beberapa orang yang tau dia pergi kesana. Dia sedang dalam
penyamaran. Tak ada seorangpun yang bisa mengenali dia. Dan
kemungkinan ada pengkhianat diantara kami.
Btw final chafternya brrti itu episode brpa ya kak?
BalasHapus