Senin, 19 Februari 2018

Chapter 15 Bound By Honor

Beberapa minggu telah terlewati. Dan sex menjadi lebih baik tiap kali kami melakukannya. Aku memiliki firasat Luca masih sedikit menahan diri tapi aku tak masalah. Terkadang aku berpikir bahwa mungkin dia membutuhkan cara bercinta yang lembut sebanyak diriku setelah segala hal stress yang dia alami gara-gara The Bravta.
Bercinta? Tak peduli seberapa kuat pun aku mengelak dari perasaanku, aku tau aku mencintai Luca. Mungkin itu sudah alami untuk jatuh cinta kepada seseorang yang kau nikahi, orang yang dengannya kau berbagi keintiman. Aku tak yakin bagaimana bisa aku jatuh cinta pada Luca mengingat tujuan utama ku sebelum pernikahan kami adalah tidak membiarkan dia masuk ke hatiku, dan yang aku tau aku telah membiarkannya masuk. Aku tau apa yang pria seperti Luca pikirkan mengenai cinta. Aku belum memberitahunya tentang perasaanku, walaupun beberapa kali kata-kata itu sudah ada di ujung lidahku saat kami saling berbaring di lengan masing-masing, berkeringat dan terpuaskan karena sex. Aku tau Luca tidak akan membalas kata cinta itu dan aku tak ingin terlihat rapuh seperti itu.
Aku mengamati matahari yang mulai tenggelam di New York dari posisiku di kursi panjang yang ada di teras atap. Romero di dalam, membaca majalah olahraga di sofa. Beberapa kali aku meminta Luca untuk menghentikan kehadiran Romero yang konstan. Tak ada yang akan terjadi padaku di dalam Penthouse kemudian aku mungkin tidak bisa melewati hari. Aku akan merasa lebih kesepian tanpa kehadiran Romero di apartemen, walaupun kami tidak banyak mengobrol. Marianna hanya datang pada sekitar waktu makan siang untuk bersih-bersih dan memasak makan siang dan makan malam, dan Luca pergi sepanjang hari. Aku masih belum bertemu dengan para wanita dari Familia untuk minum kopi. Setelah pengkhianatan Cosima aku sama sekali tidak tertarik untuk bertemu dengan keluarga Luca.
Ponselku bergetar di meja kecil. Aku membukanya, dan melihat nama Gianna muncul di layar. Rasa bahagia meledak di dadaku. Kami baru saja mengobrol pagi tadi, walaupun sangat tidak biasa adikku menelpon lebih dari sekali dalam satu hari, aku tak peduli.
Pada saat aku mendengar suaranya, aku duduk tegak dan jantungku bergemuruh menggila di dadaku.
“Aria” dia berbisik, suaranya tebal karena air mata.
“Gianna, apa yang telah terjadi? Apa yang sedang terjadi? Apa kau terluka?”.
“Ayah memberikanku ke Matteo”.
Aku tidak mengerti, tidak bisa. “ apa yang kau maksud dengan Ayah memberikanmu ke Matteo?” suaraku terperangah dan air mata sudah membakar mataku saat aku mendengat isakan Gianna.
“Salvatore Vittielo berbicara pada Ayah dan memberitahunya bahwa Matteo ingin menikahiku. Dan Ayah setuju!”.
Aku tak bisa bernapas. Aku khawatir Matteo tidak akan melepaskan Gianna karena Kekurang ajaran Gianna pada dia. Dia dalah lelaki yang tak bisa di tolak, tapi bagaimana bisa ayah setuju? “Tidakkah ayah mengatakan alasannya? Aku tidak mengerti. Aku sudah ada di New York. Dia tidak perlu menikahkanmu dengan anggota Familia juga”.
Aku berdiri, aku tak bisa duduk diam lagi. Aku mulai berjalan mondar-mandir di atap, mencoba menenangkan denyut nadiku dengan bernapas pelan.
“Aku tidak tau kenapa. Mungkin ayah ingin membunuhku karena mengatakan apa yang aku pikirkan. Dia tau betapa aku membenci orang-orang kita, dan betapa aku membenci Matteo. Dia ingin melihatku menderita”.
Aku tidak setuju tapi aku tidak yakin Gianna salah. Ayah berpendapat bahwa wanita harus di tempatkan ditempat yang seharusnya, dan cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan mengikatkan Gianna dengan pria seperti Matteo. Dibalik senyuman Matteo mengintai seseuatu yang gelap dan amarah, dan kurasa Gianna tidak memikirkan itu ketika memprovokasi dia hingga dia hilang kendali.
“Oh, Gianna. Aku sungguh menyesal. Mungkin aku bisa memberitahyu Luca dan bisa mengubah pikiran Matteo”.
“Aria, Jangan naif. Luca tau selama ini. Dia adalah Kakak Matteo dan calon Capo masa depan. Sesuatu seperti ini tidak diputuskan tanpa keterlibatannya”.
Aku tau dia benar, tapi aku tak mau menerimanya. Mengapa Luca tidak memberitahuku tentang ini? “Kapan mereka membuat keputusan?”.
“Beberapa minggu yang lalu, bahakan sebelum aku datang berkunjung”. Jantungku mengepal. Luca telah tidur denganku, telah membuatku mempercayainya dan tidak mau mengatakan bahwa Adikku telah di jual ke adiknya.
“Aku tak bisa percaya!” bisikku kasar. Romero memperhatikanku dari jendela , sudah bangun dari sofa. “Aku akan membunuhnya. Dia tau betapa aku menyayangimu. Dia tau aku tidak akan mengizinkannya. Aku akan melakukan apapun untuk menghentikan kesepakatan tersebut”.
Gianna terdiam di ujung sana. “Jangan sampai terkena masalah karena aku. Lagian ini sudah terlalu terlambat. New York dan Chicago telah berjabat tangan untuk ini. Keputusan telah di buat, dan Matteo tak akan membiarkanku keluar dari cengkramannya”.
“Aku ingin membantumu tapi aku tidak tau caranya”.
“Aku menyayangimu , Aria. Satu-satunya hal yang menghentikanku untuk tidak mengiris pergelangan tanganku adalah kenyataan bahwa pernikahan ku dengan Matteo berarti aku akan tinggal di New York bersamamu”.
Rasa takut menghancurkan hatiku. “Gianna kau adalah orang paling kuat yang pernah aku kenal. Berjanjilah padaku bahwa kau tidak akan melakukan hal yang bodoh. Jika kau menyakiti dirimu sendiri, aku tak akan bisa hidup dengan diriku sendiri”.
“Kau jauh lebih kuat dariku, Aria. Aku memiliki mulut yang lancang dan keberanian semu, tapi kamu tangguh. Kau menikahi Luca, hidup dengan pria seperti itu. Kurasa aku tidak bisa melakukannya. Aku merasa aku tidak sanggup”.
“kita akan menemukan jalan keluarnya, Gianna”.
Pintu lift terbuka dan Luca melangkah ke apartemen kami. Matanya melesat dari Romero ke diriku alisnya menyatu.
“Dia disini, aku akan menelponmu besok”. Aku menutup telepon saat amarah membakar diriku. Aku tidak berpikir aku bisa membenci Luca lagi, bahkan untuk sesaat, tapi detik ini aku ingin menyakitinya. Aku menyerbu masuk, tanganku mengepalkan tinju saat aku menuju ke Luca. Dia tak menggerakan ototnya, hanya menatapku dengan tatapan tenang. Ketenangan itu memicu amarahku lebih dari apapun. Aku tidak yakin dengan apa yang dia pikir akan aku lakukan, tapi itu bukan sebuah serangan nampak dari reaksinya. Tinjuku memukul-mukul dadanya sekeras yang aku bisa. Rasa terkejut melintas di wajah Luca, tubuhnya meledak dalam ketegangan. Dari sudut mataku, aku melihat Romero melangkah ke arah kami, jelas tidak yakin akan apakah dia harus melakukan sesuatu. Dia adalah pengawalku , tapi Luca adalah bosnya. Tentu saja, Luca tak akan kesulitan menanganiku. Setelah beberapa saat, Luca mencengkaram kedua pergelangan tanganku dengan tangannya. Aku benci dia bisa mengalahkanku dengan begitu cepat. “Aria. Apa-”
Dia tidak menyelesaikan kata-katanya karena aku mengangkat lututku ke atas dan hanya karena refleksnya yang cepat yang menghalangiku mencapai tujuanku. Suara isak tangis Gianna terpatri dalam pikiranku, membuatku kehilangan akal sehat yang kumiliki.
“Keluar”, perintah Luca tajam. Romero pergi tanpa protes. Mata Luca yang membara bertemu dengan mataku tapi aku sudah melewati rasa takut. Aku rela mati untuk Gianna. Aku mencoba tendangan lain dan mengenai selangkangan Luca kali ini. Dia menggeram dan mendorongku ke sofa, kaki ku diapit lututnya dan lengaku terangkat diatas kepalaku. “Demi Tuhan, Aria. Apa yang merasukimu?”.
Aku melotot. “Aku tau tentang Gianna dan Matteo”, aku meludah dan kemudian aku kehilangan semuanya, dan aku mulai menangis, isak tangis yang terengah-engah menyapu tubuhku. Luca melepaskan tangaku dan duduk ke belakng supaya aku bisa menggerakan kakiku. Dia menganngapku seakan aku adalah mahluk yang tidak akan bisa dia mengerti.
“ jadi ini hanya karena itu?” dia terdengar tidak percaya.
“Tentu saja kau tidak akan mengerti karena kau tidak pernah mencintai orang lain selain dirimu sendiri. Kau mungkin tidak bisa mengerti rasanya merasakan menghancurkan hatimu sendiri karena memikirkan orang yang kau cintai terluka. Aku akan rela mati untuk orang yang aku cintai”.
Matanya mengeras dan dingin dan dia berdiri. “Kau benar. Aku tidak mengerti”. Topeng dinginnya telah kembali. Aku sudah tidak melihatnya di arahakan padaku selama beberapa minggu.
Aku mengusap mataku dan berdiri juga. “Mengapa kau tidak memberitahuku? Kau sudah tau selama berminggu-minggu”.
“Karena aku tau kau tidak akan menyukainya”.
Aku menggelengkan kepalaku. “Kau tau aku akan marah padamu dan aku tidak ingin mengacaukan kesempatan untuk meyetubuhiku”. Aku bahkan tidak merona, walaupun aku tidak pernah mengucapkan kata-kata itu.
Luca menjadi kaku. “Tentu saja aku ingin menidurimu. Tapi aku mendapat kesan kau menikmati sesi sialan kita”.
Aku ingin menyakitinya. Dia sangat dingin, tentu saja ini semua tentang mengklaim yang menjadi miliknya, tentang klaimnya atas tubuhku. Dia tidak peduli padaku atau siapapu. “Dan kau khawatir bahwa aku bukanlah aktris yang cukup baik untuk membodohi setiap orang setelah trik kecil yang kita lakukan pada malam pernikahan. Aku bahkan membodhimu”. Aku membiarkan tawa kejamku terlepas. “Aku membuatmu percaya bahwa aku menikmatinya”.
Sesuatu berkedip di mata Luca, sesuatu yang membuat aku ingin mengingat kata-kataku sesaat, tapi kemudian mulutnya twersenyum tipis. “Jangan berbohong padaku. Aku sudah menyetubuhi banyak pelacur untuk tau orgasme saat aku melihatnya”.
Aku tersentak seolah-olah dia memukulku. Apakah dia membandingkanku dengan pelacurnya? Kukatakan hal yang paling jelek yang bisa ku pikirkan. “Beberapa wanita bahkan mengalami orgasme saat diperkosa. Bukan karena menikmatinya. Tapi cara mereka mengatasinya”.
Untuk waktu yang lama Luca tidak mengatakan apapun. Lubang hidungnya melebar dan dadanya terangkat, dan tangannya mengepal. Dia sepertinya ingin membunuhku ditempat. Lalu hal paling menakutkan terjadi,kemarahan menghilang dari wajahnya. Wajahnya menjadi tanpa emosi, matanya mulus , tak tertembus seperti baja. “Adikmu harusnya bahagia karean Matteo menginginkanya. Hanya sedikit pria yang bisa tahan dengan segala omong kosongnya”.
“Oh Tuhan itu alasannya, bukan?” kataku dengan jijik. “itu karena kata-katanya yang mengatakan bahwa Matteo tak akan mendapatkan tubuhnya yang hot saat di hotel. Dia tidak bisa tahan bahwa Gianna imun terhadap pesonanya yang menyeramkan”.
“Seharusnya dia tidak pernah menantang Matteo. Matteo adalah seoarang pemburu. Dia mendapatkan apa yang dia inginkan”. Amsih tanpa secercah emosi, bahkan di dalam suara Luca. Rasanya seperti terbuat dari es.
“Dia mendapatkan apa yang dia inginkan? Ini bukan perburuan namanya jika dia memaksanya menikah melalui tangan ayahku. Itu sebuah kepengecutan”.
“Tidak masalah. Mereka tetep akan menikah”. Dia memunggungiku, seolah-olah dia menyingkirkanku.
Luca tidak mengerti. Dia tidak mengenal Gianna sebaik aku. Dia tidak akan masuk dalam ikatan ini setenang diriku. Aku bergegas menuju lift. “Aria, apa yang kau lakukan?”.
Aku berada di dalam lift sebelum Luca bisa mencapainya dan sedang dalam perjalanan ke lantai bawah. Aku melangkah ke apartemen Matteo. Apartemennya tampaknya cerminan dari apartemen kami, hanya saja itu bukanlah duplex. Matteo duduk di kursi berlengan, mendengarkan musik rap jelek saat melihatku. Dia bangkit, menatapku dengan hati-hati saat dia mendekatiku. “Apa yang kau lakukan disini?”.
Aku menekan telapak tangannku di dadanya saat dia mendekatiku. “Tarik kemabil lamaranmu untuk Gianna. Katakan pada ayahku kau tidak menginginkan dia”.
Matteo tertawa. “Kenapa harus? Aku menginginkan dia. Aku selalu mendapatkan apa yang aku mau. Gianna tidak seharusnya bermain-main dengan pria dewasa”.
Aku kehabisan kesabaran dan menampar pipinya. Tempramen italia ku yang bodoh. Biasanya aku bisa mengendalikannya, setidaknya lebih baik dari adik-adikku, tapi tidak hari ini. Dia mencengkram lenganku, mendorongku kebelakang sehingga tulang belakangku bertumbukan dengan dindin dengan cara yang menyakitkan, dan membuaku terjepit diantara dinding dan tubuh Matteo. Aku tersentak. “Kau beruntung karena kau adalah istri kakakku”.
Lift menyala dan berhenti lalu terbuka. “Lepaskan dia”, geram Luca, melangkah keluar. Matteo segera mundur dan tersenyum dingin.
Luca menghampiriku, matanya mengamati tubuhku sebelum menghampiri adiknya. “Kau tidak akan melakukannya lagi”.
“Kalau begitu ajarkan sopan santun padanya. Aku tidak akan membiarkan dia memukulku lagi”. Ajari sopan santun? Pernikahannya dengan Gianna akan berakhir dengan sebuah malapetaka.
Suara Luca turun satu oktaf. “Kau tidak akan menyentuh istriku lagi, Matteo. Kau adalah adikku dan aku akan menghadang peluru untukmu. Tapi jika kau melakukannya lagi, kau harus mendapat konsekuensi”. Mereka saling berhadapan dan untuk sesaat aku khawatir mereka akan menarik pisau dan saling bertarung. Bukan itu yang aku inginkan. Aku tau betapa Luca sangat peduli pada adikknya, lebih dari dia peduli padaku. Matteo adalah satu-satunya orang yang dipercaya Luca. Untuk beberapa saat aku mengira aku adalah orang itu, tapi kalau memang begitu, hari ini akan berjalan dengan sangat berbeda. Aku tau bahwa dia yang melindungiku adalah sebuah permainan kekuasaan dan bukan tentang emosi. Dengan menyentuhku, Matteo menunjukan ketidaksenangan pada Luca dan tentu saja Luca tidak akan membiarkan hal itu.
“Aku tidak akan memukulmu lagi, Matteo”. Aku mengulurkan tangan, meski kata-kata itu terasa busuk di mulutku. “Seharusnya aku tidak melakukannya”.
Kedua pria itu menatapku kaget. Matteo menenangkan sikapnya. Luca tidak.
“Aku minta maaf jika aku menyakiti atau membuatmu takut”, kata Matteo. Aku tidak tau apakah dia sungguh-sungguh atau tidak. Dia memiliki topeng tanpa emosi seperti kakaknya.
“Tidak apa”.
Luca menyeringai, lalu dia mendekatiku dan menarikku ke arahnya dengan posesif. Mata kami bertemu dan seolah-olah dia ingat dengan kata-kata awal kami, seringainya menghilang dan bibirnya menegang. Dia tidak melepaskanku tapi rangkulannya di tubuhku melonggar.
Aku berpaling darinya, tidak tahan untuk berekspresi, dan menghadapi Matteo. “Jangan nikahi, Gianna”, aku mencoba lagi, dan rangkulan Luca di pinggangku mengencang, penuh peringatan. Aku mengabaikannya. “Dia tidak mau menikah denganmu”.
“Kau juga tidak ingin menikah dengan Luca tapi disinilah dirimu sekarang”. Matteo berkata dengan seringai hiu nya.
“Gianna tidak sepertiku, dia tidak akan sukarela mengikuti pernikahan yang diatur”.
Luca menjatuhkan lengannya dari pinggangku.
“Dia akan jadi istriku tepat pada saat dia berumur delapan belas tahun. Tak ada satupun kekuatan di alam ini yang bisa menghentikanku untuk memiliki dia”.
“Kau membuatku jijik. Kalian berdua” kataku. Dengan itu aku melangkah ke lift . Luca tidak mengikutiku. Dia bahkan tidak mengawasiku apakah aku kembali ke apartemen atau tidak. Dia tau aku tidak akan pergi kemanapun. Walaupun aku ingin kabur, aku tetap tidak bisa. Hatiku hanya untukknya walaunpun dia tidak memiliki hati yang bisa dia berikan sebagai balasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

STUCK UP SUIT Chapter 8

GRAHAM AKU TIDAK MENDENGAR KABAR NYA SEPANJANG HARI di hari sabtu, dan tidak seperti yang aku harapkan juga. Soraya Venedetta san...