Aku
tertidur dalam penerbangan singkat ke L.A, meringkuk di kursi yang
super nyaman di pojokan privat jet. Ini adalah level kemewahan
melebihi yang pernah aku bayangkan. Jika kau telah menjalani hidupmu
naik turun kau mungkin akan sangat menikmati kemewahan saat disini.
Sam telah menawari sampanye dan aku dengan sopan menolak. Ide
tentang alkohol masih membuatku kocar-kacir. Dan kemungkinan aku tak
akan mau minum lagi.
Jalur
karirku untuk sementara dilemparkan ke neraka, tapi tak mengapa, aku
punya rencana baru. Bercerai. Ini semudah menarik napas. Aku
menyukainya. Aku sudah kembali memegang kendali untuk takdirku.
Suatu hari, ketika aku menikah, jika aku menikah, tidaklah dengan
seorang asing dari vegas. Dan bukanlah sebuah kesalahan fatal.
Ketika
aku terbangun, kami sudah mendarat. Mobil sedan mengkilap lain lagi
sudah menunggu. Aku belum pernah ke LA, ini terlihat sedikit lebih
luas dari pada Vegas, tapi sedikit kurang glamor. Sebagian orang
masih di luar dan sekitar jam malam.
Terkadang
aku harus berani menghidupkan ponselku. Lauren akan sangat khawatir.
Aku menekan tombol hitam kecil, dan layar memancarkan sinar yang
terang ke arahku, hidup. Seratus dan lima puluh delapan sms dan
sembilan puluh tujuh missed call. Aku mengedip seperti orang tolol
ke layar dan angkanya tidak berubah sama sekali. Holly hell.
Tampaknya semua orang yang aku
kenal telah mendengar berita itu bersama dengan beberapa orang yang
tak aku kenal.
Telponku berdenting.
Lauren
: kau baik – baik saja?dimana lo???
aku
; LA. Mengunjungi dia hingga semuanya mereda. Kau baik-baik saja?
Lauren
; aku baik-baik saja. LA? Mewujudkan mimpi.
Aku
: privat jetnya luar biasa. Walaupun fans nya sangat gila
Lauren
: Kakak mu gila.
Aku :
maaf untuk itu.
Lauren
: aku bisa menangani dia. Apapun yang terjadi. Jangan hancurkan
band nya.
Aku
: Mengerti.
Lauren
: Tapi hancurkan hatinya. Dia menuliskan San Pedro setelah
pacarnya- selingkuh- di depan-matanya. Albumya sungguh BRILLIANT !
Aku
: berjanji untuk meninggalkan dia dalam keadaan sehancur -hancurnya.
Lauren
: itu baru semangat.
Aku
: xx
**
sudah pukul tiga pagi lewat saat
kami sampai di mansion bergaya spanyol era tahun 1920-an yang
sangat besar di Laurel Canyon. Mansionnya sangat indah. Kurasa Dad
tidak akan terkesan- dia lebih suka sesuatu yang jelas, dengan garis
kotemporer dengan sedikit kehebohan. Perumahan Empat kamar, dua
kamar mandi untuk para warga Portland yang cukup mampu. Tapi aku tak
mengerti, ada sesuatu yang indah dan romantis dari kemegahan ini.
Dekorasi besi tempa hitam menimpil pada dinding putih yang kosong.
Sekumpulan gadis dan sekumpulan pers
berkumpul di luar. Berita tentang pernikahan kami rupanya telah
memicu banyak hal. Atau mungkin memang mereka selalu berkemah
disini. Gerbang besi berornamen perlahan membuka ketika kami semakin
mendekat. Pohon palem berjejer di jalan masuk yang panjang dan
berkelok-kelok, daun-daun besar berayun terkena angin ketika kami
lewat. Tempat itu seperti sesuatu yang keluar dari film. Stage dive
adalah sebuah bisnis besar, aku cukup tau banyak. Dua album
terakhir mereka telah melahirkan banyak hits. Lauren telah
berkendara ke semua Countryside musim panas tahun lalu, menonton tiga
konser mereka dalam seminggu. Semuanya di stadion.
Meski begitu. Sialan. Itu adalah
rumah yang sangat besar.
Sarafku mengikat kencang. Aku
mengenakan jeans dan atasan biru yang sama yang aku kenakan sepanjang
hari. Berpakaian dalam acara ini sungguh bukan pilihan. Yang
terbaik yang bisa aku lakukan adalah menyisir rambutku dan
menyemprotkan parfum yang ada di tas tanganku. Aku mungkin kurang
glamor tapi setidaknya aku tercium wangi.
Setiap lampu di rumah menyala terang
dan musik rock meledak di udara malam yang hangat. Pintu ganda
besar terbuka dan orang-orang tumpah keluar dan melangkah ke tangga.
Sepertinya pesta telah berakhir dan yang lain sedang berlangsung.
Sam membuka pintu mobil untukku dan
aku ragu-ragu keluar.
“Aku akan mengantarmu masuk, Ms
Thomas”.
“Terima kasih”, kataku.
Aku tidak bergerak. Sesaat kemudia
Sam menerima pesan itu. Dia maju terus dan aku mengikutinya.
Sepasang gadis sedang bercumbu tepat di belakang pintu, mulut saling
bertaut satu sama lain. Mereka berdua ramping , cantik dan
mengenakan gaun mungil dan gemerlap yang hampir mencapai pahanya.
Lebih banyak orang berkerumun untuk minum dan menari. Lampu gantung
menggantung di atas kepala dan sebuah tangga besar melingkar di
interior. Tempat ini adalah istana Hollywood. Untungnya , tak ada
seorangpun yang tampak mengenaliku. Aku bisa melongo melihat isi
hatiku.
Sam berhenti untuk berbicara pada
seorang pemuda yang bersandar di dinding, sebotol bir di bibirnya.
Panjang, rambut pirang dimana-mana dan hidungnya di tindik dengan
cincin perak. Banyak tato. Mengenakan jins hitam robek dan kaos
pudar , dia memiliki aura yang sama dengan David. Mungkin bintang
Rock memakai pakaian berseni yang sudah berusia. Orang-orang dengan
banyak uang dikemas terpisah.
Pria itu menatapku dengan jelas.
Dengan teguh aku menahan diri untuk tidak mundur. Tak akan pernah
terjadi. Saat dia menatap mataku, tatapannya tampak penasaran dan
bukan tidak bersahabat. Ketegangan di dalam tubuhku mereda.
“Hai”, katanya.
“Hai”, aku memaksakan senyum.
“semuanya baik-baik saja”, dia
berkata ke Sam. Lalu dia memiringkan dagunya ke arahku. “Kemarilah.
Dia ada disana. Aku Mal”.
“Hi, “ aku berkata lagi dengan
tololnya. “Aku , Ev”.
“Apa kau baik-baik saja, Ms
Thomas?” tanya Sam dalam suara pelan.
“Ya, Sam. Terima kasih banyak”.
Sam memberiku anggukan sopan dan
menuju ke jalan dimana kami tadi masuk. Bahunya yang lebar dan
kepala botaknya segera menghilang di kerumunan. Lari mengejarnya
dan meminta untuk di antarkan pulang tak akan membantu, tapi kakiku
nyeri untuk melakukan itu. Tidak, sudah cukup pesta yang
menyedihkan. Dan ini waktunya untuk menarik celana dalam wanita
dewasaku dan menyelesaikan masalahku.
Ratusan orang telah di kemas dalam
satu tempat. Satu-satunya pengalamanku yang mendekati adalah pesta
prom seniorku dan itu tampak pucat secara signifikan. Tak ada satu
pun cara berpakaian disini yang bisa di bandingkan. Aku hampir bisa
mencium bau uang. Lauren mendedikasikan dirinya sebagai pengamat
selebrity tapi bahkan aku pun mengenali beberapa wajah. Satu
pemenang Oscar tahun lalu dan model Lingerie yang aku lihat di
billboard pada perjalanan pulang. Seorang ratu bintang pop yang
seharusnya tidak meminum Vodka, sedang duduk di pangkuan anggota
band dengan rambut silver....sialan, apa nama bandnya ?
Bagaimanapun.
Aku menutup mulutku sebelum
seseorang menyadari ada bintang-bintang di mataku. Lauren akan
sangat menyukai ini. Ini menakjubkan.
Ketika seorang wanita yang
berpakaian hampir mirip dengan setengah dewi-dewi Amazon mengusapku,
Mal berhenti dan mengerutkan kening. “Beberapa orang, Tidak
memiliki sopan santun. Ayo.”
ketukan musik yang lamban bergerak
menembus tubuhku, membangkitkan kembali ampas dari sakit kepalaku dan
membuat noda yang berkilau. Kami berjalan melewati sebuah ruangan
besar yang dipenuhi dengan Lounge beludru mewah dan orang-oramg yang
memenuhi mereka. Berikutnya ada sebuah ruangan yang penuh dengan
gitar, ampli, dan perlengkapan Rock n Roll lainnya. Di dalam rumah,
udara terasa berasap dan lembab, meski jendela dan pintu terbuka.
Atasanku menempel diatas lenganku. Kami melangkah keluar ke arah
balkon dimana angin sepoi-sepoi bertiup. Aku mengangkat wajahku
dengan penuh rasa syukur.
Disanalah dia, bersandar pada pagar
besi yang dekoratif. Garis-garis kuat wajahnya tampak di profilnya.
Sialan, bagaimana aku bisa lupa? Tidak ada penjelasan tentang
pengaruh David di kehidupan nyata. Dia sangat cocok dengan
orang-orang cantik. Dia salah satu dari mereka. Aku, disisi lain,
cocok di dapur bersama pelayan.
Suami ku sedang sibuk berbicara
dengan si kaki jenjang, berambut coklat dengan payudara besar di
sampingnya. Mungkin dia pria penyuka payudara, dan begitulah cara
kami menikah. Itu adalah tebakan terbaik dari semua yang pernah
ada. Berpakaian hanya dengan bikini putih mungil, gadis itu
berpegangan padanya seperti sedang berlatih. Rambutnya di sangggul
dengan santun dengan cara yang disarankan minimal dua jam di salon
kelas atas. Dia cantik dan aku sangat membencinya. Tetesan keringat
mengalir di punggungku.
“Hai, Dave”, seru Mal. “Tamu
mu”.
David berbalik, lalu melihatku dan
mengerutkan kening. Dalam cahaya ini matanya tampak gelap dan sangat
tidak bahagia. “Ev”.
“Hai”.
Mal mulai tertawa. “Itu
satu-satunya kata yang bisa aku dengar dari dia. Serius Man,
tidakkah istrimu bisa berbicara?”.
“Dia berbicara”, nada suaranya
membuatku yakin dia berharap aku tak bisa berbicara, tak pernah lagi.
Atau minimal, dalam jangkauan pendengarannya.
Aku tak tau apa yang harus ku
katakan. Umumnya, aku selalu tau cinta yang universal serta
penerimaan. Permusuhan terbuka, bagaimanapun, masih agak baru
untukku.
Si rambut coklat mengetuk dan
mengusap payudaranya yang melimpah di tangan David seolah-olah dia
sedang menandai David. Sayangnya, David sepertinya tidak
memperhatikannya. Dia menatapku dengan tatapan busuk , bibir merah
merengut. Menawan. Memikirkan fakta bahwa dia melihatku sebagai
sebuah kompetisi, merupakan booster untuk egoku. Aku berdiri lebih
tegak dan menatap suamiku.
kesalahan besar.
Rambut hitam David telah diikat ke
belakang dengan ekor kuda kecil dengan helai-helai jatuh di wajahnya.
Apa yang seharusnya terlihat seperti pedagang obat terlarang
berhasil untuknya. Tentu saja. Dia mungkin bisa membuat gang
belakang yang kotor tampak seperti suite bulan madu. Tshirt abu-abu
membentuk di bahunya yang kekar dan jeans biru pudar menutupi kaki
nya yang panjang. Boot hitam model Army disilangkan di pergelangan
kakinya, semudah yang kau inginkan, karena dia cocok disini. Dan aku
tidak.
“apakah kau keberatan mengantarkan
dia ke kamar?” David berkata pada temannya.
Mal mendengus. “apa aku terlihat
seperti kepala pelayan sialanmu? Kau akan menunjukan sebuah kamar
pada istrimu. Jangan jadi orang brengsek”.
“dia bukan istriku”, geram
David.
“Setiap saluran berita di negara
ini tidak setuju denganmu”. Mal mengacak rambutku dengan tangannya
yang besar, membuatku serasa berusia delapan tahun. “sampai jumpa
nanti, child bride. Senang bertemu denganmu”.
“child bride?” tanyaku,
merasa tak mengerti.
Mal berhenti dan menyeringai. “kau
belum mendengar apa yang mereka katakan”.
Aku menggelengkan kepalaku.
“mungkin untuk yang terbaik”.
Dengan tawa terakhir dia menghilang.
David melepaskan dirinya dari si
rambut coklat. Bibirnya mengerucut tak senang tapi David tak
melihat. “ayo”.
Dia menarik tangannya untuk
mengantar ku kesana, menyebar di lengannya , adalah Tatoo nya.
Evelyn.
Aku membeku. Sialan. Pria itu
yakin telah memilih tempat yang mencolok untuk mengucapkan namaku.
Aku tak tau perasaanku tentang itu.
“Apa?” alisnya terangkat dan
dahinya berkerut. “ah, ya. Ayolah”.
“Cepatlah kembali, David”, seru
si Gadis bikini sambil menyisir rambutnnya. Aku tak punya apa-apa
berbau bikini. Walaupun aku memiliki beberapa meskipun ibuku
percaya bahwa aku terlalu besar untuk hal-hal seperti itu. (aku
tidak pernah benar-benar memakainya tapi itu tidaklah penting).
Tidak, yang aku pikirkan adalah ejekan dan tatapan tajam yang si
gadis bikini tunjukan padaku saat dia mengira David tidak melihat.
Sedikit yang dia tau bahwa David
tidak peduli.
Dengan tangan di punggungku yang
kecil dia mengantarku melewati pesta menuju tangga. Orang-orang
berseru dan para wanita bersolek tapi dia tak pernah melambat. Aku
mendapat firasat bahwa dia merasa malu terlihat bersamaku. Bersama
David, aku benar-benar diperhatikan. Dari segi uang atau apapun, aku
tidak sesuai sebagai istri seorang bintang Rock. Orang-orang
berhenti dan menatap. Seseorang memanggil, bertanya apakah David
bisa mengenalkan kami. Tak ada komentar dari suamiku saat dia
membuatku bergegas melewati kerumunan.
Lorong terbentang di kedua arah di
lantai dua. Kami pergi ke kiri, sampai bagian ujung. Dia membuka
pintu, dan disanalah tas ku tergeletak, menunggu di tempat tidur yang
besar. Segala sesuatu dalam ruangan mewah ini di dominasi warna
putih; tempat tidur, dinding, dan karpet. Sebuah loveseat putih
antik diletakkan di sudut. Itu indah, asli. Tidak seperti ruangan
kecil dan sempit di apartemen yang aku bagi bersama Lauren, dimana
antara tempat tidur ganda dan meja ku, kau hanya punya cukup ruang
untuk membuka lemari, tak lebih. Tempat ini terus berlanjut, lautan
kesempurnaan.
“sebaiknya aku tak menyentuh
apapun”, gumamku.
“Apa?”
“ini indah”.
David melihat ke sekitar ruangan
dengan sedikit ketertarikan. “yeah”.
Aku berjalan menuju jendela. Sebuah
kolam renang mewah ada di bawah , di terangi dengan baik dan di
kelilingi pohon palem dan kebun yang sempurna. Dua orang berada di
dalam air, bercumbu. Kepala wanita itu jatuh kebelakang, dan
payudaranya terayun-ayun di permukaan. Oh tidak, ini kesalahanku
mereka sedang berhubungan sex. Aku bisa merasakan panas merayap di
leherku. Aku tidak berpikir diriku adalah seorang pemalu, tapi tetap
saja. Aku berbalik.
“Dengar, beberapa orang akan
datang untuk berbicara denganmu mengenai surat perceraian. Mereka
akan tiba pukul sepuluh”. Katanya sambil berjalan ke ambang pintu.
Jari-jarinya mengetuk kusen pintu. Dia terus memandang lama ke arah
lorong, jelas tidak sabar untuk pergi.
“beberapa orang?”.
“pengacaraku dan manager ku” dia
berkata sambil melihat kakinya. “mereka akan mempercepat segalany,
sehingga..... semuanya bisa, ah, sepakat secepat yang bisa
dilakukan”.
“baiklah”.
David menghisap pipinya dan
mengangguk. Dia memiliki tulang pipi yang tegas. Aku melihat para
pria di majalah fashion mereka bahkan tak bisa dibandingkan. Tapi
bagus atau tidak, cemberut nya tak bisa dihilangkan. Tdak ketika aku
ada disekitarnya. Akan terasa indah jika dia tersenyum, sekali saja.
“kau butuh sesuatu?” Tanya nya.
“Tidak. Terima kasih untuk semua
ini. Untuk menerbangkanku kesini, mengijinkanku tinggal. Kau
sungguh baik hati”.
“Tak masalah”. Dia mengambil
langkah mundur dan mulai menutup pintu dibelakangnya. “selamat
malam”.
“David, tidakkah kita harus
berbicara atau apa? Tentang kemarin malam?”.
Dia berhenti, setengah tersembunyi
di balik pintu. “yang benar saja, Ev. Kenapa pula peduli?”.
Dan dia pergi.
Lagi.
Tak ada pintu yang dibanting kali
ini. Aku menghitung itu saat aku masuk kedalam hubungan ini.
Merasa terkejut itu tolol. Tapi rasa kecewa masih menggentayangiku,
mengamati keseluruhan ruangan, tak melihat apapun. Ini bukanlah aku
yang tiba-tiba ingi n dia jatuh di bawah kakiku. Tapi antipati itu
sialan.
Akhirnya aku berjalan kembali ke
jendela. Sepasang kekasih itu telah pergi, kolamnya sekarang kosong.
Pasangan lain terhuyung-huyung di sepanjang jalan taman yang
diterangi cahaya, dibawah pohon palem yang bergoyang. Mereka menuju
ke rumah pondokan. Pria itu adalah David dan si gadis bikini yang
bergelayut, mengusap rambutnya ya ng panjang dan menggoyangkan
pinggulnya, menggoyangkan hingga sembilan puluh derajat. Mereka
terlihat bagus bersama. Mereka cocok. David mengulurkan tangan dan
menarik tali bagian atas bikini, melepaskan bikini , dan memaparkan
si gadis dari pinggang ke atas. Si gadis bikin tertawa
terbahak-bahak, tidak risih untuk menutupi dirinya.
Aku menelan ludah dengan susah
payah, mencoba mengusir batu yang ada di tenggorokanku. Kecemburuan
terasa sama buruknya dengan antipati. Dan aku sama sekali tidak
cemburu.
Di pintu rumah kolam David berhenti
sejenak dan melihat kebalik bahunya. Matanya bertemu denganku. Oh
sial. Aku merunduk di balik tirai dan dengan tololnya menahan napas.
Tertangkap memata-matai- malu. Ketika aku mengeceknya beberapa saat
kemudian mereka telah tiada. Cahaya mengintip dari sisi rumah
kolam. Seharusnya aku membuatnya gila. Aku harap begitu. Ini
tidak seperti aku yang melakukan kesalahan.
Kemegahan ruangan putih yang tak
beraturan ini terbentang di depanku. Di dalam dan diluar aku merasa
berantakan. Realita situasiku rupanya tenggelam, dan betapa kacaunya
itu. Lauren benar dalam pemilihan kata .
“David bisa melakukan apapun yang
dia mau”. Suaraku bergema di ruangan, sangat nyaring bahkan
walaupun musik berdentam di lantai bawah. Aku menegakkan bahuku.
Besok aku akan bertemu dengan orang-orangnya dan perceraian akan
dilakukan. “David bisa melakukan yang dia mau, begitu pun aku”.
Tapi apa yang ingin aku lakukan?
Aku tak punya ide. Jadi aku mengeluarkan beberapa pakaian,
mempersiapkan untuk satu malam. Aku menggantung kaos David di
gantungan handuk untuk menyelesaikan pengeringan. Itu mungkin bisa
digunakan untuk tidur. Mengorganisir diriku setidaknya butuh lima
menit, maksimal. Kau hanya bisa melipat beberapa tank top dengan
banyak cara sebelum kau terlihat menyedihkan.
Apa lagi sekarang?
Aku tidak di undang di pesta di
lantai bawah. Tak mungki n aku memikirkan apa yang terjadi di kolam
renang. Tak diragukan lagi, David memberitahu si gadis bikini segala
yang aku inginkan di Vegas. Tak ada sex untukku. Sebagai gantinya,
dia telah mengirimku ke kamarku seperti anak nakal.
Betapa besarnya ruangan ini. Kamar
mandi di sebelahnya memiliki bak yang lebih besar dari kamar tidur di
apartemenku. Banyak ruang untuk memercikan air ke sekitar. Ini
menggoda. Tapi aku tak pernah merasa senang saat di kirim ke
kamarku. Pada beberapa kejadian di rumahku aku biasa memanjat
jendela dan duduk diluar dengan sebuah buku. Sifat pemberontakku
telah pergi tak banyak yang tersisa, tapi aku sudah puas. Ada banyak
hal yang harus di katakan sebagai seseorang yang berprestasi.
Persetan dengan tinggal di ruangan
yang newah. Aku tak bisa melakukan ini.
Tak ada seorangpun yang mengenaliku
saat aku merayap menuruni tangga. Aku masuk ke sudut etrdekat dan
duduk untuk melihat orang-orang cantik bermain. Itu sangat menarik.
Tubuh-tubuh bergoyang di atas lantai dansa di tengah ruangan.
Seseorang menyalakan cerutu di dekatku, mengisi udara dengan aroma
pedas yang kaya. Kepulan asap mengepul di langit-langit , dua puluh
kaki di atas. Berlian bersinar dan gigi berkilau, dan itu hanya
beberapa lelaki. Kemewahan yang terbuka melawan kumpulan diantara
kerumunan yang bercampur. Kau tidak bisa menjadi pengamat yang
lebih baik walaupun kau mencoba. Sayangnya tak ada tanda-tanda Mal.
Setidaknya dia bersahabat.
“Kau baru” sebuah suara berkata
di sampingku, mengejutkanku setengah mati. Aku melompat satu mil,
atau setidaknya beberapa inchi.
Dia seorang pria berpakaian hitam
bersandar di dinding, menyesap segelas cairan berwarna amber.
Setelan hitamnya yang licin adalah sesuatu yang berbeda. Seakan
seperti Sam yang keluar dari rak, tapi tidak untuk yang satu ini.
Aku tak pernah mengerti daya tarik jas dan dasi sebelumnya, tapi pria
ini mengenakannya dengan menakjubkan. Dia terlihat seumuran David
dan dia memiliki rambut hitam pendek. Tampan tentu saja. Seperti
David, dia memiliki tulang pipi yang diberkati .
“kau tau, jika kau bergerak
beberapa langkah lagi kau akan lenyap sepenuhnya di balik pohon palm
itu”, dia menyesap minumannya lagi. “jadi tak akan ada orang
yang melihatmu”.
“aku akan memikirkannya” aku
tidak repot-repot menyangkal bahwa aku bersembunyi. Sudah tampak
sangat jelas bagi semuanya.
Dia tersenyum, lesung pipinya
terlihat. Tommy Byrnes yang memiliki lesung pipi. Dia meyakinkanku
akan kekuasan mereka. Pria ini mencondongkan tubuh lebih dekat,
sehingga lebih mudah terdengar diantara musik, kemungkinan besar.
Fakta bahwa dia menutupiku dengan mengambil langkah lebar di depanku
tampak tidak berguna. Ruang personal adalah hal yang menakjubkan.
Sesuatu tentang pria ini membuatku merinding, meski dengan setelan
yang mewah.
“Aku Jimmy”.
“Ev”.
Dia mengatupkan bibirnya, menatapku.
“Tidak. Aku tidak mengenalmu. Kenapa aku tidak mengenalmu?”.
“kau kenal semua orang?” aku
mengamati ruangan itu, sangat meragukan. “ada banyak orang
disini”.
“benar”. Dia setuju. “dan
aku mengenal mereka semua. Kecuali dirimu”.
“David mengundangku”. Aku tak
ingin menggunakan nama David tapi aku tersudut, secara kiasan dan
harfiah saat Jimmy menutupiku.
“Tidakkah dia tau?” matanya
terlihat salah, pupilnya setajam jarum. Ada yang salah dengan orang
ini. Dia menatap belahan kecil dadaku yang aku tampakkan seakan dia
ingin membenamkan wajahnya disana.
“ya, dia mengundangku”.
Jimmy tampaknya tidak senang dengan
kabar itu. Dia membuang minumannya, menghabiskannya dalam satu
tegukan besar. “Jadi, David mengundangmu ke pesta ini”.
“Dia mengundangku untuk tinggal
selama beberapa hari”, kataku, tidak berbohong. Untungnya,
mudah-mudahan , dia entah bagaimana melewatkan berita antara aku dan
David. Atau mungkin dia terlalu mabuk untuk menambahkan dua tambah
dua. Bagaimanapun, aku tak akan memberitahunya.
“Sungguh? Baik amat dia”.
“ya. Tentu saja”.
“ruangan mana yang kau tinggali?”
dia berdiri di depanku dan memasukan gelasnya yang kosong ke
rimbunan tanaman dengan tangan yang sembarangan. Seringainya tampak
mengerikan. Keingananku untuk kabur dari menjadi sangat besar.
“yang putih” kataku sambil
mencari jalan ke sekeliling. “ngomong-ngomong, sebaiknya aku
kembali”.
“ruangan putih? Oh, oh ,
tidakkah kau special”.
“bukan aku? Permisi”. Aku
melewatinya , menyerah pada basa- basi sosial.
Dia pasti tidak mengharapkannya
karena dia terhuyung mundur selangkah. “Hei. Tunggu”.
“Jimmy”, David muncul,
mendapatkan rasa terima kasihku segera. “ada masalah disini?”.
“Tidak sama sekali”, kata Jimmy.
“baru mengenal.....Ev”.
“Yeah, well, kau tidak perlu
tahu....Ev”.
Senyum pria itu sangat lebar.
“ayolah. Kau tau bagaimana aku menyukai hal-hal baru yang cantik”.
“Ayo pergi”.
“tidak biasanya kau menjadi
cockblocking, Davie”.kata Jimmy. “Bukankah kau bersama
Kaetrin yang cantik tadi di balkon? Mengapa kau tidak menemuinya,
dan buat dia melakukan hal yang sangat baik dia lakukan? Aku dan Ev
sedang sibuk disini”.
“Sebenarnya tidak, kami tidak
sibuk”. Kataku. Dan mengapa David kembali begitu cepat dari
waktu bermainnya dengan si gadis bikini? Tidak mungkin dia peduli
dengan kesejahteraan istri kecilnya.
Tak satupun dari mereka tampaknya
mendengarku.
“Jadi kau mengundangnya untuk
tinggal di rumahku”, kata Jimmy.
“aku mendapat kesan bahwa Adrian
menyewa tempat ini untuk kita semua saat kita mengerjakan album ini.
Apakah sesuatu telah berubah tanpa aku tau?”.
Jimmy tertawa. “aku suka dengan
tempat ini. Memutuskan untuk membelinya”.
“Bagus. Beritahu aku kalau
kesepakatannya telah pasti dan aku dengan senang hati akan keluar.
Dan dengan sopan, tamu ku bukanlah urusanmu”.
Jimmy memandangku,, wajahnya
bersinar dengan binar yang menjijikan. “itu dia, benarkan?
Seseorang yang kau nikahi, dasar kau haram jadah tolol”.
“Ayo” David meraih tanganku dan
menyeretku ke tangga. Rahangnya terkatup cukup kencang membuat
ototnya menyembul dari samping.
“Aku bisa mendapatkan nya di
dinding sialan ini, dan kau menikahi dia?”.
Omong kosong yang dia utarakan.
Jari-jari David meremas tanganku
erat.
Jimmy terkekeh seperti orang yang
kehilangan akal. “Dia bukan siapa-siapa, kau Bajingan. Lihat dia.
Lihatlah dia. Katakan padaku bahwa pernikahan ini tidak datang
karena vodka dan cocain”.
Ini bukanlah sesuatu yang belum
pernah aku dengar sebelumnya. Well, diluar dari referensi pernikahan
tentunya. Tapi kata-katanya masih sedikit. Sebelum aku bisa
memberitahu Jimmy tentang apa yang aku pikirkan tentang dia, Namun,
pegangan sekuat besi di tanganku menhilang. David meringsek ke
Jimmy, merenggut kerahnya. Mereka cukup berimbang. Keduanya tinggi,
berbadan bagus. Tak ada satupun yang siap untuk mengalah. Ruangan
menjadi sunyi, seluruh percakapan berhenti, walaupun musik tetap
berdentum.
“lanjutkan, adik kecil” desisi
Jimmy. “tunjukan siapa bintang di pertunjukan ini sebenarya”.
Bahu david menjadi kaku di balik
kaus tipisnya. Lalu dengan gerutuan dia melepaskan Jimmy,
mendorongnya mundur selangkah. “Kau seburuk Mom. Lihatlah dirimu,
kau berantakan”.
Aku menatap mereka berdua, tertegun.
Keduanya adalah kakak beradik di band ini. Rambutnya yang hitam dan
wajah tampan. Jelas aku sudah menikah dengan keluarga yang kurang
bahagia. Jimmy tampak hampir malu.
Suamiku berjalan melewatiku,
merangkum lenganku di sepanjang jalan. Setiap mata tertuju pada
kami. Seorang wanita berambut coklat maju selangkah, tangannya
terulur. Rasa sedih melingkupi wajahnya yang cantik. “kau tau dia
tidak bersungguh-sungguh”.
“Menjauhlah Martha”, kata suami
ku, tidak melambat sama sekali.
Wanita itu menatapku tajam. Lebih
buruk lagi, menyalahkan. Dari cara David bertingkah, aku memiliki
firasat buruk sedang terjadi.
Di tangga dia menyeretku, lalu
menyusuri lorong menuju ke kamarku. Kami tidak mengatakan apa-apa.
Mungkin kali ini dia mengunciku. Menaruh kursi di bawah handle pintu
mungkin. Aku bisa mengerti dia marah terhadap Jimmy. Pria itu
adalah orang brengsek dengan proporsi yang epic. Tapi apa yang telah
aku lakukan? Kecuali keluar dari penjara mewah ku, tentu saja.
Ditengah lorong yang panjang aku
membebaskan diriku dari perawatannya yang lebut. Aku harus melakukan
sesuatu sebelum dia memutuskan aliran darah ke jari-jariku.
“aku tau jalannya” kataku.
“masih ingin memdapatkan beberapa,
huh?seharunya kau mengatakan sesuatu, aku akan lebih dari senang
untuk memenuhinya”. Katanya dengan senyum yang salah. “ dan hei
kau bahkan tidak memberontak malam ini. Kemungkinan kau akan
ingat”.
“Ouch”.
“sesuatu yang aku katakan tidak
benar?”
“Tidak. Tapi akan adil jika aku
mengatakan kau menjadi menyebalkan”.
Dia berhenti dan menatapku, matannya
melebar, terkaget. “aku menjadi menyebalkan? Persetan. Kau itu
istriku!”.
“Tidak. Bukan. Kau mengatakan
sendiri. Tepat sebelum kau bermain dengan temanmu di rumah kolam”.
Kataku. Meski belum terlalu lama berada di rumah kolam, jelas.
Lima , enam menit mungkin? Aku hampir merasa tidak enak pada si gadis
bikini. Itu bukanlah service yang menyenangkan.
Alis gelapnya turun seperti hujan
yang dahsyat. Dia kurang terkesan. Nasib buruk. Perasaanku padanya
sama rendahnya dengan waktu singkatnya.
“kau benar. Salahku. Haruskah
aku kembalikan kau ke kakakku?” Tanyanya, mengemeletakkan
buku-buku jarinya seperti manusia batu dan menatap ke lorong dari
tempat kami masuk.
“Tidak terima kasih”.
“itu tampaknya tatapan setubuhi
aku yang baik, ngomong-ngomong. Dari semua orang di bawah sana
, kenapa kau harus menggoda Jimmy” Dia menyeringai. “Classy,
Ev”.
“ sejujurnya apa yang kau pikirkan
sedang terjadi disana?”
“apa yang terjadi dengan mu dan
dia yang sangat nyaman di pojokan?”
“oh sungguh?”.
“aku tau Jimmy dan aku tau gadis
di sekelilingnya. Itulah yang pastinya terlihat, baby”. Dia
mengulurkan tangannya lebar-lebar. “Buktikan bahwa aku salah”.
Aku bahkan tak tau bagaimana caranya
membuat tatapan setubuhi aku. Tapi aku sangat yakin tidak
melakukan itu dibawah. Tak heran banyak pernikahan berakhir dengan
perceraian. Pernikahan kacau dan suami adalah yang terburuk. Bahuku
memelukku. Kurasa aku tak pernah merasa begitu hina.
“kurasa masalah mu dengan kakakmu
jauh lebih besar dibanding masalahmu dengan istrimu, dan itu
menjelaskan sesuatu”. Perlahan aku menggelengkan kepala. “terima
kasih telah menawarkan ku pembelaaan diri. Aku sangat menghargai
itu. Tapi kau tau, David? Aku tak yakin pendapatmu sepadan”.
Dia tersetak.
Aku berjalan pergi sebelum aku
mengatakan sesuatu yang lebih buruk. Lupakan sesuatu yang
bersahabat. Semakin cepat kami bercerai, semakin baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar