Beberapa bulan selanjutnya berlalu terlalu cepat ntah sebanyak apapun aku meminta agar waktu bisa berjalan lambat, untuk memberiku sedikit waktu untuk bersiap -siap. Hanya tinggal dua hari lagi menuju pesta pertunangan ku. Ibuku sibuk memerintah para pelayan, memastikan rumah dalam keadaan baik dan tanpa cela dan tak ada satupun yang berjalan salah. Ini bahkan bukan sebuah perayaan besar. Hanya keluarga kami. Hanya keluarg dari Luca dan beberapa kepala keluarga dari orang orang yang merepresentative kan keluarga New York dan Chicago yang di undang. Umberto berkata ini semua untuk alasan keamanan. Perjanjian ini masih terlalu segar untuk di bahayakan dengan mengundang ribuan orang.
Aku berharap mereka membatalkan kesepakatan ini bersama. Untuk segala yang aku pedulikan, aku tidak harus bertemu dengan Luca sampai hari menjelang pernikahan kami. Fabian melompat -lompat di ranjang ku, dengan cemberut di mukanya. Dia masih berusia lima tahun, dan mempunyai energi yang terlalu berlebihan. "Aku ingin main,".
"Ibu tak ingin kamu berlarian di sepanjang rumah. Segalanya butuh sempurna untuk para tamu".
"Tapi mereka bahkan belum ada di sini!", terima kasih Tuhan. Luca dan para tamu dari New York baru akan datang besok. Hanya tinggal malam ini sampai aku akhirnya akan bertemu dengan suami masa depanku, seorang pria yang membunuh dengan tangan kosong. Aku memejamkan mataku.
"Apakah kau menangis lagi?" Fabiano melompat turun dari ranjang dan menghampiriku, dan menyelipkan tangannya ke tanganku. Rambut pirang gelapnya sudah acak-acakan. Aku mencoba untuk merapihkan ya tapi dia menarik kepala nya menjauh.
"Apa maksudmu?" Aku mencoba untuk menyembunyikan air mataku darinya. Seringnya aku menangis ketika aku terlindung dalam kegelapan.
"Lily berkata kau menangis sepanjang waktu karena Luca telah membeli mau".
Aku membeku. Aku harus memberitahu Liliana untuk berhenti mengatakan hal -hal seperti itu. Itu semua hanya akan membuatku terlibat masalah. "Dia tidak membeliku". Pembohong. Pembohong.
"Perbedaan yang sama", Gianna berkata dari depan pintu, menyipitkan matanya padaku.
"Shhh. Bagaimana kalau ayah sampai mendengar kita ?"
Gianna hanya mengangkat bahu, "dia Tau bagaimana aku membencinya karena telah menjualmu seperti sapi".
"Gianna",aku memperingatkan., dan mengangguk ke arah Fabiano. Dia mendongak ke arahku. "Aku tak ingin kau pergi", dia berbisik.
"Aku tak akan pergi lama, Fabi". Dia terlihat puas dengan jawabanku. Dan kecemasan hilang dari wajahnya Dan digantikan dengan ekspresi seperti -sesuatu-yang tak baik. "Tangkap aku!" Dia berteriak dan menerobos keluar, mendorong Gianna ke samping saat dia melewati Gianna.
Gianna memburu dia. "KU tendang bokongmu, kau monster cilik".
Aku terburu -buru ke koridor. Liliana menjulurkan kepalanya dari balik pintunya dan kemudian dia juga berlari ke arah adik dan kakaknya. Ibu akan mendapat sakit kepala jika mereka menabrak salah satu tamu keluarga pewaris. Aku menuruni tangga. Fabiano masih tetap memimpin di depan. Dia sangat cepat tapi Liliana hampir saja menangkap dia sedangkan Gianna dan aku terlalu lambat karena sepatu bertumit tinggi yang ibuku paksakan untuk kami pakai sebagai latihan. Fabiano berlari menuju koridor dan berlari jauh di depan menuju sayap barat rumah. Kami akan mendapatkan banyak masalah jika dia tertangkap sedang bermain di sekitar. Fabiano seharusnya bertingkah seperti pria. Tapi bagaimana seorang bocah umur lima tahun bertingkah seperti pria?
Kami melewati pintu ayah dan rasa lega merasuki ku, tapi kemudian ada tiga laki-laki sedang berkeliling di sudut bagian ujung koridor.. Aku membuka bibiku untuk meneriakkan peringatan tapi itu sudah terlalu terlambat. Fabiano hanya sedikit terpeleset tetapi Liliana berlari ke arah pria yang ada di tengah dengan kekuatan penuh. Kebanyakan orang akan kehilangan keseimbangan. Kebanyakan orang tidak setinggi enam setengah kaki dan berotot seperti banteng.
Aku tersentak berhenti saat waktu tampak nya terhenti di sekitar kU. Gianna tersentak di sampingku, tapi tatapan ku membeku ke arah suami masa depanku. Dia menunduk ke bawah, ke arah kepala pirang adikku , memantapkan adikku dengan tangannya yang kuat. Tangan yang dia gunakan untuk menghancurkan tenggorokan seorang pria.
" Liliana" , kataku, suaraku melengking ketakutan. Aku tak pernah memanggil adikku dengan nama lengkap kecuali dia dalam kesulitan atau ada sesuatu yang sangat sangat salah. Aku berharap aku bisa menyembunyikan dengan baik Ketakutanku. Sekarang semua orang menatapku, termasuk Luca. Mata abu-abu dinginnya mengamati ku dari kepala hingga kaki, lalu berlama lama di rambutku.
Tuhan, dia tinggi. Orang orang di sampingnya hampir setinggi enam kaki tapi tetap saja terlihat seperti kerdil di sampingnya. Tangannya masih di bahu Lily . ". Liliana kemarilah", kataku tegas sambil mengulurkan tangan. Aku ingin dia jauh dari Luca. Dia terhuyung mundur, kemudian berlari ke arahku, membenamkan wajahnya di bAhuku. Luca menaikkan satu alis hitamnya.
" itu Luca Vittielo!", kata GIanna membantu, bahkan dia tanpa repot -repot menunjukkan rasa jijik ya. Fabiano mengeluarkan suara seperti kucing kecil yang marah dan menyerbu ke arah Luca, dan memulai pukulan kecilnya di perut dan kaki Luca. " tinggalkan Aria sendiri. Kau tak akan mendapatkan dia!".
Jantungku berhenti saat itu. Orang -orang di samping Luca mengambil langkah maju. Menampilkan pistol yang terpampang di bawah rompi ya. Dia pasti pengawal Luca, meskipun aku benar-benar tak mengerti mengapa dia butuh seorang pengawal.
"Tidak, Cesare", Kata Luca singkat, dan pria itu berhenti. Luca menangkap salah satu tangan adikku dan menghentikan serangannya . Aku ragu bahwa dia bahkan merasakan pukulan itu. Aku mendorong Lily ke Gianna yang langsung membungkusnya dalam perlindungan lengannya , dan aku mendekati Luca. Rasa takut menguat dari pikiranku, tapi aku harus mendapatkan Fabiano dari dia. Mungkin New York dan Chicago sudah meletakkan permusuhan mereka untuk beristirahat, tapi sebuah aliansi bisa saja hanya sekejap. Itu bukanlah pertama kalinya. Luca dan pengawalnya tetaplah musuh.
"Inikah sambutan hangat yang kita dapatkan. Ini bentuk keramahan yang terkenal dari The Outfit". Kata pria lain yang bersama Luca, dia memiliki rambut hitam yang sama tapi matanya gelap. Dia beberapa inci lebih kecil dari Luca, dan tidak bidang, tapi nampak jelas bahwa mereka berdua bersaudara.
"Matteo", Luca berbicara dengan suara pelan yang membuatku merinding. Fabiano tetap masih saja menggeram dan memberontak layaknya binatang liar, tapi Luca memegangi sepanjang lengan Fabiano.
"Fabiano,", aku berkata dengan tegas, dan menggenggam bagian atas lengannya. "Cukup. Ini bukan cara memperlakukan tamu dengan benar".
Fabiano terdiam., dan memandangku dari atas bahunya. " dia bukan tamu, dia mau membawa mau pergi, Aria".
Matteo tergelak. "Ini sungguh menghibur. Aku senang ayah meyakinkan ku untuk datang".
"Memerintahkan mu" Luca mengoreksi, tapi dia tidak mengalihkan matanya dariku. Aku tidak bisa balik menatapnya. Pipiku bersemburat merah akibat dari panasnya tatapannya. ayahku dan pengawalnya memastikan bahwa Gianna , Lily, dan aku tidak berada sering-sering dengan pria. Dan satu satunya yang boleh dekat dengan kami hanyalah keluarga dan juga orang yang sudah tua. Dan Luca bukanlah dua-duanya, dia bukan keluarga dan juga tidak tua. Dia hanya lima tahun lebih tua dari kU, tapi dia sudah tampak seperti lelaki dewasa dan itu membuatku membandingkan diriku dengan seorang gadis cilik.
Luca melepaskan Fabiano dan aku menariknya ke arahku, punggungnya menempel di kakiku, Aku meletakkan tanganku diatas bahu kecilnya. Dia tidak berhenti menyeringai ke arah Luca. Aku berharap aku mempunyai keberaniannya, tetapi dia hanyalah anak kecil, dan pewaris takhta ayahku nantinya. Dia tak kan di paksa untuk menuruti siapapun, kecuali si Boss. Dia tidak akan bisa memperlihatkan keberaniannya.
"Aku minta maaf", kataku, walaupun. Kata -kata itu terasa salah. "Adikku tak bermaksud bertindak kurang ajar".
"Itu memang maksudku", Fabiano berteriak. Aku menutup mulutnya dengan telapak tanganku dan dia berontak dari kekangananku tapi aku tak membiarkan dia pergi.
"Jangan minta maaf" , kata Gianna tajam, mengabaikan tatapan peringatan yang kU arahkan padanya. "Ini bukan kesalahan kita kalau dia dan pengawalnya mengambil ruang terlalu besar di koridor. Setidaknya, Fabiano berkata jujur. Semua orang berpikir kita harus bermanis manis karena dia akan menjadi Capo-"
"Gianna,!", suaraku bagaikan cambuk. Bibirnya langsung terkatup, menatapku dengan mata melebar. "Bawa Lily dan Fabiano ke kamar mereka. Sekarang".
"Tapi-", dia melirik ke belakangku. Aku sangat senang tidak bisa melihat ekspresi Luca.
"Sekarang !".
Dia meraih tangan Fabiano dan menyeretnya dan membawa Lily pergi. Tak kU kira pertemuan pertama kU dengan calon suami masa depanku mungkin bisa jadi lebih buruk lagi. Menguatkan diri , aku menghadapi dia dan anak buahnya. Aku kira Aku akan disambut dengan kemarahan, tapi aku justru mendapati seringai di wajah Luca sebagai gantinya. Pipimu merona dengan rasa malu, dan sekarang aku sendirian dengan tiga orang pria, saraf berputar di perutku. Ibu akan panik jika mengetahui aku tidak berpakaian dengan pantas untuk pertemuan pertamaku dengan Luca. Aku menggunakan gaun maxi favoritku dengan lengan yang mencapai siku kU dan aku diam diam senang atas perlindungan yang kain ini tawarkan. Aku melipat tanganku di depan tubuhku, tak yakin dengan apa yang harus kU lakukan. "Aku minta maaf atas perlakuan adik-adikku. Mereka -", aku berjuang untuk sebuah kata selain kasar.
". Mereka sangat protektif terhadap dirimu", Kata Luca dengan simpel. Suaranya bahkan, dalam, tanpa emosi. ". Ini adikku Matteo".
Bibir Matteo ditarik menjadi seringai lebar. Aku senang dia tidak mencoba untuk meraih tanganku. Aku tak yakin aku bisa tetap tenang jika salah satu dari mereka bergerak lebih dekat. "Dan ini adalah tangan kananku, Cesare". Cesare memberiku anggukan singkat sebelum, dia kembali pada tugasnya, mengawasi koridor. Apa sebenarnya yang dia tunggu? Kami tak memiliki pembunuh yang bersembunyi dibalik pintu perangkap rahasia.
Aku memfokuskan ke dagu Luca dan berharap itu sama saja dengan menatap langsung ke matanya. " aku harus menyusul saudaraku",.
Luca memasang ekspresi paham di wajahnya, tapi aku tak peduli bahkan jika dia Tau bagaimana tak nyamannya aku, bagaimana dia membuatku ketakutan. Tanpa menunggu dia memberiku ijin, -dia masih belum menjadi tunangan ataupun suamiku- aku berbalik dan berjalan dengan cepat, dan bangga karena aku bisa mengabaikan dorongan untuk berlari.
****
Ibuku menarik naik gaun yang ayah Pilihkan untuk acara ini. Untuk pertunjukan daging, Gianna menyebutnya. Tak peduli berapa kalipun ibu menariknya, gaun ini tak akan bertambah panjang. Aku menatap diriku di cermin dengan ragu. Aku tak pernah mengenakan apapun yang seterbuka ini, gaun hitam ini menempel di pantat dan pinggang ku, dan berakhir di paha atasku, dan bagian atas ya adalah bustier emas berkilauan dengan tali tule hitam. "Aku tak bisa mengenakan ini, ibu".
Ibu membalas tatapan ku di cermin. Rambutnya telah di sanggul, dan ada beberapa warna yang lebih gelap daripada warna rambutku. Dia mengenakan gaun lantai panjang. Aku berharap diizinkan untuk mengenakan sesuatu yang lebih sederhana. "Kau tampak seperti seorang wanita" bisiknya.
Aku meringis. "Aku terlihat seperti pelacur".
"Pelacur tak mampu memakai gaun seperti ini".
Wanita-wanita ayah memiliki pakaian yang harganya lebih mahal dari harga yang beberapa orang habiskan untuk membeli mobil, ibu menaruh tangannya di pinggang ku. "Kau memiliki pinggang tawon dan gaun ini membuat kakimu terlihat sangat panjang. Aku yakin Luca akan sangat menyukai itu".
Aku menatap belahan dadaku. Aku memiliki payudara kecil bahkan efek push-up dari bustier tidak bisa mengubah itu. Aku baru lima belas tahun dan berdandan seperti seorang wanita.
" kemarilah", ibu menyerahkan heels setinggi lima inci. Mungkin aku akan setinggi dagu Luca ketika aku memakainya. Aku mengenakan heels itu. Ibu memaksakan senyum palsu di wajahnya, dan merapikan rambut pandangku. "Angkat kepalamu tinggi-tinggi. Fiore cavalaro menyebut kau sebagai wanita paling cantik dari Chicago. Tunjukkan pada Luca dan rombongannya bahwa kau lebih cantik dari wanita di New York juga. Tentunya, Luca mengenal keseluruhan mereka". Cara ibuku mengatakan itu aku yakin dia membaca artikel tentang penaklukkan Luca juga, atau mungkin ayah telah mengatakan sesuatu juga padanya.
"Ibu", kataku ragu-ragu, tapi dia melangkah kembali. "Sekarang pergilah. Aku akan menyusulmu, tapi ini adalah harimu. Kau harus memasuki ruangan sendirian. Orang -orang akan menunggu. Ayahmu akan hadir untuk Luca dan kemudian kita semua akan datang bersama sama di ruang makan untuk makan malam". Dia sudah mengatakan padaku puluhan kali.
Untuk sesaat, aku ingin meraih tangannya, dan memohon padanya untuk menemaniku;alih -alih aku berbalik dan melangkah ke ruangan. Aku senang ibuku sudah memaksa ku untuk mengenakan heels selama beberapa minggu terakhir. Ketika aku sampai di depan pintu Lorong fireplace di lantai pertama di sayap barat, jantungku berdetak di tenggorokan ku. Aku berharap Gianna ada di sampingku, tapi tampaknya ibuku sudah memperingatkan dia untuk tidak bertingkah sekarang. Aku harus melewati ini sendirian, tak seorangpun boleh mencuri pertunjukan ini dari calon pengantin.
Aku menatap kayu hitam dari pintu. Dan berharap untuk kabur. Suara tawa pria terdengar di balik pintu itu, ayahku dan The Boss. Ruangan dipenuhi oleh pria paling berpengaruh dan berbahaya di negeri ini dan aku harus masuk ke dalam. Seorang domba sendirian dengan para serigala. Aku menggelengkan kepalaku. Aku harus berhenti berpikiran seperti itu. Aku sudah membuat mereka menunggu lama.
Aku menggenggam Handel pintu dan mendorongnya. Aku masuk, belum melihat ke seorangpun di dekat pintu. Mengumpulkan keberanianmu, aku menghadapi ruangan. Percakapan tiba-tiba senyap. Apakah seharusnya aku mengatakan sesuatu? Aku merinding dan aku berharap merek tak bisa melihat itu. Ayahku tampak seperti kucing yang berlapis krim. Mataku mencari Luca, tatapan menusuk diarahkan Kemang pun aku bergerak. Aku menahan napas. Dia meletakkan gelas dengan cairan berwarna gelap dengan suara berdentang yang terdengar, jika tak ada yang mengatakan sesuatu segera aku akan melarikan diri dari ruangan ini. Aku cepat -cepat mengamati wajah orang -orang yang berkumpul. Dari New York ada Matteo, Luca, Salvatore vittielo dan dua pengawal. Cesare dan seorang pemuda yang tak kU kenal. Dari Chicago outfit ada ayahku, Fiore cavalaro, dan putranya pemimpin masa depan Dante cavalaro, serta Umberto dan sepupu ku raffaele yang kU benci dengan semangat ribuan matahari. Dan disamping, berdiri si Malang Fabiano yang mengenakan setelan hitam seperti orang lain. Aku bisa melihat bahwa dia ingin berlari menuju padaku untuk mencari hiburan, tapi dia Tau apa yang akan ayah katakan mengenai itu.
Ayah akhirnya bergerak ke arahku. Meletakkan tangannya di punggungku dan membawaku ke arah para lelaki yang berkumpul seperti domba dalam pembataian. Satu satunya orang yang tampak kebosanan adalah Dante cavalaro , dia hanya melihat ke scotchnya. Keluarga kami telah menghadiri pemakaman istrinya dua bulan yang lalu. Seorang duda berusia tiga puluhan. Aku akan merasa kasihan padanya jika saja dia tidak membuatku takut secara tidak masuk akal, hampir sebanyak takutku pada Luca.
Tentu saja ayahku mengalahkanku lurus menuju suami masa depanku dengan ekspresi menantang seolah olah ia berharap Luca jatuh berlutut penuh kekaguman. Melihat ekspresinya, Luca tampaknya seperti sedang melihat sebuah batu. Mata abu abunya keras dan dingin karena matanya fokus kepada ayahku.
"Ini adalah putriku Aria".
Rupanya Luca tidak menceritakan tentang pertemuan memalukan kami. Fiore cavalaro berbicara. "Aku tidak bicara muluk muluk bukan?".
Aku berharap tanah akan membuka dan menelan ku utuh -utuh. Aku tak pernah dibicarakan dengan begitu banyak.....perhatian. Cara raffaele menatapku membuatku merinding. Dia sudah mulai begitu akhir akhir ini terutam setelah berusia delapan belas tahun dua minggu yang lalu. Sejak saat itu bahkan dia lebih menjengkelkan daripada sebelumnya.
"Anda benar", kata Luca singkat.
Ayah tampak jelas menunda. Tanpa ada yang memperhatikan Fabiano telat menyelinap di belakangku dan menggenggam tanganku . Nah, Luca telah melihat dan menatap adikku, yang membawa tatapannya penuh ke arah paha telanjang ku. Aku bergeser gugup dan Luca mengalihkan pandangan.
"Mungkin pengantin dan suami masa depan ingin sendirian selama beberapa menit?"Salvatore vittielo menyarankan. Mataku tersentak ke arahnya dan aku tak berhasil menyembunyikan keterkejutan kU cukup cepat. Luca telah melihat tapi tak peduli.
Ayahku tersenyum dan berbalik. Aku tak bisa percaya.
"Haruskah aku tinggal ?"tanya Umberto dan aku memberi ya senyum cepat , yang menghilang ketika ayahku menggeleng. "Beri mereka beberapa menit saja," katanya. Salvatore vittielo sebenarnya mengedipkan mata pada Luca . Mereka semua berbaris keluar sampai hanya tinggal Luca , Fabiano dan aku.
"Fabiano ," terdengar suara tajam ayahku. "Keluar dari sana sekarang ".
Fabiano enggan melepaskan tanganku dan pergi, tapi sebelum mengirimkan Luca tatapan mematikan bocah lima tahun. Bibir Luca terangkat. Kemudian pintu di tutup dan kami sendirian. Apa arti kedipan mata ayah pada Luca ?
Aku melirik Luca. Aku memang benar, dengan heels kU, bagian atas kepalaku mencapai dagunya. Dia melihat keluar jendela. Dia tak menatapku sedikitpun. Pakaian ku yang seperti pelacur membuat Luca tak tertarik sama sekali padaku. Mengapa dia harus tertarik? Aku telah melihat wanita yang dia kencani di New York. Mereka akan mengisi belahan dada mereka dengan lebih baik.
"Apakah kau yang memilih gaun itu?"
Aku terlontar, terkejut karena dia telah berbicara. Suaranya yang dalam dan tenang. Apakah dia selalu seperti itu? "Tidak", aku mengakui. " ayahku yang melakukan".
Rahang Luca berkedut. Aku tak bisa membaca dia dan itu membuatku semakin gugup. Dia merogoh bagian dalam jaketnya dan untuk sesaat yang konyol aku benar benar berpikir dia menarik pistol. Sebaliknya dia memegang kotak hitam di tangannya . Dia berbalik ke arahku dan menatap tajam ke kemeja hitamnya. Kemeja hitam, dasi hitam, jaket hitam. Hitam seperti jiwanya.
Ini adalah apa yang jutaan wanita impikan, tapi aku merasa dingin ketika Luca membuka kotak itu. Di dalam itu ada cincin emas putih dengan berlian besar terjepit di antara dua berlian yang sedikit lebih kecil. Aku tak bergerak.
Luca mengulurkan tangannya ketika kecanggungan di antara kami memuncak. Aku memerah dan mengulurkan tangan kU. Aku tersentak ketika kulitnya menggesek kulitku. Dia menyelipkan cincin pertunangan di jari ku, kemudian membebaskan tanganku.
"Terima kasih". Aku merasa berkewajiban untuk mengucapkan kata kata dan bahkan melihat ke wajahnya yang tanpa ekspresi, walaupun tak begitu dengan matanya. Matanya tampak marah. Apakah aku melakukan sesuatu yang salah? Dia mengulurkan tangannya dan aku menakutkan tanganku dengannya dan di membawaku keluar dari ruang tunggu dan menuju ke ruang makan. Kami tak berbicara. Mungkin Luca cukup kecewa denganku dan membatalkan kesepakatan? Tapi dia tak akan menempatkan cincin di matiku jika itu terjadi.
Ketika kami melangkah ke ruang makan, para wanita dari keluargaku telah bergabung dengan para lelaki. Para vittielo tidak membawa wanita. Mungkin dia tak percaya dengan ayahku dan cavalaro merasa cukup berisiko untuk membawa para wanita ke sini.
Aku tak bisa menyalahkan mereka. Aku pun tak akan mempercayai ayahku ataupun The Boss. Luca melepaskan rangkulannya dan aku dengan cepat langsung bergabung dengan ibu serta adik perempuanku, yang berpura-pura -pura mengagumi cincin ku. Gianna melontarkan pandangan ke arahku. Aku tak Tau ancaman apa yang telah ibuku berikan padanya hingga membuatnya terdiam. Aku berani bertaruh bahwa Gianna memiliki sesuatu yang ingin dia katakan di ujung lidahnya. Aku menggelengkan kepalaku ke arahnya dan dia memutar matanya. Makan malam menjadi tak jelas. Para lelaki membicarakan bisnis ketika para perempuan diingatkan untuk diam. Mataku terus menerus menatap ke cincin di jari ku. Cincin ini terasa terlalu berat, dan secara keseluruhan serasa terlalu berlebihan. Luca menandai ku dibawah kekuasaannya.
****
Setelah makan malam para pria berpindah ke lobi untuk minum dan merokok dan mendiskusikan apapun yang butuh untuk di diskusikan. Aku kembali ke kamarku, tapi tetap tak bisa untuk tidur. Sebenarnya aku menggunakan bathrobe di atas piyama ku, aku diam diam keluar dari kamarku dan merayap ke lantai bawah. Di penuhi kegilaan, aku bergerak menuju bagian yang mengarah ke pintu rahasia di balik dinding ruang tunggu. Kakek ku berpikir sangat perlu memiliki ruangan rahasia untuk meloloskan diri di kantor dan di ruang perapian karena Disitulah orang orrang dari keluarga biasanya berkumpul. Aku bertanya tanya apa yang para pria pikir akan terjadi kepada para wanita setelah para pria semua melarikan diri dari pintu rahasia?
Aku menemukan Gianna dengan mata yang sedang menempel di lubang intip pintu rahasia. Tentu saja, dia sudah ada disana. Dia berbalik, matanya melebar, akan tetapi kembali santai ketika dia melihatku.
"Apa yang terjadi disana?" Kataku dengan bisikan yang pelan, khawatir para pria di ruang tunggu akan mendengar kami.
Gianna bergeser ke samping sehingga aku bisa mengintip dari lubang intip yang kedua. " hampir semua orang sudah pergi, ayah dan cavalaro memiliki hal hal yang perlu di diskusikan dengan Salvatore vittielo. Sekarang hanya tinggal Luca dan rombongannya.
Aku menyipitkan mata melalui lubang, yang memberiku pemandangan. Yang sempurna dari kursi yang berkerumun di dekat ruang perapian. Kaki nya santai, dengan Scotch di tangannya. Dan adiknya Matteo berada di lengan kursi di sampingnya, kakinya membuka lebar dengan senyuman serigala di wajahnya. Cesare dan Bodyguard kedua yang di panggil Romero nterlihat seumuran dengan Matteo , sekitar delapan belas . Masih sangat muda di komunitas sosial pada umumnya, tapi tidak di dunia kami.
"Itu bisa saja lebih buruk", kata Matteo, menyeringai. Dia mungkin tidak terlihat semematikan Luca , tapi sesuatu di matanya mengatakan bahwa dia hanya menyembunyikan itu dengan lebih baik. "Dia bisa saja buruk rupa. Tapi sialan, tunangan kecilmu adalah seorang bidadari. Gaun itu. Tubuh itu. Rambut serta wajahnya". Matteo bersiul. Dia tampaknya sedang memprovokasi kakaknya dengan sengaja.
"Dia masih anak-anak". Kata Luca acuh. Kemarahan naik dalam diriku, tapi Ku harus senang dia tidak melihatku seperti seorang pria memandang wanita.
"Dia tak terlihat seperti anak-anak menurutku". Kata Matteo kemudian mendesakkan lidahnya. Dia menyikut pria yang lebih tua, Cesare. "Bagaimana menurutku? Apakah Luca buta?"
Cesare mengangkat bahu dengan pandangan hati hati ke arah Luca. "Aku tak melihat dia dari dekat".
"Bagaimana dengan mu Romero?kau punya mata yang masih berfungsi di kepalamu?"
Romero mendongak, lalu cepat cepat menunduk kembali ke minuman nya .
Matteo melemparkan kepalanya ke belakang dan tergelak. "Sialan Luca, kau memberitahu para pria , bahwa kau akan memotong penis mereka jika melihat ke gadis itu? Kau bahkan belum menikah dengan dia"
"Dia milikku". Katanya pelan. Mengirimkan rasa dingin ke bawah punggungku dengan suaranya , belum lagi matanya. Dia menatap Matteo, yang menggelengkan kepala. "Untuk tiga tahun kedepan, kau akan di New York, dan dia akan berada disini. Kau tak bisa selalu mengawasi dia atau kau berniat untuk mengancam setiap pria di Outfit. Aku tak bisa memotong semua penis mereka. Mungkin Schundery tahu beberapa kasim yang bisa menjaga dia".
"Aku akan melakukan apa yang memang harus ku lakukan",kata Luca, memutar murah minuman di gelasnya. "Cesare, temukan dua orang idiot yang harusnya menjaga Aria". Cara namaku bergulir di lidahnya membuatku menggigil. Aku bahkan tak Tau bahwa aku punya dua penjaga sekarang. Umberto selalu melindungi ku dan saudaraku.
Cesare segera pergi dan kembali sepuluh menit kemudian dengan Umberto dan raffaele keduanya tampak seperti habis di tendang pantatnya , karena di panggil oleh seseorang yang berasal dari New York. Ayah ada di belakang mereka.
"Apa artinya ini?" Tanya ayahku.
"Aku ingin berbicara pada orang orang yang Anda pilih untuk melindungi ap yang menjadi milikku".
Gianna gusar di sampingku, tapi aku mencubit ya. Tak ada yang Tau kami mendengarkan percakapan ini. Ayah mungkin akan melempar kami jika kami mengungkapkan posisi pintu rahasia.
"Mereka berdua adalah prajurit yang baik, raffaele adalah sepupu Aria dan Umberto telah berkeraja untukku selama dua dekade".
"Aku ingin memutuskan sendiri apakah aku mempercayai mereka", kata Luca. Aku menahan napas. Itu sangat dekat dengan penghinaan saat dia bisa melakukan itu tanpa benar benar menghina ayahku secara terbuka. Bibir ayahku menipis, tapi dia ,mengangguk singkat. Luca melangkah ke Umberto. "Aku mendengar kau ahli dalam pisau".
"Yang terbaik". Sela ayahku. Otot rahang Luca berkedut.
"Tak sebagus adikmu, seperti yang telah di rumor kan". Kata Umberto dengan anggukan ke arah Matteo yang melintas kan senyuman hiu ke arah Umberto. "Tapi aku lebih baik di banding lelaki lain di wilayah kami". Umberto mengaku pada akhirnya.
"Apa kau sudah menikah?"
Umberto mengangguk. "Selama dua puluh satu tahun".
"Itu waktu yang lama". Kata Matteo. " Aria pastinya terlihat lebih lezat dibanding istri lama mu". Aku menAhan dengus ku.
Tangan Umberto berkedut satu inci menuju sarung di pinggangnya. Semua orang melihatnya. Ayah menyaksikannya seperti elang tapi tidak mengganggu, Umberto berdeham. "Aku sudah mengenal Aria sejak dia lahir. Dia adalah seorang bocah".
"Dia tak akan menjadi bocah lebih lama lagi". Kata Luca.
"Dia akan selalu ,menjadi bocah di mataku. Dan aku setia pada istriku". Umberto memelototi Matteo. " jika kau menghina istriku lagi aku akan meminta izin ayahmu untuk menantang mu dalam adu pisau untuk membela kehormatan dan aku akan membunuhmu".
Ini akan berakhir buruk.
Matteo memiringkan kepala. "Anda bisa mencoba". Dia memamerkan giginya yang putih. "Tapi kau tak akan berhasil".
Luca menyilangkan lengannya kemudian memberi anggukan. "Kurasa kau pilihan yang baik, Umberto". Umberto melangkah mundur, tapi pandangannya tetap ke arah Matteo yang mengabaikannya.
Mata Luca menetap di raffaele dan dia mengabaikan kesopanan apapun yang telah mengekang monster dalam dirinya sampai pada titik ini. Dia bergerak begitu dekat dengan raffaele sampai sepupu ku harus Memiringkan kepalanya untuk menatap balik dia. Raffaele berusaha menjaga ekspresinya tetap arogan dan percaya diri, tapi dia tampak seperti anjing Chihuahua yang mencoba untuk mengesankan harimau bengal. Luca dan dia tentu saja adalah dua spesies yang berbeda.
"Dia keluarga. Apakah kau benar benar akan menuduhnya memiliki ketertarikan dengan putriku?"
"Aku melihat bagaimana kau melihat Aria", kata Luca, tak pernah mengalihkan matanya. Dari raffaele.
"Seperti buah Persik berair yang ingin kau petik". Matteo melemparkan omongan, sepenuhnya sangat menikmati situasi ini.
Mata raffaele melesat ke arah ayahku , mencari bantuan.
"Jangan menyangkalnya, aku Tau ketika aku melihatnya. Dan kau menginginkan Aria". Luca geram dan raffaele tak menyangkalnya. " jika aku sampai Tau kau menatapnya seperti itu lagi. Jika aku sampai Tau , kau berada di sebuah ruangan yang sama dengan dia. Dan jika aku sampai Tau kau menyentuhnya sebesar telapak tangannya aku akan membunuhmu".
Raffaele memerah. "Kau bukan anggota outfit. Tak akan ada yang memberitahu mu bahkan jika aku memperkosanya. Aku bisa merusak dia untukmu". Oh Tuhan, raffaele tutup mulutmu. Tak bisa kah dia melihat aura membunuh di mata Luca?. "Mungkin aku bahkan akan memfilmkan nya untukmu".
Sebelum aku bahkan bisa berkedip. Luca telah melemparkan raffaele ke tanah. Dan menekan lutut ke belakang , salah satu lengan sepupu ku memutar ke belakang. Raffaele berjuang dan mengutuk, tapi Luca menahannya dengan cepat. Salah satu tangannya mencengkram pergelangan raffaele saat dia menarik ke bawah rompi ya dengan satu tangan lainnya, menarik keluar pisau.
Kakiku menjadi lemah. "Tinggalkan sekarang". Kataku Gianna berbisik. Dia tidak mendengarkan.
Berpaling Aria.
Tapi aku tak bisa. Ayah pasti akan menghentikan Luca. Tapi ekspresi ayah merasa jijik saat dia menatap raffaele. Mata Luca mencari tatapan ayah -raffaele bukan prajuritnya. Ini bahkan bukan wilayahnya. Kehormatan menuntut dia mendapat izin dari consigliere- dan ketika ayah memberikan anggukan , dia membawa pisau itu dan memotong jari Manis raffaele. Jeritan menggema di telingaku ketika pandanganku menjadi gelap. Aku menggigit kepalan tanganku untuk meredam suaraku. Gianna tidak. Dia mengeluarkan suara memekik yang bisa membangunkan orang mati sebelum dia muntah. Setidaknya dia berbalik dan menjauh dariku. Muntahannya tumpah menuruni tangga.
Di balik pintu, keheningan memerintah. Mereka telah mendengar kami. Aku mencengkram lengan Gianna saat pintu rahasia terbuka, menampakkan wajah marah ayahku. Di belakangnya berdiri Romero dan Cesare , dengan senjata mereka yang telah di tarik. Ketika mereka melihat Gianna dan aku, mereka kembali menyarungkan senjata mereka ke sarung di bawah jaket mereka.
Gianna tidak menangis. Dia jarang menangis,tapi wajahnya pucat dan dia bersandar di tubuhku. Jika aku tidak harus menahan tubuhnya, kaki ku sendiri pasti sudah lemas. Tapi aku harus Kuat untuknya.
"Tentu saja", kata ayahku, cemberut ke arah Gianna. "Seharusnya aku Tau pastilah kau yang membuat masalah lagi". Dia di renggut menjauh dariku dan menuju ruang tunggu , ayahku mengangkat tangannya dan menampar keras wajah Gianna.
Aku melangkah ke arah ayahku dan melindungi Gianna dan ayahku mengangkat tanganku lagi. Aku menguatkan diri untuk menerima tamparan, tapi Luca menangkap pergelangan tangan ayahku dengan tangan kirinya. Tangan kanannya masih memegang pisau yang tadi dia gunakan untuk memotong jari raffaele. Pisau dan tangan Luca berlumur darah. Mataku melebar. Ayah adalah tuan rumah. Tuan dari kami. Intervensi Luca adalah penghinaan terhadap kehormatan ayahku.
Umberto menarik pisau ya dan ayahku meletakkan tangannya di pisau ya. Matteo, Romero. Dan Cesare telah menarik senjata mereka sendiri. Raffaele meringkuk di lantai, memegangi tangannya, rintihannya adalah satu satunya suara di ruangan ini.
"Aku tak bermaksud tidak hormat ,". Kata Luca tenang, seolah olah perang antara Chicago dan New York tidak diambang pecah. "Tapi Aria bukan lagi tanggung jawab Anda. Anda kehilangan hak untuk menghukumnya ketika Anda menjadikan dia tunangan ku. Dia adalah milikku sekarang".
Ayah memandang turun ke arah cincin di tanganku, kemudian menegakkan kepalanya. Luca melepaskan lengan ayahku, dan para pria di ruangan ini kembali santai tapi tetap mengembalikan senjata mereka kembali. " itu benar". Dia melangkah mundur dan mengarahkan tatapan padaku. "Kemudian bisakah kau memberi sedikit pelajaran pada dia?"
Pandangan matanya mengeras ke arahku dan aku berhenti bernapas. "Dia bukan tidak mematuhi ku".
Bibir ayahku menipis. "Kau benar. Tapi seperti yang aku lihat Aria akan tinggal dibawah atasku sampai waktu pernikahan dan sejak itu pula adalah hak ku untuk memukulkan tanganku kepada dia, aku harus menemukan cara untuk membuat dia mematuhi ku". Dia merunduk ke arah Gianna dan memukulnya untuk kedua kalinya. " setiap kali kau melakukan kesalahan Aria, adikmu akan menerima akibatnya".
Aku menekan bibir ku, airmata menetes dari mataku. Aku tak melihat ke Luca ataupun ayahku, tidak sampai aku bisa menemukan cara menutupi kebencianku pada mereka.
"Umberto , bawa Gianna dan Aria ke kamar mereka dan pastikan. Mereka tinggal disana". Umberto menyarungkan pisau ya, dan menunjuk ke arah kami untuk mengikuti dia. Aku melangkah melewati ayahku, menyeret Gianna dengan ku dengan kepala tertunduk. Dia menegang saat kami melangkah diatas darah yang menggenang di lantai dengan jari yang terputus di atasnya. Mataku melesat ke raffaele yang mencengkram lukanya yang masih pendarahan. Tangannya, kemeja, celananya yang berlumuran darah. Gianna tampak seperti dia akan muntah lagi.
"Jangan" kataku "lihat aku".
Dia menarik matanya menjauh dari darah dan bertemu tatapan ku. Ada air mata di matanya dan bibirnya sedikit Sobek dengan darah yang menetes di dagu dan baju tidurnya. Tanganku di bibirnya menegang. Aku disini untukmu . Mata kami saling terkunci saat Umberto membawa kami keluar ruangan.
"Perempuan", kata ayahku dengan nada mengejek. "Mereka bahkan tak tahan melihat sedikit darah " aku bahkan bisa merasakan mata Luca tampak kebosanan di belakangku sebelum pintu tertutup. Gianna mengusap bibirnya yang berdarah saat kami bergegas menyusul Umberto ke koridor dan menaiki tangga. "Aku benci dia" gumamnya. "Aku benci mereka semua".
"Shh", aku tak ingin berbicara seperti itu di depan Umberto. Dia peduli pada kami, tapi dia adalah prajurit ayahku yang sangat setia.
Dia menghentikan ku ketika aku ingin mengikuti gianna ke kamarnya. Aku tak ingin dia sendirian malam ini. Dan akupun tak ingin sendirian. "Kau dengar apa yang di katakan ayahmu"
Aku memelototi Umberto. ." Aku perlu membantu mengobati bibir Gianna"
Umberto menggeleng. "Kalian berdua bersama sama dalam satu ruangan akan selalu jadi pertanda masalah. Apakah kau pikir bijaksana untuk membuat ayahmu jengkel malam ini? " Umberto menutup pintu Gianna dan mendorong ku ke kamarku dengan lembut.
Aku masuk, dan berbalik ke arahnya. " ruangan penuh dengan pria dewasa menonton seorang pria memukul gadis lemah, itulah keberanian terkenal seorang Anggota mafia"
"Calon suamimu menghentikan ayahmu"
"Dia menghentikan ayahku memukulku, bukan Gianna".
Umberto tersenyum padaku seakan-akan aku adalah seorang anak bodoh. "Luca mungkin menguasai New York, tapi ini adalah Chicago, dan ayahmu adalah seorang Consigliere ".
"Kau mengagumi Luca " kataku tak percaya. "Kau menyaksikan dia memotong jari raffaele dan kau mengaguminya".
"Sepupu mu beruntung The Vice tidak memotong sesuatu yang lain. Luca melakukan apa yang setiap orang lakukan".
Mungkin setiap orang di dunia kami.
Umberto menepuk pelan kepalaku seperti aku anak kucing yang ,enggemSkan. "Pergi tidur".
"Apakah kau akan menjaga pintu sepanjang malam untuk memastikan aku tak menyelinap keluar lagi? " kataku menantang.
"Lebih baik aku melakukan itu. Sekarang Luca sudah menyematkan cincin di jari mu, dia akan memastikan kau selalu di jaga".
Aku membanting pintu hingga tertutup. Di jaga. Bahkan dari jauh Luca akan mengendalikan hidupku. Ku pikir hidupku akan seperti dulu hingga pernikahan, tapi itu tak akan bisa ketika semua orang Tau apa arti cincin di jari ku? Jari manis rafaelle adalah sinyal, peringatan. Luca telah membuat klaim nya padaku dan akan menegakkannya dengan darah dingin.
Aku tak memadamkan lampu malam itu. Khawatir kegelapan akan membawa kembali gambaran darah dan anggota badan yang di potong.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
STUCK UP SUIT Chapter 8
GRAHAM AKU TIDAK MENDENGAR KABAR NYA SEPANJANG HARI di hari sabtu, dan tidak seperti yang aku harapkan juga. Soraya Venedetta san...
-
Gianna berhasil mendapatkan tiket pesawat dua hari kemudian. Aku amat dipenuhi kegembiraan hari itu. Belum lama aku tak melihatnya, t...
-
PROLOG Jemariku bergetar seperti daun terkena angin saat aku mengulurkan tanganku, detak jantungku secepat kicauan burung kolibri....
-
Perjalanan ke New York berlalu dalam keheningan. Aku senang Luca tidak mencoba untuk bercakap-cakap. Aku ingin sendirian dengan pikira...
akhirnya ketemu juga blog ini...
BalasHapusKak yang real di wattpad kok hilang? Kapan disambung disini kak? Ditunggu yaa
BalasHapusBaca ulang lagi disini.hahaha
BalasHapus