Orang
tuaku tidak menyukai dia. Sepanjang makan malam dia mengabaikan
kehadiran David. Setiap kali dengan terang-terangan mereka
mengabaikannya, aku membuka mulut untuk melawan dan kaki David akan
menyikutku dari bawah meja. Dia memberiku sedikit gelengan kepala.
Aku akan duduk dan mendidih, kemarahan ku tumbuh saat ini. Segala
sesuatu telah bergerak melampaui canggung, meskipun Lauren telah
me;lakukan yang terbaik untuk menutupi keheningan.
David
untuk bagiannya dia melakukan dengan totalitas, mengenakan kemeja
berkancing sampai ke bawah berwarna abu-abu dengan bagian lengan
terkancing. Itu menutupi tatonya. Jeans hitam dan boots hitam polos
menyempurnakan pakaian -bertemu- orang tua. Mengingat dia menolak
untuk berdandan untuk sebuah pesta ballroom penuh dengan bintang
Hollywood, aku terkesan. Dia bahkan menata rambutnya yang sekilas
tampak seperti James Dean. Pada kebanyakan pria, aku tak
menyukainya. David bukan kebanyakan pria. Terus terang, dia tampak
sangat luar biasa, bahkan dengan memar yang mulai memudar di bawah
matanya. Dan sikap ramah yang dia tunjukan dalam menghadapi prilaku
buruk orang tuaku hanya memperkuat keyakinanku padanya. Kebanggaan
untukku karena dia memilih bersamaku. Tapi kembali lagi ke
percakapan makan malam.
Lauren
telah memberi detail sinopsis rencana kelas nya untuk semester
mendatang. Ayahku mengangguk dan mendengarkan dengan seksama,
menanyakan semua pertanyaan wajar. Nate yang jatuh cinta pada Lauren
sungguh di luar mimpi liar orang tuaku. Lauren telah menjadi bagian
dari keluarga secara de facto untuk waktu yang lama sekarang.
Mereka tidak mungkin lebih bahagia. Tapi lebih dari itu, tampaknya
Lauren membuat mereka melihat putra mereka lagi, memperhatikan
perubahan dalam diri Nate. Ketika Lauren berbicara tentang pekerjaan
Nate dan tanggung jawabnya, mereka mendengarkan.
Sementara
itu, David hanya berdiam di sisi lain meja, tetapi aku merindukannya.
Ada begitu banyak yang ingin ku bicarakan yang aku bahkan tak tau
harus mulai dari mana. Dan bukankah kami sudah membicarakan
sebagian besar dari itu semua? Aku memiliki sensasi aneh bahwa ada
sesuatu yang salah, sesuatu yang menjauh dariku. David telah pindah
ke Portland. Semuanya akan baik-baik saja. Tapi ternyata tidak.
Kelas akan segera di mulai kembali. Ancaman dari rencana itu masih
menggantung di atas kepalaku.
“Ev?
Apa ada sesuatu yang salah?” Ayah duduk di salah satu kursi di
ujung meja, wajahnya tertarik karena kekhawatiran.
“Tidak,
Dad” kataku, senyumku lebar dengan gigi terkatup. Belum ada
bahasan tentang kegelisahanku padanya. Aku menduga itu telah
menorehkan kemarahan gadis yang patah hati atau sesuatu semacamnya.
Ayah
mengerutkan kening, mula-mula kepadaku dan kemudian kepada David.
“anak perempuanku akan kembali kuliah minggu depan”.
“ah,
ya”, kata David. “dia telah mengatakan itu, Mr Thomas”.
Ayahku
mempelajari David dari atas kacamatanya. “studynya sangat lah
penting”.
Sebuah
kepanikan yang dingin mencengkramku saat kengerian menggelinding
tepat di depan mataku. “ayah. Berhenti”.
“Ya,
Mr Thomas”, kata David. “aku tak punya niat untuk mengusiknya”.
“bagus”
ayah menelengkan tangannya di depan David, bersiap-siap untuk
memberi kuliah. “tetapi kenyataannya, wanita muda yang
membayangkan dirinya di dalam cinta memiliki kecenderungan buruk
untuk tidak berpikir”.
“Dad-”.
Ayahku
mengangkat tangan untuk menghentikan ku. “sejak masih kecil, dia
bercita-cita untuk menjadi arsitek”.
“Okay”.
“bagaiamna
saat kau pergi tour, David?” ayahku bertanya , melanjutkan dibalik
protesku. “seperti yang pasti kau lakukan. Apakah kau
mengharapkan dia meninggalkan semuannya dan hanya mengikutimu?”
“itu
tergantung pada putrimu, tuan. Tetapi aku tidak berencana melakukan
apapun yang mengharuskan dia memilih antara aku dan kuliahnya.
Apapun yang ingin dia lakukan, dia mendapat dukunganku”.
“dia
ingin menjadi arsitek”,ujar ayahku, nada suaranya absolut.
“hubungan ini telah banyak merugikannya. Dia mempunyai magang yang
di batalkan ketika segala hal tak masuk akal ii terjadi. Ini
membuatnya mundur”.
Aku
mundur, bangkit dari kursiku. “cukup”.
Ayah
memberiku tatapan yang sama bahwa pertama-tama dia akan menangani
David, menentang dan tidak menyukai. Dia menatapku seakan dia tidak
lagi mengenalku.
“aku
tak akan membiarkanmu membuang masa depan mu untuk dia”.
“Dia?”
tanyaku, ngeri mendengar nada suaranya. Kemarahan telah menggenang
dalam diriku sepanjang malam, memenuhi diriku. Tak heran aku hampir
tak menyentuh makan malam ku. “orang yang anda kasari selama satu
jam terakhir? David adalah orang terakhir yang mengharapkanku
membuang apapun yang penting bagiku”.
“Jika
dia peduli padamu, dia akan pergi. Lihatlah kerusakan yang telah dia
buat”. Sebuah urat menonjol di sisi dahi ayahku saat dia berdiri
juga. Semua orang menyaksikan terdiam. Bisa di katakan aku
menghabiskan sepanjang hidupku dengan mengalah. Tapi itu semua
tentang hal-hal yang tak penting, tidak juga. Ini berbeda.
“Kau
salah”.
“kamu
tidak terkendali”, ayahku menggeram, sambil menunjuk ke arahku.
“tidak”
kataku pada ayahku. Kemudian aku berbalik dan mengatakan apa yang
seharusnya aku katakan sejak lama pada suamiku. “Tidak, bukan.
Aku adalah gadis paling beruntung di seluruh dunia”.
Senyum
mencerahkan mata David. Dia menghisap bibir bawahnya, mencoba untuk
menjaga kebahagian tetap berlangsung di depan wajah marah orang
tuaku.
“ya
aku”, kataku, mengungkapkan semuanya dan bahkan tak memikirkan nya
sekali pun.
David
mendorong kursinya dan bangkit , menghadapku di seberang meja. janji
mencintai dan dukungan tanpa syarat di matanya adalah semua jawaban
yang aku butuhkan. Dan dalam satu momen yang sempurna itu, aku tau
segalanya akan baik-baik saja. Kami baik -baik saja. Kami akan
selalu seperti itu jika kami bersatu. Tak ada satu keraguanpun dalam
diriku. Dalam kesunyian, dia berjalan mengitari meja dan berdiri di
sisiku.
Raut
wajah orang tuaku.... whoa. Mereka selalu mengatakan bahwa yang
terbaik adalah merobek semua perban sekaligus, selesaikan dan
selesaikan. Jadi aku melakukannya.
“aku
tak ingin menjadi arsitek”, kelegaan karena akhirnya mengatakannya
begitu memuaskan. Aku hampir yakin lututku di pukul. Tak ada jalam
mundur, bagaimanapun. David meraih tanganku, meremasnya.
Ayahku
hanya berkedip padaku. “kau tidak bermaksud begitu”.
“
“apa
yang akan kau lakukan?” tanya ibuku, suaranya meninggi. “membuat
kopi?”
“ya”.
“itu
mengerikan. Semua uang yang kami habiskan---” mata ibuku
memancarkan kemarahan.
“aku
akan membayarnya kembali”.
“ini
gila”, ujar ayahku, wajahnya memucat. “ini tentang dia”.
“tidak.
Ini tentang diriku, sebenarnya. David hanya membuatku mulai
mempertanyakan apa yang sesungguhnya aku inginkan. Dia membuatku
ingin menjadi pribadi yang lebih baik. Berbohong tentang ini,
mencoba cocok dalam segala rencana mu sekian lama....aku salah
melakukan itu”.
Ayahku
memelototiku. “kurasa kau harus pergi sekarang, Evelyn. Pikirkan
semuanya baik-baik. Kita akan membicarakan ini lagi nanti”.
Kurasa
kami akan melakukannya, tapi aku tak akan merubah apapun. Status
gadis – baik ku sudah tenggelam.
“Kau
lupa memberitahunya bahwa apapun keputusannya kau masih akan tetap
menyayanginya”. Nathan berdiri, menarik kursi Lauren. Dia
menghadap ayahku dengan rahang terkatup. “kami sebaiknya pergi
juga”.
“dia
tau itu”. Wajahnya kacau, ayah berdiri di depan meja.
Nate
menggerutu. “tidak. Dia tidak tau. Mengapa menurutmu dia jatuh
ke keadaan yang sama sampai sekian lama”.
Mata
ayah menjadi lebih dingin. “jadi orang dewasa bukan berarti
membalikan punggung dari tanggung jawabmu”.
“mengikuti
jalan hidupmu bukanlah tanggung jawabku”, ujarku, menolak untuk
mundur. Hari-hari ku menurut sudah berakhir. “aku tidak bisa
jadi dirimu. Maafkan aku menghabiskan banyak tahun dan begitu banyak
uang untuk menyadari ini”.
“kami
hanya ingin yang terbaik bagimu”, kata Mom, suaranya berat penuh
emosi.
“aku
tau maksudmu. Tapi ini adalah saatnya aku yang memutuskan sekarang”,
aku menuju ke suamiku, menggenggam erat tangannya. “dan suamiku
tak akan pergi kemanapun. Kalian harus menerimannya”.
Nate
berjalan memutari meja, memberi Mom kecupan. “terima kasih untuk
makan malamnya”.
“suatu
hari”, ujarnya, melihat ke arah kami berdua. “ketika kau
memiliki anakmu sendiri, kemudian kau akan mengerti betapa sulitnya
itu”.
Kata-katanya
cukup banyak menyimpulkan segalanya. Ayahku terus menggelengkan
kepalanya dan menarik napas. Aku merasa bersalah karena mengecewakan
mereka. Tapi tidak cukup buruk untuk membuatku kembali ke jalanku
yang sebelumnya. Aku akhirnya mencapai usia dimana aku mengerti
bahwa orang tua ku adalah orang biasa juga. Mereka tidaklah
sempurna atau maha kuasa. Mereka sama-sama tak sempurna sepertiku.
Itu adalah tugasku untuk menilai mana yang benar.
Aku
mengambil tas tanganku. Sudah waktunya untuk pergi.
David
mengangguk ke arah orang tuaku dan membimbingku keluar. Sebuah Lexus
hybrid baru yang mulus dan ramping terparkir menunggu di tepi jalan.
Ini bukanlah SUV besar seperti Sam dan pegawai lain gunakan. Yang
ini ukurannya lebih user-friendly. Dibelakang kami, Nate dan Lauren
naik ke mobil mereka. Mom dan Dad berdiri di pintu rumah yang
terbuka, siluet gelap menutupi cahaya di belakang mereka. David
membukakan pintu untukku dan aku naik ke kursi penumpang.
“aku
minta maaf untuk ayahku. Apakah kamu kesal?” tanyaku.
“Tidak”.
Dia menutup pintuku dan berjalan ke sisi pengemudi.
Dia
mengangkat bahu. “dia adalah ayahmu. Tentu saja dia akan
khawatir”.
“kupikir
kau mungkin telah lari ke perbukitan sekarang dengan semua drama”.
Dia
menyalakan mesin dan berjalan keluar ke jalanan. “apakah kau
sungguh berpikir begitu?'
“tidak.
Maaf, itu adalah hal tolol untuk dikatakan”. Aku menatap
lingkungan lama ku yang terlewat, taman tempatku bermain dan jalur
yang ku lalui ke sekolah. “Jadi aku adalah mahasiswa DO”.
Dia
memberiku tatapan penasaran. “bagaimana rasanya?”
“Tuhan,
aku tak tau”.aku mengaitkan tanganku, menggosok keduanya bersamaan.
Menggelikan. Jari-jari kaki dan tanganku terasa geli. Aku tak tau
apa yang aku lakukan”.
“apakah
kau tau apa yang ingin kau lakukan?”
“tidak.
Tidak juga”.
“tapi
kau tau apa yang tidak ingin kau lakukan?”
“Ya”,
jawabku dengan pasti.
“jadi
itu adalah titik awalmu”.
Bulan
purnama menggantung berat di langit. Bintang-bintang bersinar. Dan
aku baru saja membalikkan seluruh eksistensiku. Lagi. “kau
sekarang resmi menikah dengan seorang mahasiswa putus kuliah yang
membuat kopi untuk mencari nafkah. Apakah itu mengganggumu?'
sambil
menghela napas, David menyalakan sen dan menepi di depan deretan
rumah pinggiran kota yang rapi. Dia mengambil salah satu tanganku,
menekannya dengan lebut di kedua tangannya. “jika aku ingin keluar
dari band, apakah itu mengganggumu?”
“tentu
saja tidak. Itu adalah keputusanmu”.
“jika
aku ingin menyumbangkan seluruh uangku, apa yang akan kau katakan?”
aku
mengangkat bahu. “kau yang menghasilkan uang, itu pilihanmu.
Kurasa kau harus ikut tinggal denganku. Dan akan kuberitahu padamu
sekarang, apartemen yang akan kita miliki hanya dengan gajiku akan
sangat kecil, amat sangat kecil. Hanya untuk kau tau saja”.
“tetapi
kau akan tetap mengajakku?”
“tak
perlu ditanya”, aku menutupi satu tangannya dengan tanganku, butuh
untuk meminjam sedikit kekuatannya. “terima kasih karena berada
disana malam ini”.
Kerutan
kecil berjajar di mata birunya yang sempurna. “aku bahkan tak
mengatakan apapun”.
“kau
tak harus melakukannya”.
“kau
memanggilku, suamimu”.
Aku
mengangguk, jantungku tercekat di tenggorokanku.
“aku
tidak menciummu di studio hari ini karena rasanya masih ada terlalu
banyak yang harus diselesaikan antara kita. Itu tidak terasa benar.
Tapi aku ingin menciummu sekarang”.
“please”,
kataku.
Dia
membungkuk ke arahku dan bertemu dengannya di tengah-tengah.
Mulutnya menutupi bibirku, bibirnya hangat, kuat , dan familier.
Satu-satunya yang aku inginkan atau butuhkan. Tangannta menangkup
wajahku, memelukku. Ciuman itu manis dan sempurna. Itu adalah janji,
yang tak akan rusak saat ini. Kami berdua belajar dari kesalahan
kami, terus belajar sepanjang hidup kami. Itulah pernikahan.
Jari-jarinya
bergeser ke rambutku dan aku mengelus lidahnya. Rasa dia sama
pentingnya seperti udara bagiku. Rasa tangannya di diriku adalah
sebuah janji akan segala sesuatu yang akan datang. Apa yang dimulai
sebagai penegasan berubah menjadi lebih cepat. Rintihan yang
keluar dari dirinya. Persetan. Aku ingin mendengar suara itu
sepanjang hidupku. Tanganku meringsek ke kemejanya, mencoba untuk
menariknya lebih dekat. Kami memiliki waktu serius untuk
menebusnya.
“kita
harus berhenti”, dia berbisik.
“harus?”
aku bertanya, di sela napas terengah-engah.
“sayangnya”,
dia tertawa kecil, menyenggolkan ujung hidungnya dengan hidungku.
“segera, my luckiest fucking girl in the world. Segera. Apakah
kau sungguh harus melemparkan kata “fucking” disana?'
“aku
sungguh melakukannya”.
“orang
tuamu sungguh siap untuk memiliki anak kucing”.
“aku
minta maaf atas cara mereka memperlakukanmu”. Aku mengusapkan
jemariku di atas rambut pendek di sisi kepalanya, merasakan
rambutnya.
“aku
bisa ,menanganinya”.
“kau
tidak harus melakukannya. Kau tak perlu melakukannya. Aku tak akan
diam saja dan---”.
Dia
menutup ocehanku dengan menciumku. Tentu saja berhasil. Lidahnya
memainkan gigiku, menggodaku. Aku membuka sabuk pengamanku dan
merangkak ke pangkuannya, butuh lebih dekat. Tidak ada yang mencium
seperti David. Tangannya turun ke bagian bawah atasanku, membentuk
lengkungan di dadaku. Ibu jarinya membelai putingku. Hal-hal buruk
itu begitu berat dan menyakitkan. Ngomong-ngomong aku bisa merasakan
ereksi David, menekan pinggulku. Kami terus mengunci bibir kami
sampai sebuah mobil penuh anak-anak lewat, klakson meraung. Rupanya
sesi bercumbu kami agak terlihat dari jalan meskipun ada jendela
berkabut.
“Segera”,
janjinya, napasnya yang kasar di leherku. “Fuck, menyenangkan
berduan denganmu. Ini intense. Tapi aku bangga padamu karena telah
berjuang untuk dirimu. Kau melakukan dengan baik”.
“Terima
kasih. Kau pikir apakah kita akan mengerti ketika kita memiliki anak
seperti apa yang dikatakan Mom?”
dia
menatap ke arahku, wajahnya yang indah dan matanya yang serius
luarbiasa familiar hingga aku bisa menangis.
“kita
tidak pernah membicarakan tentang anak-anak”, ujarnya. “apakah
kau menginginkan mereka?”
“suatu
saat nanti. Kamu?”
“suatu
saat nanti, yeah. Setelah kita memiliki waktu beberapa tahun untuk
kita berdua”.
“terdengar
bagus”, ujarku. “kau akan menunjukam kondo milikmu?”
“milik
kita. Tentu saja".
Bisakah tinggalkan jejak kalian di Comment, so I know who you are. thank you
Kereen kak
BalasHapusπ
BalasHapusπππkeren.klu boleh say lnjut jg yg REAL ya.
BalasHapusππππ
BalasHapusWa..akhirnya ktemu stlh hilang di wattpad
BalasHapusWa..akhirnya ktemu stlh hilang di wattpad
BalasHapus