Minggu, 01 April 2018

Lick Chapter Enam

“Jadi, Tunggu-Tunggu, ini lagu bukan tentang anjingnya yang mati atau semacamnya kan?”
“Lo ga lucu”. Aku tertawa
“beginilah gue” Mal terkikik di ujung sofa karena Tim Mc Graw menerjang hujan di tv layar datar yang menempel di dinding di seberang sana. “Mengapa mereka semua memakai topi besar semacam itu, menurutmu gimana? Aku punya teori”.
“shussh”.
Cara orang ini hidup memporakporandakan pikiran kecilku. Mal, kependekan dari Malcolm, tinggal di sebuah tenpat di pantai yang sebagian besar banguanannya adalah baja dan kaca berlantai tiga. Itu menakjubkan. Tidak terlalu besar seperti rumah yang di perbukitan, tapi juga tetap menakjubkan. Ayahku akan terpesona karena konsep minimalisnya, gari-garis yang tegas atau semacamnya. Aku hanya bersyukur mempunyai seorang teman ketika aku membutuhkan.
Rumah Mal jelas sarang kejahatan bagi bujangan. Aku memiliki gagasan yang kurang jelas tentang membuat makan siang untuk berterima kasih padanya karena telah membawaku kesini, tapi tidak ada satupun bahan makanan dalam rumah. Bir memenuhi lemari es dan ada Vodka di freezer. Oh tidak, rupanya ada sekantong jeruk yang digunakan sebagai irisan saat meminum vodka. Dia mengesampingkan untuk tidak menyentuh itu. Mesin kopi super licinnya bagaimanapun, membuat semuanya tampak benar. Dia bahkan memiliki kacang yang layak. Aku memukau dia dengan beberapa gerakan baristaku. Setelah meminum tiga cangkir dalam kurun waktu satu jam, aku merasa kembali seperti diriku yang lama. Terencana dan berkafein.
Mal memesan Piza dan kami menonton tv hingga tengah malam. Kebanyakan dia mendapatkan kesenangannya dengan mengolok-olok seleraku atas segalanya ; film, musik, dan banyak lagi. Setidaknya dia melakukannya dengan baik -dan alami. Kami tidak bisa pergi keluar karena para fotografer menunggu di pantai. Aku merasa bersalah karena itu tapi dia hanya mengedikkan bahu.
“gimana dengan lagu ini?” dia bertanya, “Kau menyukai ini?”
Miranda Lambert melangkah di layar dengan gaun keren tahun 50-an dan aku menyeringai. “Miranda adalah ratunya”.
“Aku pernah bertemu dia”.
Aku duduk tegak. “serius?”.
Mal terkikik lebih kencang. “Kau terkesan karena aku telah bertemu Miranda Lambert tetapi kau bahkan ga tau siapa aku. Sejujurnya womern, kau sangat keras untuk egoku”.
“aku melihat plakat emas dan platinum di koridor, sobat. Jadi ku rasa lo bisa mengatasinya”.
Dia mendengus.
“kau tau, kau mengingatkan ku akan kakak laki-lakiku”. Aku hampir bisa menenggak tutup botol yang dia lemparkan padaku. Totop botol itu memantul di dahiku. “untuk apa itu tadi?”.
“Tidakkah kau bisa berpura-pura memujaku”.
“Tidak, Maaf”.
Dengan tidak adanya penghormatan akan kecintaanku terhadap Lambert,Mal mulai memindah-mindah chanel. Home shopping, sepak bola, gone with the wind , dan aku. Aku di televisi.
“Tunggu”, kataku.
Dia menggeram. “bukan ide yang bagus”.
Pertama parade foto waktu aku ber sekolah, diikuti dengan aku dan Lauren di pesta prom senior kami. Mereka bahkan memiliki reporter yang berdiri di depan jalan Rubby's, menjabarkan tentang hidupku yang telah di angkat ke status yang luar biasa menjadi istri David. Dan kemudian ada tentang David sendiri di beberapa konser, gitar di tangannya dan dia bernyanyi sebagai backup. Liriknya tipikal tentang wanitaku-kejam. “she is my one, and only, she got me on my knees....” aku penasaran apakah lagu ini dia tulis untukku. Jika begitu, kemungkinannya adalah mereka sangat kecewa. “sial”, aku memeluk erat bantal di dadaku.
Mal membungkuk dan menepuk-nepuk rambutku. “David adalah favorit, sayang. Dia tampan, memainkan gitar, dan menulis lagu. Para gadis pingsan saat dia lewat. Terima itu dengan kau menjadi pengantin muda dan kau mendapat berita seminggu penuh”.
“aku dua puluh satu tahun “.
“dan dia dua puluh enam tahun. Itu perbedaan yang cukup jika mereka memamerkannya dengan tepat”. Mal menghela napas. “Hadapi itu, child bride. Kau menikah di Vegas dinikahkan oleh peniru Elvis ke salah satu putra favorit rock n roll. Dan itu pasti selalu menimbulkan badai sialan. Mengingat juga ada bebarapa omong kosong tentan band ini akhir-akhir ini.... tentang jimmy yang berpesta seperti tahun 1999 dan David yang kehilangan sihir musiknya. Well, kau sudah mendapat gambarannya. Dan minggu depan orang akan melakukan hal yang aneh, dan berita akan beralih darimu”.
“Kurasa begitu”.
“aku tau begitu. Orang-orang selalu mengacau dengan konstan. Itu hal yang luar biasa”. Dia duduk kembali dengan tangan di belakang kepalanya. “ ayolah, senyumlah untuk paman Mal. Aku tau kamu mau”.
Aku tersenyum dengan setengah hati.
“itu senyum bullshitt dan aku malu denganmu. Kau tak akan bisa menipu semua orang dengan begitu. Ulangi lagi”.
Aku mencoba lebih keras, tersenyum hingga pipiku sakit.
“Sial. Kau malah keliatan seperti sedang kesakitan”.
Gedoran dipintu mengintrupsi kegembiraan kami.
Mal mengangkat alisnya ke arahku. “aku bertanya-tanya berapa lama dia akan datang”.
“Apa?” aku membuntutinya ke pintu depan, bersembunyi di balik pembatas berjaga-jaga kalau ada lebih banyak tekanan.
Dia membuka pintu dan David menerobos masuk, wajahnya tegang dan penuh amarah. “Dasar tai. Sebaiknya lo ga menyentuh dia. Dimana dia?”.
“si Child bride sedang sibuk”,Mal memiringkan kepalanya, memandang David dengan dingin. “Kenapa lo peduli?”.
“Ga usah mulai sama gue. Dimana dia?”'
diam-diam Mal menutup pintu, menghadap temannya. Aku ragu-ragu, menununggu di belakang. Baiklah, jadi aku menyelinap seperti pengecut. Terserah.
Mal menyolangkan tangannya. “lo ninggalin dia buat menghadapi Adrian dan tiga pengacaranya sendirian. Lo, temen gue, yang jelas adalah bajingan dalam skenario khusus ini”.
“gue ga tau klo Adrian bakal menemuinya dengan semua itu”.
“Lo ga mau tau”, kata Mal. “bohonglah ke semua orang di luaran sana, Dave. Tapi jangan gue. Dan yang jelas ga ke diri lo sialan”.
“menyingkir”.
“lo butuh petuah hidup yang serius , kawan”.
“siapa lo, Oprah”.
Tertawa sampai terbatuk, Mal terpuruk ke dinding. “Hell, Yeah. Segera aku akan memabagikan mobil, jadi jangan ganti chanel”.
“apa yang dia katakan?”.
“siapa, Oprah?”
David merengut padanya. Dia bahkan tidak memperhatikanku sedang memata-matai. Sungguh disayangkan, bahkan David yang cemberut adalah sesuatu yang langka. Dia melakukan banyak hal padaku. Hal-hal rumit. Jantungku terjerembab di dadaku. Kemarahan dan emosi dalam suaranya tidak boleh menjadi perhatian bagiku. Itu tidak masuk akal, tidak setelah semalam atau pagi ini. Aku harus memproyeksikannya dan menelannya,bahwa aku bahkan ingin dia peduli. Kepalaku tidak masuk akal. Menjauh dari pria ini adalah pilihan teraman dari semua yang ada.
“Dave dia sangat sedih dia bahkan menghantam tonjokan padaku”.
“Bullshit”.
“aku tidak bercanda. Dia bahkan hampir berderai air mata ketika aku menemukan dia”. Kata Mal.
Aku menghantamkan dahiku dalam keheningan di dinding. Kenapa sich Mal harus ngomongin itu?
Suamiku menundukkan kepalanya. “aku tidak bermaksud untuk ini terjadi”.
“tampakanya kau tidak bermaksud untuk semua kekacauan yang terjadi” Mal menggelengkan dan memiringkan kepalanya. “apa kau bahkan bermaksud menikahi dia, kawan? Serius?”.
Wajah David kacau, alisnya membuat kerutan seperti James Dean lagi. “aku tak tau lagi, okay? Fuck, aku pergi ke Vegas karena aku muak dengan semua ini dan aku bertemu dia. Dia berbeda. Dia tampak berbeda malam itu. Aku hanya... aku ingin sesuatu di luar dari semua ketololan sialan itu untuk perubahan”.
“Kasian Davey. Apakah jadi tuhan rock sudah terlalu tua?”.
“dimana dia?”
“aku merasakan kesedihanmu, bro. Sungguh, beneran. Maksudku semua yang kau inginkan adalah gadis yang tak mau mencium bokongmu dan juga gadis yang membuatmu jengkel dengan alasan yang sama. Ini rumit, bukan”
“Fuck you. Ga usah di bahas lagi , Mal. Ini udah kelar”. Suamiku menghela napas. “bagaimanapun juga dia yang menginginkan perceraian ini. Kenapa kau tidak memberinya gelar kehormatan, huh?”.
Dengan napas dramatis. Mal melambaikan tangannya. “karena dia benar-benar sibuk bersembunyi di pojokan, menguping. Aku tak bisa mengganggunya sekarang”.
Tubuh David terdiam dan mata birunya menemukanku. “Evelyn”.
Hah. Terhempas.
Aku berjalan menjauh dari dinding dan mencoba menampilkan wajah bahagia. Tapi tak berhasil. “Hi”.
“Dia mengatakan kalimat itu dengan sangat baik”, Mal berbalik ke arahku dan mengedip. “jadi kau benar-benar meminta perceraian ke pada yang mulia David Ferris?”.
“dia memuntahiku ketika aku mengatakan padanya kami telah menikah”. Suamiku mengadu.
“Apa?” Mal larut dalam tawa, air mata menetes dari matanya. “apakah kau serius? Sialan, ini fantastis. Oh kawan, kuharap aku ada disana”.
Aku memberi David apa yang aku harapakan sebagai tatapan paling kejam di semua ruang dan waktu. Dia balas menatap, tidak terkesan.
“aku muntah di lantai”, aku mengklarifikasi. “aku tidak memuntahi dia”.
“waktu itu”. Kata David.
“Please lanjutkan”. Kata Mal, tertawa lebih keras dibanding sebelumnya. “ini semakin lama semakin baik”.
David tidak melanjutkan.Terima kasih tuhan.
“sungguh, aku sangat menyukai istrimu, man. Dia luar biasa. Bolehkah dia untukku?”
tatapan yang aku dapat dari David jauh dari tatapan kasih sayang. Dengan garis diantara alisnya, itu lebih terlihat kesal. Aku meniupkan dia ciuman. Dia memalingkan muka, tangannya mengepal nyaris seperti menahan diri untuk tidak mencekikku. Perasaan itu sepenuhnya berbalas.
Ah, inilah kebahagian pernikahan.
“Kalian berdua adalah yang terbaik”. Suara berdentang-dentang dari saku Mal dan dia mengeluarkan ponsel. Apapun yang dilihatnya menghentikan tawanya seketika. “Kau tau, kau harus membawa dia ke rumahmu, Dave”.
“kurasa itu bukan ide yang bagus”. Mulut David tertarik lebar dalam ekspresi yang benar-benar menyakitkan.
Aku juga merasa itu bukan ide yang bagus. Syukurlah, aku akan menjalani hidup tanpa menginjakkan kaki dirumah mengerikan itu lagi. Mungkin saja jika aku meminta dengan Mal dengan baik dia akan bersedia mengambilkan barangku. Memaksanya terus menerus tidak menarik, dan aku sudah mulai kehilangan pilihan.
“Whoa”, dengan muka menakutkan. Dia mengulurkan ponselnya ke David.
“Sialan”, David menggumam. Dia menautkan tangannya di belakang lehernya dan menggosok-gosoknya. Tatapan khawatir yang dia tunjukan padaku dari balik alis hitamnya membunyikan alarm di kepalaku. Apapun yang ada di layar itu pastilah sesuatu yang buruk.
Sangat buruk.
“Apa itu?” tanyaku.
“Oh, Kamu, ah.... kau tak perlu khawatir tentang ini”. Tatapan nya jatuh ke ponsel itu lagi dan dia menyerahkan ke Mal. “tempatku akan keren, sebenarnya. Kita harus kesana. Menyenangkan. Yeah “.
“Tidak”. David yang bersikap baik padaku itu pastilah berarti sesuatu itu sangat lah buruk. Aku mengulurkan tanganku, jari-jariku berkedut tidak sabar atau tegang atau sedikit dari keduanya. “Perlihatkan padaku”.
Setelah anggukan enggan dari David, Mal menyerahkan ponselnya.
Tak ada yang meragukan apa itu, bahkan di layar kecil. Ada banyak kulit yang terpapar karena aku telanjang dari pinggang ke bawah. Bokongku yang telannjang terlihat dari atas dan terpusat didalam segala kemuliannya yang pucat dan berlekuk. Apakah mereka menggunakan kamera dengan lensa lebar atau semacamnya? Gaun pestaku telah diangkat ke atas dan aku berdiri, membungkuk di atas meja sementara seorang seniman tato berkerja keras memntato bagian belakangku. Celana dalamku telah di turunkan ke bawah, nyaris menutupi bagian yang basic. Sialan. Bicara tentang posisi yang menjanjikan. Mengambil bagian dalam pemotretan porno jelas bukan bagian dari rencana.
Di ujung lain dari layar, wajah kami berdekatan dan David tersenyum. Huh. Jadi seperti itulah tampangnya ketika tersenyum.
Aku ingat itu, dengungan jarum , dan dia berbicara padaku, memegang tanganku. “kau berpura-pura menggigit jariku. Dan seniman tato itu marah karena kita mengacau”.
David mengusurkan dagunya. “Ya, kau seharusnya tetap diam”.
Aku mengangguk, mencoba mengingat lebih banyak lagi, tapi tampak kosong.
Oramg-oramg akan melihat gambar ini. Orang-orang telah melihatnya. Orang yang aku kenal dan juga orang asing. Seseorang dan setiap orang. Kepalaku berputar dengan pening sama seperti waktu itu. Hanya saja alkohol tidak bersalah kali ini.
“Bagaimana mereka mendapatkannya?” aku bertanya, ragu-ragu dan jantungku berada di jempol kakiku. Atau mungkin hanya itulah yang tersisa dari harga diriku yang comapang -camping.
David menatapku sedih. “Aku tidak tau. Kita berada di ruangan privat. Ini seharusnya tidak terjadi tetapi orang-orang ditawari banyak uang untuk hal semacam ini”.
Aku mengangguk dan menyerahkan ponsel kembali ke Mal. Tanganku bergetar. “beiklah. Yah....”.
Mereka berdua hanya menatapku , wajah tegang, menunggu ku menangis atau semacamnya. Tidak akan terjadi.
“Tak apa”. Aku melakukan hal terbaik untuk mempercayai kata-kataku.
“Tentu saja” kata Mal.
David memasukan tangannya ke sakunya. “bahkan itu bukan gambar yang jelas”.
“Tidak, benar”. Aku setuju. Rasa iba di matanya lebih dari yang bisa aku tanggung. “permisi sebentar”.
Untungnya, kamar mandi terdekat hanya berjarak sedikit saja. Aku mengunci pintu dan duduk di tepi jacuzzi, berusaha memperlambat napasku, berusaha tenang. Tak ada yang bisa aku lakukan. Foto itu sudah ada di luar sana. Ini bukanlah kematian ataupun putusan. Itu adalah gambaran tolol diriku yang berpose mengundang yang menunjukan lebih banyak kulit daripada yang aku kehendaki, tapi itu memang begitu. Masalah besar. Terima dan lanjutkan. Terlepas dari kenyataan bahwa semua orang yang aku kenal kemungkinan akan melihatnya. Hal-hal buruk telah terjadi dalam sejarah dunia. Aku hanya perlu menetapkannya dalam konteks dan tetap tenang.
“Ev?” David mengetuk pintu dengan ringan. “Apakah kau baik-baik saja”.
“Yep”. Tidak. Tidak begitu baik.
“ijinkan aku masuk?”
aku menatap pintu dengan tatapan kesakitan,
“Please”.
Perlahan, aku berdiri dan menjentikan kunci. David meringsek masuk dan menutup pintu di belakangnya. Tak ada kuncitan ekor kuda kali ini. Rambut panjangnya terurai, membingkai wajahnya. Dia memiliki tiga anting emas di telingannya bermain cilukba dibelakang rambutnya. Aku menatap antingnya karena aku tak sanggup menatap matanya. Aku tidak akan menangis. Sialan apa coba yang salah dengan mataku akhir-akhir ini? Membiarkan dia masuk adalah sebuah ketololan.
Dengan cemberutan yang dalam dia menatap ke bawah ke arahku. “maafkan aku”.
“Ini bukan salahmu”.
“Yeah, ini salahku. Harusnya aku lebih baik lagi dalam menjagamu”.
“Tidak, David”, aku menelan dengan susah payah. “kita berdua mabuk. Tuhan , ini begitu mengerikan, amat sangatr memalukan”.
Dia hanya menatapku.
“Maaf”.
“Hey, kau diizinkan untuk bersedih. Ini adalah momen pribadi. seharusnyaTak ada apapun diluar sana.
“Tidak” aku setuju. “aku.... sebenarnya, aku ingin sendirian beberapa menit”.
Dia membuat suara menggeram dan tiba-tiba lengannya sudah memelukku, dan dia menarikku menempel padanya. Dia menangkapku tanpa perlindungan dan aku terhuyung, hidungku menabrak dadanya. Ini sakit. Tapi dia beraroma enak. Bersih, lelaki dan wangi. Familiar. Beberapa bagian diriku mengingat bahwa aku pernah sedekat ini dengannya dan ini menenangkan. Sesuatu dalam pikiranku berkata 'aman'. Tapi aku tak bisa mengingat bagaimana dan mengapa.
Sebuah tangan menepel di atas punggungku.
“maaf” katanya. “aku sungguh minta maaf”.
Kebaikannya terlalu banyak. Air mata tolol merembes. “aku bahkan sulit untuk memperlihatkan bokongku ke orang-orang dan sekaramg malah sudah ada di seluruh internet”.
Dia menyandarkan kepalanya di atas kepalaku,meranggkul erat saat aku merogoh masuk ke dalam kaosnya. Memiliki sesorang untuk dijadikan pegangan. Aku akan baik-baik saja. Jauh di lubuk hatiku, aku tau itu akan terjadi. Tapi saat ini aku tak bisa melihat jalanku dengan jelas. Berdiri disana dengan lengannya di tubuhku terasa benar.
Aku tidak tau kapan kami mulai berayun. David mengayunkan dari sisi ke sisi seolah kami sedang menari dengan lagu yang lambat. Godaan yang luar biasa untukku untuk tetap seperti ini dengan wajahku menekan bajunya itu adalah yang membuatku melangkah mundur, aku manarik diriku. Tangannya melekat ringan di pinggulku, jkoneksi yang tidak sedikitpun putus.
“Thanks”.
“tak apa”, di bagian depan koasnya terdapat cetakan lembab, bakasku.
“bajumu basah semua”.
Dia mengangkat bahu.
Aku tipe jelek sangat menangis. Dan itu adalah anugrahku. Cermin menegaskannya, mata semerah mata setan dan pipi bakpau merah jambu yang memerah. Dengan senyum canggung aku melangkah menjauh darinya dan tangannya jatuh kembali ke sisi tubuhnya. Aku membasuh wajahku dengan air dan mengeringkannya dengan handuk sementara dia berdiri diam, mengerutkan kening.
“ayo kita pergi berkendara”. Katanya.
“Sungguh?” aku memberinya tatapan ragu . David dan aku? Mengingat situasi pernikahan dan perjumpaan kami sebelumnya , tampaknya itu bukanlah rencana yang bijaksana.
“Ya”, dia menggosok-gosokkan telapak tangannya, tampak bersemangat. “hanya kau dan aku. Kita akan keluar dari sini untuk sementara waktu”.
“David, seperti yang kau katakan diluar sana, kurasa itu bukan ide yang bagus”.
“Kamu ingin tinggal di LA?” Dia mendengus.
“Dengar, kau benar-benar manis sejak melangkah dari pintu itu. Yah, selain bagian menceritakan pada Mal bahwa aku memuntahimu. Itu tidak berguna. Tapi dalam dua puluh empat jam sebelumnya, kau mencampakkan ku sendirian di dalam sebuah ruangan, menuduhku mencoba untuk merayu saudaramu dan menyodorkan sekumpulan pengacaramu padaku”.
Dia diam saja.
“bukannya juga kau yang pergi dengan penggemarmu bagian dari masalahku. Tentu saja”.
Dia berbalik, dan melangkah ke ujung lain kamar mandi, gerakannya kencang, marah. Walaupun kamar mandi ini ukurannya lima kali lebih besar dari sebelumnya, ini tetap saja tidak menyisahkan cukup banyak ruang untuk pertunjukan seperti ini. Dan dia berada diantaraku dan pintu. Karena keluar tiba-tiba tampaknya adalah gerakan yang pintar.
“aku hanya meminta pada mereka untuk mengatur beberapa dokumen”, katanya.
“dan mereka melakukannya”. Aku meletakkan tanganku di pinggulku, berdiri tegak. “aku tak menginginkan uangmu”.
“aku mendengarmya”. Wajahnya benar-benar kosong. Pernyataan ku tidak menimbulkan rasa tidak percaya ataupun wajah mengejek yang cocok untuk penggangu. Beruntung baginya. Aku yakin dia tidak percaya, tapi setidaknya dia mau berpura-pura. “mereka sedang menyusun dokumen baru”.
“bagus” a ku menatapnya. “kau tak perlu membayarku. Jangan membuat asumsi seperti itu. Jika kau ingin tau sesuatu, tanyakan. Dan aku tak akan pernah menjual ceritamu pada pers. Aku tak akan melakukan itu”.
“Okay”, dia merosot di dinding, dan menyandarkan kepalanya untuk tatapan kosong. “Maaf”, katanya pada langit-langit. Aku yakin tukang plaster sangat menghargainya.
Ketika aku tidak bereaksi, tatapannya akhirnya beralih padaku. Itu harusnya salah atau tidak bermoral, untuk terlihat sangat tampan. Orang normal tidak akan bertahan. Jantungku menyelam setiap kali aku melihatnya. Bukan, menyelam tidak bisa menggambarkan itu. Jantungku tenggelam.
Dimana Lauren yang akan memberitahuku bahwa aku melodramatis ketika aku membutuhkan dia?
“aku minta maaf, Ev” ulangnya “aku tau dua puluh empat jam terakhir adalah omong kosong. Menawarkan keluar dari sini adalah caraku untuk membuat segalanya lebih baik”.
“Terima kasih”kataku. “dan untuk datang kesini untuk mengecekku”.
“Tidak masalah”.dia menatapku, matanya tanpa perlindungan untuk sebentar. Dan kejujuran dalam pandangannnya mengubah banyak hal untukku,kilatan singkat sesuatu yang lebih. Kesedihan atau kesepian, aku tak tau. Semacam kelelahan ada disana dan menghilang sebelum aku bisa mengerti. Tapi itu meninggalkan jejak.ada sesuatu yang lebih besar selain wajah tampan dan nama besar. Aku perlu mengingat itu dan tidak membuat asumsi sendiri.
“kau benar-banar ingin pergi?” tanyaku “sungguh?”.
Matanya cerah karena senang. “kenapa tidak?”.
Aku memberinya senyum hati-hati.
“Kita bisa membicarakan apapun yang kita butuhkan, hanya kau dan aku. Aku perlu melakukan beberapa telepon kemudian kita akan pergi, oke?”
“Terima kasih. Dengan senang hati”.
Dengan mengangguk , dia membuka pintu dan melangkah keluar. Dia dan Mal berbicara diam-diam tentang sesuatu di ruang duduk. Aku mengambil kesempatan untuk mencuci muka sekali lagi dan menyisir rambutku untuk keberuntungan.saatnya aku mengambil kendali. Sebenarnya, itu sudah terlambat. Apa yang telah aku lakukan, terpental dari satu bencana ke bencana berikutnya? Itu bukanlah diriku. Aku suka memegang kendali, memiliki rencana. Saat nya berhenti untuk mengkhawatirkan apa yang tidak bisa aku ubah dan mengambil tindakan tegas dari apa yang aku bisa. Aku memiliki uang yang di tabung. Suatu saat mobil malangku akan mati dan aku harus merencanakannya. Karena sekali musim dingin tiba, dan segalanya menjadi dingin, abu-abu dan vasah, berjalan tidak akan terlalu menari. Pemikiran untuk mengunakan tabunganku tidak membuatku puas dengan kegembiraaan, tapi hanyalah penanggulangan bencana dan semua itu.
Pengacara David akan menyusun dokumen minus uang dan aku akan menandtanganinya. Tidak ada gunanya mengkhawatirkan tentang hal itu. Bagaimanapun, keluar dari mata publik selama beberapa minggu adalah diluar kemampuanku. Aku hanya perlu berhenti dan berpikir daripada bereaksi. Aku adalah gadis dewasa dan aku bisa mengurus diriku sendiri. Aku akan pergi untuk berkendara bersamanya, memilah-milah hal dasar, dan pergi, pertama -tama adalah pergi liburan sembunyi-sembunyi lalu kembali ke kehidupanku yang apik dan teratur tanpa intervensi bintang Rock.
Benar.
“Beri aku kunci Jeep”, kata David, berhadapan dengan Mal di ruang duduk.
Mal meringis. “aku bercanda tentang memberikan mobil”.
“Ayolah. Berhentilah mengomel. Aku mengendarai motor dan aku tidak punya helm untuknya”.
“baiklah” dengan wajah masam Mal menjatuhkan kunci mobilnya ke tangan David yang terulur. “Tapi hanya karena aku menyukai istrimu. Jangan sampai tergores, kau dengar”.
“Ya,ya”. David berbalik dan melihatku. Sebuah senyuman meringkuk di bibirnya.
Kecuali pada hari pertama di lantai kamar mandi, aku tak pernah melihatnya tersenyum, bahkan tak pernah melihat yang mendekati senyuman. Jejak senyum itu membuatku semangat dari dalam. Lututku bergetar. Ini tak mungkin normal. Seharusnya aku tak merasa hangat dan bahagia hanya karena dia. Aku tak boleh memiliki perasaan apapun untuknya sama sekali. Tidak jika aku ingin keluar dari sini dalam keadaan utuh.
“Terima kasih sudah menemaniku hari ini, Mal” kataku.
“kehormatan ini milikku”. Dia tersenyum. “Yakin kau ingin pergi dengannnya, Child bride? Si kotoran kerbau yang membuatmu menangis. Akulah yang membuatmu tertawa”.
Senyum David menghilang dan dia melangkah ke sisiku. Tangannya menempel dengan ringan di panggkal tulang belakangku, hangat bahkan melewati lapisan pakainku. “Kami keluar dari sini”.
Mal menyeringai dan mengedipkan mata padaku.
“Kemana kita akan pergi?” aku bertanya pada David.
“Apakah itu penting? Ayo kita berkendara saja”.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

STUCK UP SUIT Chapter 8

GRAHAM AKU TIDAK MENDENGAR KABAR NYA SEPANJANG HARI di hari sabtu, dan tidak seperti yang aku harapkan juga. Soraya Venedetta san...