Leherku rasanya
seperti di cabik-cabik . Rasa sakit menusukku seketika bersamaan
dengan aku yang perlahan meluruskan leherku dan menghilanhgkan kantuk
dari mataku. Aku memijat otot yang keram, dan mencoba untuk
melemaskannya. “Ow”.
David melepaskan
satu tangan dari roda kemudi dan meraih leherku, memijat bagian
belakang leherku denga n jemarinya yang kuat. “kau baik-baik
saja?”.
“Yeah. Aku pasti
tertidur dengan nyenyak”. Aku beringsut di kursi, mengamati
sekeliling kami, berusaha untuk tidak terlalu menikmati pijatan di
leherku. Karena tentu saja dia sangat ahli dengan tangannya. Mr
Magic Finger, merayu otot-ototku untuk kembali ke semacam keteraturan
dengan sedikit usaha. Aku tidak bisa diharapkan untuk menolak.
Mustahil. Jadi sebagai hasilnya aku mengerang keras dan membiarkan
dia memijatku.
Baru bangun dari
tidur adalah satu-satunya alasanku.
Matahari baru saja
terbit. Pepohonan yang tinggi dan gelap bergegas terlihat. Mencoba
keluar dari LA, kami terjebak dalam kemacetan yang tak pernah dilihat
oleh gadis Portland ini. Untuk semua niat baikku, kami tidak
benar-benar mengobrol. Kami berhenti dan membeli makanan dan gas.
Sepanjang sisa waktu, Johny cash bermain di stereo dan aku berlatih
pidato di kepalaku. Tak satupun kata keluar dari mulutku. Untuk
beberapa alasan, aku enggan untuk menghentikan petualangan kami dan
pergi sendiri. Ini tidak ada hubungannya dengan sudah menjadi gadis
dewasa dan betapa nyamannya yang aku mulai merasakan saat bersama
dia. Keheningan tidak terasa canggung. Ini damai. Menyegarakan
bahkan, mengingat drama kami di hari terakhir. Bersama nya di
jalanan yang terbuka.....ada sesuatu yang terasa bebas. Pada pukul
dua pagi aku tertidur.
“David , dimana
kita?”.
Dia memberiku
tatapan lemah, tangannya masih tetap memijat otot-ototku.
“yah.....”.
Sebuah rambu
terlewati dari luar. “kita akan pergi ke Monterey”.
“Monterey adalah
dimana rumahku berada”, katanya. “berhenti tegang”.
“Monterey?”.
“Yeah. Pengalaman
apa yang kau punya dengan Monterey, hmmm? Memiliki kenangan buruk
saat festival musik”.
“Tidak”, aku
mundur, cepat, tidak ingin tampak tidak berterima kasih. “ini cuma
mengejutkan. Aku tidak menyadari, uummm...... Monterey. Okay”.
David menghela napas
dan menepi dari jalan. Debu-debu berterbangan dan batu-batu
menghantam jeep (Mal tidak akan senang). Dia berbalik dan
menghadapku, mengistirahatkan siku di atas kursi penumpang,
mengurungku.
“Bicaralah padaku,
kawan”.
Aku membuka mulutku
dan membiarkan semuanya tersampaikan. “aku punya rencana. Aku
punya uang untuk dihabiskan. Aku akan pergi ke tempat yang tenang
selama beberapa minggu sampai semua ini berakhir. Kau tak perlu
menempatkan diri seperti ini. Aku hanya perlu mengambil
barang-barangku di mansion dan aku bisa keluar dari rambutmu”.
“Baiklah”, dia
mengangguk. “Well, kita sudah disini sekarang dan aku ingin pergi
untuk memeriksa tempatku selama beberapa hari. Jadi kenapa kau tidak
ikut saja denganku? Hanya sebagai teman. Bukan masalah besar.
Sekarang hari jumat, para pengacara bilang mereka akan mengirimkan
dokumennya ke kita pada hari senin. Kita akan menandatanganinya.
Aku ada manggung di hari kamis di LA. Jika kau mau kau bisa
bersantai di rumah itu sampai beberapa minggu sampai semuanya mereda.
Terdengar seperti rencana kan? Kita menghabiskan akhir minggu
bersama-sama kemudian bercerai. Semuanya terselesaikan”.
Itu terdengar
seperti rencana yang matang. Tapi tetap saja, aku memikirkannya
sejenak. Rupanya, itu terlalu lama.
“Kau khawatir
tentang menghabiskan akhir minggu atau apa? Apakah aku semenakutkan
itu?”. Tatapannya menantangku, wajahku kami berjarak satu telapak
tangan. Rambut yang gelap jatuh di wajahnya yang sempurna. Untuk
sesaat aku hampir lupa untuk bernapas. Aku tidak bergerak. Tak
bisa. Diluar sana motor menderu melewati kami kemudian hening
kembali.
Apakah dia
menakutkan? Pria ini tak mengerti.
“Tidak” ,
kataku berbohong, dilontarkan dengan pertimbangan yang baik.
Kurasa dia tidak
mempercayaiku. “dengar, aku minta maaf karena telah bertindak
bajingan waktu di LA”.
“tak apa, sungguh,
David. Situasi ini akan membuat kepala semua orang tenggelam”.
“Katakan padaku
sesuatu” dia berkata dengan suara rendah, “kau ingat tentang
membuat tato. Adakah sesuatu yang lain yang mulai kau ingat?”.
Tersadar dari
peristiwa mabukku bukanlah sesuatu yang ingin aku tuju. Tidak dengan
dia. Tidak dengan siapapun. Aku sudah mendapat hukuman dengan
mendapati hidupku berantakan dan tersebar ke seluruh internet.
Menggelikan, tidak menengok ke masalalu sudah di putuskan. Well,
terkecuali bagian kursi belakang mobil orang tua Tommy. “apakah
ini penting? Maksudku. Bukankah ini sudah terlalu telat untuk
membicarakan ini?”.
“Kurasa”, dia
kembali ke kursinya dan menaruk tangan kemnali ke roda kemudi. “kau
perlu meluruskan kakimu atau sesuatu?”.
“Restroom akan
sangat membantu”.
“tak perlu
khawatir”.
Kami kembali ke
jalanan dan keheningan mengisi selama beberapa menit. Dia mematikan
stereo ketila aku tertidur. Keheningan ini aneh sekarang dan
itulah keseluruham yang sedang aku lakukan. Rasa bersalah
menggerogoti pagi ini. Ini sepertinya tak akan ada perubahan
sepanjang hari, tapi yang utama, tanpa setetespu kafein untuk
menghidupkanku, ini terasa mengerikan. Dia sudah sangat baik
denganku, mencoba untuk bicara dan aku menghentikan dia.
“kebanyakan
tentang malam itu masih buram”.
Dia mengangkat
beberapa jari dari kemudi dan menggoyangkannya. Itu seperti
keseluruhan rangkuman dari respon nya.
Aku menghirup napas
dalam-dalam. “aku mengingat minum pada tengah malam. Setelah itu ,
buram. Aku mengingat suara jarum di tato parlor, kita tertawa, tapi
cuma itu. Aku tak pernah tidak mengingat apapun sepanjang hidupku.
Ini mengerikan”.
“Yeah”, dia
berkata dengan pelan.
“Bagaimana kita
bertemu”.
Dia menghembuskan
napas dengan keras. “ah, aku dan sekelompok orang akan pergi ke
klub lain. Salah satu dari wanita dari kami tidak melihat jalan dan
menabrak pelayan cocktail. Tampak nya si pelayan itu baru atau
apalah dan dia menjatuhkan nampannya. Untungnya, itu hanya beberapa
botol bir kosong”.
“Bagaimana kita
bisa terlibat”.
Dia menusukkan
tatapan padaku, mengalihkan pandangan dari jalanan untuk sejenak.
“beberapa dari mereka mulai memaki-maki si pelayan, dan menyuruh
mereka untuk memecatnya. Kau hanya tiba -tiba masuk dan menangani
kekurang ajaran mereka”.
“aku?”.
“Oh, yeah”. Dia
menjilat bibirnya, ujung mulutnya menekuk. “mengatakan pada mereka
bahwa meraka adalah iblis, sok , bajingan kaya yang harus melihat
kemana mereka berjalan. Kau membantu gadis itu mengambil botol-botol
bir dan kemudian kau menghina teman-temanku lagi. Itu benar-benar
klasik, sebenarnya. Aku tak bisa mengingat semua yang kau katakan.
Kau menjadi sangat kreatif dalam menghina , akhirnya”.
“Hah, dan kau
menyukai ku karena itu”.
Dia menutup mulutnya
dan diam saja. Seluruh dunia yang luas ini tak ada apa-apanya. Tak
ada sebenarnya yang bisa menutupi daratan ketika kau melakukan
terlalu banyak usaha untuk itu.
“apa yang terjadi
selanjutnya?” tanyaku.
“security datang
untuk melerai. Tidak seperti mereka mau saja beradu dengan anak-anak
kaya”.
“tidak. Kurasa
tidak”.
“kau terlihat
panik jadi aku membawamu keluar dari sana”.
“Kau meninggalkan
teman-temanmu untukku?” aku menatapnya dengan kagum.
Dia mengangkat satu
bahunya. Seaakan itu semua tidak berarti apa-apa.
“kemudian?”.
“kita pergi dan
minum-minum di bar lain”.
“aku terkejut kau
tetap terjebak dengan ku”. Lebih mendekati tertegun.
“Mengapa tidak?”
tanyannya. “kau memperlakukanku seperti orang normal. Kita hanya
berbicara tentang keseharian. Kau tidak memancing untuk mendapatkan
sesuatu dariku. Kau tidak bertingkah seakan aku spesies berbeda.
Ketika kau melihatku, rasanya,,,,”.
“apa?”.
Dia berdeham. “aku
tidak tau. Tak usah dipedulikan”.
“ya benar. Dan
baiklah”.
Dia mengerang.
“Please?”.
“Sialan”.
Gumamnya, bergerak-gerak di kursi pengemudi dengan sikap tidak
nyaman. “Rasanya nyata, oke? Rasanya benar. Aku tak tau lagi
bagaimana menjelaskannya”.
Aku duduk diam
dengan kagum selama beberapa saat. “itu adalah cara yang baik
untuk menjelaskannya”.
Tiba-tiba, dia
memutuskan untuk menyeringai. “Plus, aku tidak pernah di lamar
dengan cara seperti itu”.
“Yeaaaah. Okay.
Hentikan sekarang”. Aku menutupi wajahku dengan tangan dan dia
tertawa.
“Santai”.
Katanya. “kau sangat manis kok”.
“Manis?”.
“manis bukanlah
hal yang buruk”.
Dia membelokkan jeep
ke pengisian bahan bakar, berhenti di depan pump. “lihat aku”.
Aku menurunkan
jari-jariku.
David menatap balik
ke arahku, wajahnya yang tampan tersenyum lebar. “kau berkata
bahwa kau rasa aku adalah lelaki yang baik. Dan akan sangat
menyenanngkan jika kita bisa ke kamar mu dan have sex dan hang out
sebentar, jika mungkin itu adalah sesuatu yang tertarik untuk aku
lakukan”.
“Ha. Aku
mengatakan itu semua”, aku tertawa. Itu mungkin saja percakapan
palinng memalukan dalam hidupku. Tak diragukan, pasti. Oh, tuhan
yang baik, pikiran tentang aku merayu David dengan lembut. Dia yang
memiliki groupies dan model -model glamor yang melemparkan diri
mereka sendiri ke pada David setiap hari. Jika saja ada cukup ruang
dalam mobil, aku mungkin akan bersembunyi di bawah sana. “lalu apa
yang kau katakan?”.
“Menurutmu apa
yang ku katakan?” tanpa mengalihkan tatapannya padaku di membuka
kotak sarung tangan dan mengelurkan topi bisbol. “sepertinya
toilet ada di samping”.
“ini sangat
memalukan. Kenapa kau tida bisa lupa saja”.
Dia hanya menatapku.
Seringai itu sudah lama berlalu. Untuk waktu yang lama dia
menawanku dengan tatapannya, tanpa senyum. Udara di mobil serasa
turun hingga lima puluh derajat.
“aku akan segera
kembali”, kataku. Jemariku meraba sabuk pengaman.
“baiklah”.
Aku akhirnya bisa
melepas benda tolol ini, jantungku berderap di dalam dadaku.
Percakapan itu menjadi semakin berat menjelang akhir. Itu membuatku
tidak sadar. Mengetahui dia membelaku di Las vegas, dan dia yang
telah memilihku dibandingkan teman-temannya....itu mengubah banyak
hal. Dan itu membuatku bertanya-tanya apalagi yang perlu aku ketahui
tentang malam itu.
“Tunggu”, dia
meraba-raba diantara koleksi kacamata hitamnya, mengelurkan kacamata
dengan desain aviator dan menyerahkan padaku. “kau juga terkenal
sekarang, ingat?”
“Bokongku”.
Dia hampir
tersenyum. Dia memakai topi bisbol di kepalanya dan mengistirahatkan
lengannya di atas roda kemudi. Tato namaku ada disana, dengan semua
kemuliannya. Terlihat berwarna merah muda di bagian tepi, dan
beberapa huruf memiliki bekas luka kecil. Aku bukanlah satu-satunya
yang di tandai dengan permanen oleh ini.
“Sampai ketemu
sebentar lagi”.
“Baiklah”. Aku
membuka pintu dan perlahan keluar dari mobil. Tersandung dan
mendarat di pantatku di depan dia harus di hindari dengan segala
cara.
Aku melihat ke arah
wastafel dan mencuci tanganku. Gadis yang berada di depan cermin
kamar mandi melihat dengan mata nyalang dan beberapa lagi. Aku
memercikan air ke wajahku dan membenahi sedikit kerusakan di
rambutku. Lelucon macam apa ini. Petualangan yanng sedang aku usaha
dan usahakan untuk aku kendalikan. Aku, hidupku, semuanya tampaknya
dalam perubahan. Itu seharusnya tidak terasa aneh seperti ini.
Ketika aku kembali
dia berdiri di dekat jeep, memberi tanda tangan pada beberapa orang,
salah satunya sedang memeragakan bermain gitar dengan antusias.
David tertawa dan menepuk punggungnya dan mereka berbicara selama
beberapa menit. Dia baik hati dan juga ramah. Dia tersenyum,
mengobrol dengan mereka sampai dia melihatku berjalanmendekat.
“Terimakasih, kwan. Aku berharap kalian bisa merahasiakan ini
selama beberapa hari, aku akan menghargainya, Hey? Kami bisa
beristirahat dari segala keributan ini.
“Tak perlu
khawatir”, salah satu dari mereka berbalik dan tersenyum lebar
padaku. “selamat. Kau terlihat jauh lebih cantik ketika di lihat
langsung dibanding dalam foto”.
“Thanks”, aku
melambaikan tangan pada mereka, tak terlalu mengerti akan apa yang
harus ku lakukan.
David mengerling
padaku dan membukakan pintu penumpang untuk aku masuk.
Pria yang lain
mengeluarkan ponsel dan mulai memfoto. David tak mempedulikan dia
dan berlari kecil ke sisi lain kendaraan. Dia tidak berbicara hingga
kami kembali ke perjalanan.
“Sudah tidak jauh
lagi” katanya. “kita masih tetap pergi ke Monterey?”.
“tentu saja”.
“keren”.
Mendengar David
menceritakan tentang pertemuan pertama kami, aku telah mengubah
segalanya. Percakapan itu telah membangkitkan keingintahuanku
tentang malam itu. Bahwa dia pada fase tertentu telah memilihku
malam itu... aku tak pernah memikirkan kemungkinan itu terjadi
padaku sebelumnya. Aku berpikir tequila lah yang membuat kami
melakukan itu dan entah bagaimana jatuh ke dalam kekacauan ini
bersama. Lebih banyak keengganan dari David untuk menjawab beberapa
pertanyaan membuatku bertanya-tanya.
Aku menginginkan
jawaban. Tapi aku harus melangkah dengan hati-hati.
“Apakah selalu
seperti ini untukmu?” tanyaku. “dikenali? Memiliki orang-
orang yang mendekat sepanjang waktu?”.
“Mereka baik.
Orang gila lah yang mengkhawatirkan, tapi kau bisa mengatasinya. Ini
bagian dari pekerjaan ku. Orang-orang menyukai musiknya, jadi....”.
Perasaan buruk
merayapiku. “Kau memberitahuku siapa dirimu malam itu, bukan?”,
“Ya, tentu saja”
dia menatapku tajam, alisnya menyatu.
Perasaan burukku
terserap di gantikan rasa malu. “Maaf”.
“Ev, aku ingin
kamu tau apa yang kau hadapi. Kau bilang kau menyukaiku , tapi kau
tidak begitu tertarik dengan bandku”, dia memainkan stereo dengan
setengah senyum di wajahnya. Segera lagu Rock yang tidak aku kenali
diputar dengan tenang di speker. “kau merasa sangat menyesal
tentang itu, sebenarnya. Kau terus meminta maaf berulang kali.
Berkeras membelikanku burger dan shake untuk menebusnya”.
“aku lebih suka
Country”.
“Percayalah, aku
tau itu. Dan berhenti meminta maaf. Kau diperbolehkan menyukai
apapun yang kau inginkan”.
“apakah itu burger
dan shake yang enak?”.
Dia mengangkat satu
bahu. “itu biasa -biasa saja”.
“Aku berharap aku
ingat”.
Dia mendengus. “itu
yang utama”.
Aku tak tau apa yang
sebenarnya terjadi padaku. Mungkin aku hanya ingin melihat apakah
aku bisa membuatnya tersenyum. Dengan lutut dibawahku , aku menjulur
sepanjang seatbelt, mengangkat diriku, dan mencium pipinya dengan
cepat. Serangan mendadak. Kulitnya hangar dn halus di bibirku.
Pria ini aroma nya jauh lebih baik dari yang diijinkan.
“Untuk apa itu?”
tanyannya, menatapku dari sudut matanya.
“Untuk
mengeluarkan ku dari Portland dan kemudian dari LA. Karena berbicara
tentang malam itu denganku”. Aku menganggkat bahu, mencoba
menggoyangkannya. “Untuk banyak hal”.
Sebuah garis kecil
munjul diatas garis hidungnya, ketika dia berbicara, suaranya
terdengar serak. “baiklah. Tak masalah”.
Mulutnya tetap
tertutup dan tangannya menyentuh pipinya, menyentuh dimana kecupanku
berada. Wajah berbentuk mengernyit terlihat terus selama beberapa
saat. Masing-masing membuatku bertanya-tanya sedikit lagi apakah
David Ferris sama takutnya sama halnya denganku. Reaksi ini bahkan
lebih baik dari sekedar senyuman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar