Kamis, 05 April 2018

Lick Chapter 7a

Leherku rasanya seperti di cabik-cabik . Rasa sakit menusukku seketika bersamaan dengan aku yang perlahan meluruskan leherku dan menghilanhgkan kantuk dari mataku. Aku memijat otot yang keram, dan mencoba untuk melemaskannya. “Ow”.
David melepaskan satu tangan dari roda kemudi dan meraih leherku, memijat bagian belakang leherku denga n jemarinya yang kuat. “kau baik-baik saja?”.
“Yeah. Aku pasti tertidur dengan nyenyak”. Aku beringsut di kursi, mengamati sekeliling kami, berusaha untuk tidak terlalu menikmati pijatan di leherku. Karena tentu saja dia sangat ahli dengan tangannya. Mr Magic Finger, merayu otot-ototku untuk kembali ke semacam keteraturan dengan sedikit usaha. Aku tidak bisa diharapkan untuk menolak. Mustahil. Jadi sebagai hasilnya aku mengerang keras dan membiarkan dia memijatku.
Baru bangun dari tidur adalah satu-satunya alasanku.
Matahari baru saja terbit. Pepohonan yang tinggi dan gelap bergegas terlihat. Mencoba keluar dari LA, kami terjebak dalam kemacetan yang tak pernah dilihat oleh gadis Portland ini. Untuk semua niat baikku, kami tidak benar-benar mengobrol. Kami berhenti dan membeli makanan dan gas. Sepanjang sisa waktu, Johny cash bermain di stereo dan aku berlatih pidato di kepalaku. Tak satupun kata keluar dari mulutku. Untuk beberapa alasan, aku enggan untuk menghentikan petualangan kami dan pergi sendiri. Ini tidak ada hubungannya dengan sudah menjadi gadis dewasa dan betapa nyamannya yang aku mulai merasakan saat bersama dia. Keheningan tidak terasa canggung. Ini damai. Menyegarakan bahkan, mengingat drama kami di hari terakhir. Bersama nya di jalanan yang terbuka.....ada sesuatu yang terasa bebas. Pada pukul dua pagi aku tertidur.
“David , dimana kita?”.
Dia memberiku tatapan lemah, tangannya masih tetap memijat otot-ototku. “yah.....”.
Sebuah rambu terlewati dari luar. “kita akan pergi ke Monterey”.
“Monterey adalah dimana rumahku berada”, katanya. “berhenti tegang”.
“Monterey?”.
“Yeah. Pengalaman apa yang kau punya dengan Monterey, hmmm? Memiliki kenangan buruk saat festival musik”.
“Tidak”, aku mundur, cepat, tidak ingin tampak tidak berterima kasih. “ini cuma mengejutkan. Aku tidak menyadari, uummm...... Monterey. Okay”.
David menghela napas dan menepi dari jalan. Debu-debu berterbangan dan batu-batu menghantam jeep (Mal tidak akan senang). Dia berbalik dan menghadapku, mengistirahatkan siku di atas kursi penumpang, mengurungku.
“Bicaralah padaku, kawan”.
Aku membuka mulutku dan membiarkan semuanya tersampaikan. “aku punya rencana. Aku punya uang untuk dihabiskan. Aku akan pergi ke tempat yang tenang selama beberapa minggu sampai semua ini berakhir. Kau tak perlu menempatkan diri seperti ini. Aku hanya perlu mengambil barang-barangku di mansion dan aku bisa keluar dari rambutmu”.
“Baiklah”, dia mengangguk. “Well, kita sudah disini sekarang dan aku ingin pergi untuk memeriksa tempatku selama beberapa hari. Jadi kenapa kau tidak ikut saja denganku? Hanya sebagai teman. Bukan masalah besar. Sekarang hari jumat, para pengacara bilang mereka akan mengirimkan dokumennya ke kita pada hari senin. Kita akan menandatanganinya. Aku ada manggung di hari kamis di LA. Jika kau mau kau bisa bersantai di rumah itu sampai beberapa minggu sampai semuanya mereda. Terdengar seperti rencana kan? Kita menghabiskan akhir minggu bersama-sama kemudian bercerai. Semuanya terselesaikan”.
Itu terdengar seperti rencana yang matang. Tapi tetap saja, aku memikirkannya sejenak. Rupanya, itu terlalu lama.
“Kau khawatir tentang menghabiskan akhir minggu atau apa? Apakah aku semenakutkan itu?”. Tatapannya menantangku, wajahku kami berjarak satu telapak tangan. Rambut yang gelap jatuh di wajahnya yang sempurna. Untuk sesaat aku hampir lupa untuk bernapas. Aku tidak bergerak. Tak bisa. Diluar sana motor menderu melewati kami kemudian hening kembali.
Apakah dia menakutkan? Pria ini tak mengerti.
“Tidak” , kataku berbohong, dilontarkan dengan pertimbangan yang baik.
Kurasa dia tidak mempercayaiku. “dengar, aku minta maaf karena telah bertindak bajingan waktu di LA”.
“tak apa, sungguh, David. Situasi ini akan membuat kepala semua orang tenggelam”.
“Katakan padaku sesuatu” dia berkata dengan suara rendah, “kau ingat tentang membuat tato. Adakah sesuatu yang lain yang mulai kau ingat?”.
Tersadar dari peristiwa mabukku bukanlah sesuatu yang ingin aku tuju. Tidak dengan dia. Tidak dengan siapapun. Aku sudah mendapat hukuman dengan mendapati hidupku berantakan dan tersebar ke seluruh internet. Menggelikan, tidak menengok ke masalalu sudah di putuskan. Well, terkecuali bagian kursi belakang mobil orang tua Tommy. “apakah ini penting? Maksudku. Bukankah ini sudah terlalu telat untuk membicarakan ini?”.
“Kurasa”, dia kembali ke kursinya dan menaruk tangan kemnali ke roda kemudi. “kau perlu meluruskan kakimu atau sesuatu?”.
“Restroom akan sangat membantu”.
“tak perlu khawatir”.
Kami kembali ke jalanan dan keheningan mengisi selama beberapa menit. Dia mematikan stereo ketila aku tertidur. Keheningan ini aneh sekarang dan itulah keseluruham yang sedang aku lakukan. Rasa bersalah menggerogoti pagi ini. Ini sepertinya tak akan ada perubahan sepanjang hari, tapi yang utama, tanpa setetespu kafein untuk menghidupkanku, ini terasa mengerikan. Dia sudah sangat baik denganku, mencoba untuk bicara dan aku menghentikan dia.
“kebanyakan tentang malam itu masih buram”.
Dia mengangkat beberapa jari dari kemudi dan menggoyangkannya. Itu seperti keseluruhan rangkuman dari respon nya.
Aku menghirup napas dalam-dalam. “aku mengingat minum pada tengah malam. Setelah itu , buram. Aku mengingat suara jarum di tato parlor, kita tertawa, tapi cuma itu. Aku tak pernah tidak mengingat apapun sepanjang hidupku. Ini mengerikan”.
“Yeah”, dia berkata dengan pelan.
“Bagaimana kita bertemu”.
Dia menghembuskan napas dengan keras. “ah, aku dan sekelompok orang akan pergi ke klub lain. Salah satu dari wanita dari kami tidak melihat jalan dan menabrak pelayan cocktail. Tampak nya si pelayan itu baru atau apalah dan dia menjatuhkan nampannya. Untungnya, itu hanya beberapa botol bir kosong”.
“Bagaimana kita bisa terlibat”.
Dia menusukkan tatapan padaku, mengalihkan pandangan dari jalanan untuk sejenak. “beberapa dari mereka mulai memaki-maki si pelayan, dan menyuruh mereka untuk memecatnya. Kau hanya tiba -tiba masuk dan menangani kekurang ajaran mereka”.
“aku?”.
“Oh, yeah”. Dia menjilat bibirnya, ujung mulutnya menekuk. “mengatakan pada mereka bahwa meraka adalah iblis, sok , bajingan kaya yang harus melihat kemana mereka berjalan. Kau membantu gadis itu mengambil botol-botol bir dan kemudian kau menghina teman-temanku lagi. Itu benar-benar klasik, sebenarnya. Aku tak bisa mengingat semua yang kau katakan. Kau menjadi sangat kreatif dalam menghina , akhirnya”.
“Hah, dan kau menyukai ku karena itu”.
Dia menutup mulutnya dan diam saja. Seluruh dunia yang luas ini tak ada apa-apanya. Tak ada sebenarnya yang bisa menutupi daratan ketika kau melakukan terlalu banyak usaha untuk itu.
“apa yang terjadi selanjutnya?” tanyaku.
“security datang untuk melerai. Tidak seperti mereka mau saja beradu dengan anak-anak kaya”.
“tidak. Kurasa tidak”.
“kau terlihat panik jadi aku membawamu keluar dari sana”.
“Kau meninggalkan teman-temanmu untukku?” aku menatapnya dengan kagum.
Dia mengangkat satu bahunya. Seaakan itu semua tidak berarti apa-apa.
“kemudian?”.
“kita pergi dan minum-minum di bar lain”.
“aku terkejut kau tetap terjebak dengan ku”. Lebih mendekati tertegun.
“Mengapa tidak?” tanyannya. “kau memperlakukanku seperti orang normal. Kita hanya berbicara tentang keseharian. Kau tidak memancing untuk mendapatkan sesuatu dariku. Kau tidak bertingkah seakan aku spesies berbeda. Ketika kau melihatku, rasanya,,,,”.
“apa?”.
Dia berdeham. “aku tidak tau. Tak usah dipedulikan”.
“ya benar. Dan baiklah”.
Dia mengerang.
“Please?”.
“Sialan”. Gumamnya, bergerak-gerak di kursi pengemudi dengan sikap tidak nyaman. “Rasanya nyata, oke? Rasanya benar. Aku tak tau lagi bagaimana menjelaskannya”.
Aku duduk diam dengan kagum selama beberapa saat. “itu adalah cara yang baik untuk menjelaskannya”.
Tiba-tiba, dia memutuskan untuk menyeringai. “Plus, aku tidak pernah di lamar dengan cara seperti itu”.
“Yeaaaah. Okay. Hentikan sekarang”. Aku menutupi wajahku dengan tangan dan dia tertawa.
“Santai”. Katanya. “kau sangat manis kok”.
“Manis?”.
“manis bukanlah hal yang buruk”.
Dia membelokkan jeep ke pengisian bahan bakar, berhenti di depan pump. “lihat aku”.
Aku menurunkan jari-jariku.
David menatap balik ke arahku, wajahnya yang tampan tersenyum lebar. “kau berkata bahwa kau rasa aku adalah lelaki yang baik. Dan akan sangat menyenanngkan jika kita bisa ke kamar mu dan have sex dan hang out sebentar, jika mungkin itu adalah sesuatu yang tertarik untuk aku lakukan”.
“Ha. Aku mengatakan itu semua”, aku tertawa. Itu mungkin saja percakapan palinng memalukan dalam hidupku. Tak diragukan, pasti. Oh, tuhan yang baik, pikiran tentang aku merayu David dengan lembut. Dia yang memiliki groupies dan model -model glamor yang melemparkan diri mereka sendiri ke pada David setiap hari. Jika saja ada cukup ruang dalam mobil, aku mungkin akan bersembunyi di bawah sana. “lalu apa yang kau katakan?”.
“Menurutmu apa yang ku katakan?” tanpa mengalihkan tatapannya padaku di membuka kotak sarung tangan dan mengelurkan topi bisbol. “sepertinya toilet ada di samping”.
“ini sangat memalukan. Kenapa kau tida bisa lupa saja”.
Dia hanya menatapku. Seringai itu sudah lama berlalu. Untuk waktu yang lama dia menawanku dengan tatapannya, tanpa senyum. Udara di mobil serasa turun hingga lima puluh derajat.
“aku akan segera kembali”, kataku. Jemariku meraba sabuk pengaman.
“baiklah”.
Aku akhirnya bisa melepas benda tolol ini, jantungku berderap di dalam dadaku. Percakapan itu menjadi semakin berat menjelang akhir. Itu membuatku tidak sadar. Mengetahui dia membelaku di Las vegas, dan dia yang telah memilihku dibandingkan teman-temannya....itu mengubah banyak hal. Dan itu membuatku bertanya-tanya apalagi yang perlu aku ketahui tentang malam itu.
“Tunggu”, dia meraba-raba diantara koleksi kacamata hitamnya, mengelurkan kacamata dengan desain aviator dan menyerahkan padaku. “kau juga terkenal sekarang, ingat?”
“Bokongku”.
Dia hampir tersenyum. Dia memakai topi bisbol di kepalanya dan mengistirahatkan lengannya di atas roda kemudi. Tato namaku ada disana, dengan semua kemuliannya. Terlihat berwarna merah muda di bagian tepi, dan beberapa huruf memiliki bekas luka kecil. Aku bukanlah satu-satunya yang di tandai dengan permanen oleh ini.
“Sampai ketemu sebentar lagi”.
“Baiklah”. Aku membuka pintu dan perlahan keluar dari mobil. Tersandung dan mendarat di pantatku di depan dia harus di hindari dengan segala cara.
Aku melihat ke arah wastafel dan mencuci tanganku. Gadis yang berada di depan cermin kamar mandi melihat dengan mata nyalang dan beberapa lagi. Aku memercikan air ke wajahku dan membenahi sedikit kerusakan di rambutku. Lelucon macam apa ini. Petualangan yanng sedang aku usaha dan usahakan untuk aku kendalikan. Aku, hidupku, semuanya tampaknya dalam perubahan. Itu seharusnya tidak terasa aneh seperti ini.
Ketika aku kembali dia berdiri di dekat jeep, memberi tanda tangan pada beberapa orang, salah satunya sedang memeragakan bermain gitar dengan antusias. David tertawa dan menepuk punggungnya dan mereka berbicara selama beberapa menit. Dia baik hati dan juga ramah. Dia tersenyum, mengobrol dengan mereka sampai dia melihatku berjalanmendekat. “Terimakasih, kwan. Aku berharap kalian bisa merahasiakan ini selama beberapa hari, aku akan menghargainya, Hey? Kami bisa beristirahat dari segala keributan ini.
“Tak perlu khawatir”, salah satu dari mereka berbalik dan tersenyum lebar padaku. “selamat. Kau terlihat jauh lebih cantik ketika di lihat langsung dibanding dalam foto”.
“Thanks”, aku melambaikan tangan pada mereka, tak terlalu mengerti akan apa yang harus ku lakukan.
David mengerling padaku dan membukakan pintu penumpang untuk aku masuk.
Pria yang lain mengeluarkan ponsel dan mulai memfoto. David tak mempedulikan dia dan berlari kecil ke sisi lain kendaraan. Dia tidak berbicara hingga kami kembali ke perjalanan.
“Sudah tidak jauh lagi” katanya. “kita masih tetap pergi ke Monterey?”.
“tentu saja”.
“keren”.
Mendengar David menceritakan tentang pertemuan pertama kami, aku telah mengubah segalanya. Percakapan itu telah membangkitkan keingintahuanku tentang malam itu. Bahwa dia pada fase tertentu telah memilihku malam itu... aku tak pernah memikirkan kemungkinan itu terjadi padaku sebelumnya. Aku berpikir tequila lah yang membuat kami melakukan itu dan entah bagaimana jatuh ke dalam kekacauan ini bersama. Lebih banyak keengganan dari David untuk menjawab beberapa pertanyaan membuatku bertanya-tanya.
Aku menginginkan jawaban. Tapi aku harus melangkah dengan hati-hati.
“Apakah selalu seperti ini untukmu?” tanyaku. “dikenali? Memiliki orang- orang yang mendekat sepanjang waktu?”.
“Mereka baik. Orang gila lah yang mengkhawatirkan, tapi kau bisa mengatasinya. Ini bagian dari pekerjaan ku. Orang-orang menyukai musiknya, jadi....”.
Perasaan buruk merayapiku. “Kau memberitahuku siapa dirimu malam itu, bukan?”,
“Ya, tentu saja” dia menatapku tajam, alisnya menyatu.
Perasaan burukku terserap di gantikan rasa malu. “Maaf”.
“Ev, aku ingin kamu tau apa yang kau hadapi. Kau bilang kau menyukaiku , tapi kau tidak begitu tertarik dengan bandku”, dia memainkan stereo dengan setengah senyum di wajahnya. Segera lagu Rock yang tidak aku kenali diputar dengan tenang di speker. “kau merasa sangat menyesal tentang itu, sebenarnya. Kau terus meminta maaf berulang kali. Berkeras membelikanku burger dan shake untuk menebusnya”.
“aku lebih suka Country”.
“Percayalah, aku tau itu. Dan berhenti meminta maaf. Kau diperbolehkan menyukai apapun yang kau inginkan”.
“apakah itu burger dan shake yang enak?”.
Dia mengangkat satu bahu. “itu biasa -biasa saja”.
“Aku berharap aku ingat”.
Dia mendengus. “itu yang utama”.
Aku tak tau apa yang sebenarnya terjadi padaku. Mungkin aku hanya ingin melihat apakah aku bisa membuatnya tersenyum. Dengan lutut dibawahku , aku menjulur sepanjang seatbelt, mengangkat diriku, dan mencium pipinya dengan cepat. Serangan mendadak. Kulitnya hangar dn halus di bibirku. Pria ini aroma nya jauh lebih baik dari yang diijinkan.
“Untuk apa itu?” tanyannya, menatapku dari sudut matanya.
“Untuk mengeluarkan ku dari Portland dan kemudian dari LA. Karena berbicara tentang malam itu denganku”. Aku menganggkat bahu, mencoba menggoyangkannya. “Untuk banyak hal”.
Sebuah garis kecil munjul diatas garis hidungnya, ketika dia berbicara, suaranya terdengar serak. “baiklah. Tak masalah”.
Mulutnya tetap tertutup dan tangannya menyentuh pipinya, menyentuh dimana kecupanku berada. Wajah berbentuk mengernyit terlihat terus selama beberapa saat. Masing-masing membuatku bertanya-tanya sedikit lagi apakah David Ferris sama takutnya sama halnya denganku. Reaksi ini bahkan lebih baik dari sekedar senyuman.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

STUCK UP SUIT Chapter 8

GRAHAM AKU TIDAK MENDENGAR KABAR NYA SEPANJANG HARI di hari sabtu, dan tidak seperti yang aku harapkan juga. Soraya Venedetta san...