Minggu, 24 Desember 2017

Bound by Honor Chapter 7

Sinar matahari menerpa wajahku. Aku berusaha meregangkan tanganku tapi sebuah lengan dieratkan di pinggangku dan dada kekar menempel di punggungku. Butuh beberapa saat untuk mengingat dimana diriku dan apa yang telah terjadi kemarin dan kemudian aku menegang.

“bagus, kau sudah bangun”, kata Luca dengan suara serak khas bangun tidur.

Kenyataan menghantamku. Suamiku. Aku adalah wanita yang sudah menikah, tapi Luca tetap memegang janjinya. Dia belum mengklaim pernikahannya. Aku membuka mataku. Tangan luca mencengkram pinggulku dan dia membalikkan tubuhku. Dia bersandar pada satu siku saat matanya menatap wajahku. Kuharap aku tau apa yang ada di pikirannya. Aneh rasanya tidur dengan laki-laki. Aku bisa merasakan panas Luca, walaupun tubuh kami tidak bersentuhan. Dibawah sinar matahari bekas luka dikulitnya entah bagaimana terlihat kurang mencolok dibandingkan semalam, tapi otot-ototnya masih sama mengesankannya. Aku bertanya-tanya bagaimana rasanya otot-otot itu ketika disentuh.

Dia mengulurkan tangan dan mengambil sehelai rambutku diantara dua jari. Aku menahan napas, tapi dia melepaskannya beberapa saat kemudian, wajahnya mulai membuat penilaian. “tak akan lama lagi sampai ibu tiriku , bibi-bibiku, dan wanita-wanita lain yang sudah menikah dari keluargaku akan mengetuk pintu kamar kita untuk mengambil seprei dan membawanya ke ruang makan dimana tak diragukan lagi semua orang sudah menunggu tontonan sialan itu dimulai”.

Rona merah muda menyebar disepanjang pipiku dan sesuatu di mata Luca berubah, sesuatu yang di ngin terganti dengan beberapa emosi. Mataku menemukan goresan kecil di lengan Luca. Itu tak terlihat dalam dan sudah mulai menutup.

Luca mengangguk. “darahku akan memberi mereka apa yang mereka mau. Itu akan menjadi landasan dari cerita kita , tapi kita akan mengisi beberapa detail. Aku tau aku adalah pembohong yang me yakinkan. Tapi bisa kah kau berbohong di hadapan semua orang, bahkan kepada ibumu,ketika kau menceritakan pada mereka tentang pernikahan kita? Tak ada seorang pun yang boleh tau tentang apa yang telah terjadi. Itu akan membuatku terlihat lemah”. Bibirnya mengatup dipenuhi penyesalan. Menyesali dirinya yang membebaskanku dan membuat dirinya harus bergantung dengan kemampuan berbohongku.

“Lemah karena kau menolak untuk memperkosa istrimu ?” aku berbisik.

Jari luca di pinggulku mengencang. Aku bahkan tak sadar kalau jari-jarinya masih disana. Buatlah dia untuk bisa berlaku baik padamu. Kata-kata Bibiana melintas dipikiranku. Luca adalah Monster, tak ada keraguan untuk itu. Dia bisa melakukan apapun untuk bisa bertahan sebagai pemimpin di dunia kami, tapi mungkin aku tetap bisa membauat monster itu terantai ketika dia bersamaku. Itu melebihi apa yang aku harapkan ketika dia membimbingku ke kamar tidur semalam.

Luca tersenyum dingin. “lemah karena tidak mengambil yang seharusnya milikku. Tradisi sprei berdarah adalah tradisi mafia sisilia untuk membuktikan bahwa pengantin mereka masih murni kepada suaminya. Jadi menurutmu apa yang akan mereka katakan tentangku yang melihatmu separuh telanjang di ranjangku , tak berdaya, dan milikku. Dan sekarang kau belum tersentuh sama seperti dirimu sebelum pesta pernikahan kita?”

“tak ada seorang pun yang akan tau. Aku tak akan memberitahu siapapun”.

“kenapa aku harus mempercayaimu? Aku tak memiliki kebiasaan mempercayai orang lain, terutama orang yang membenciku”.
Aku meletakkan telapak tanganku diatas luka di lengannya, merasakan otot-ototnya menegang dibawah sentuhanku. Buat dia menjadi baik untukmu, buat dia mencintaimu. “Aku tak membencimu”. Dia memincingkan matanya, tapi itu semua hampir semuanya adalah benar. Aku akan membencimya jika dia memaksakan dirinya padaku. Aku sesuangguhnya membenci tentang makna menikahinya untukku tapi aku tak mengenalnya cukup banyak untuk benar-benar membencinya. Mungkin itu semua akan datang seiring waktu. “Dan kau bisa mempercayaiku karena aku adalah istrimu. Aku tak memilih pernikahan ini tapi setidaknya aku bisa melakukan yang terbaik untuk ikatan ini. Aku tak memiliki sesuatu yang ingin kuraih dengan mengkhianati kepercayaanmu, tetapi segalanya akan kuraih dengan menunjukan padamu bahwa aku loyal”.

Ada sesuatu yang berpendar, mungkin ekspresi respek. “para pria yang menunggu di ruang tamu adalah predator. Mereka mencium kelemahan dan mereka sudah menunggu satu dekade untuk melihat tanda kelemahan dalam diriku. Pada saat mereka melihat satu, mereka akan menerkamnya”.

“Tapi ayahmu-”

“jika ayahku berpikir bahwa aku terlalu lemah untuk memimpin Familia, dan dia akan dengan senang hati membiarkan mereka melengserkanku”.

Hidup macam apa yang mengharuskan mu untuk selalu berusaha kuat bahkan walaupun kau berada di dekat keluarga dekatmu? Setidaknya, aku memiliki adik perempuanku dan adik laki-laki ku, dan bahkan beberapa tambahan seperti ibu ku dan juga orang lain seperti Valentina. Para wanita dimaafkan bersikap lemah di dunia kami.

Mata Luca sangat tajam. Mungkin adalah moment dia mengambil keputusan bahwa aku tak cukup berharga untuk dia membahayakan dirinya dan lalu mengklaimku, namun ketika tatapannya akhirnya kembali ke wajahku, kegelapan sudah berada di pelupuk.

“Bagaimana dengan Matteo?'

“Aku percaya pada Matteo. Tapi Mateo adalah orang yang Mudah terpancing. Dia akan terbunuh karena berusaha membelaku”.

Aneh rasanya berbicara dengan Luca, sebagai suamiku seperti ini, seakan kami saling mengerti satu sama lain. “tak ada seorang pun yang akan meragukanku”. Kataku. “aku akan memberi apa yang mereka inginkan”.

Luca duduk tegak dan mataku mengembara ke tato nya , kemudian menyusuri otot dada dan perutnya. Pipiku panas ketika mataku bertemu dengan pandangan Luca.

“Kau harusnya mengenakan lebih dari sekedar gaun malam yang mengundang ini ketika para kerumunan itu datang, aku tak ingin mereka melihat tubuh mu, terutama pinggul dan paha bagian atas. Lebih baik jika mereka bertanya-tanya apakah aku meninggalkan bekas padamu” katanya. Kemudian dia menyeringai . “tapi kita tak bisa menyembunyikan wajahmu dari mereka”.

Dia membungkuk dan tangannya menyambangi wajahku. Aku memaksa mataku memejam, dan mengernyit.

“ini adalah kali kedua kau berpikir bahwa aku akan memukulmu”. Dia berkata dengan suara pelan.

Mataku langsung terbuka. “kupikir kau berkata....” aku terbata-bata.

“apa? Apakah setiap orang mengharapkan kau mengalami memar-memar di wajahmu setelah menjalani malam pertama dengan ku? Aku tidak memukul perempuan”.

Aku teringat ketika dia menghentikan ayahku ketika dia akan menamparku. Dia tak pernah mengangkat tangannya padaku. Aku mengenal banyak pria di Chicago Outfit memiliki kode aneh akan peraturan yang mereka ikuti. Kau tidak boleh menusuk orang dari belakang, tapi kau dibolehkan menggorok lehernya dengan cara seperti itu. Luca tampak nya memiliki peraturannya sendiri. Menghancurkan tenggorokan orang lain dengan tangan kosong dapat diterima, tapi tidak untuk memukul istrimu.

“bagaimana aku bisa mempercayai dirimu bisa meyakinkan setiap orang bahwa kita telah menikmati pernikahan kita kalau tiap kali aku mendekat kau mengernyit dan menjauhi sentuhanku?”

“percaya padaku, kernyitan ini akan membuat semua orang lebih mempercayai kebohongan ini karena saku tidak akan berhenti menjahui sentuhanmu jika kau telah mengambil milikku. Semakin aku mengernyit semakin mereka akan menganggap kau adalah monster seperti yang ingin orang lain pikirkan tentangmu”.

Luca terkekeh. “kurasa kau mungkin mengerti lebih banyak tentang memainkan permainan kekuatan daripada yang aku harapkan”

aku mengangkat bahu “Ayahku adalah seorang Consigliere”.

Dia memiringkan kepalanya sebagai pengakuan, lalu dia mengangkat tangannya dan menangkup wajahku. “yang aku maksud tadi adalah wajahmu tak terlihat seperti kau pernah dicium”.

Mataku melebar. “saya tidak pernah....”tapi tentu saja dia sudah tau.

Bibirnya bertabrakan dengan bibirku dan telapak tanganku menempel di dadanya, tapi aku tidak mendorongnya menjauh. Lidahnya menggoda bibirku, menuntut untuk masuk. Aku menyerah dan dan dengan ragu menyentuhkan lidahnya ke lidahku. Aku tak yakin harus berbuat apa dan menatap Luca dengan mata terbelalak, tapi dia memimpin, saat lidah dan bibirnya memikat mulutku. Aneh membiarkan keintimana seperti ini, tapi ini tadak berarti tidak menyenangkan. Aku tersesat saat dia menciumku, menuntut , dan posesif, dan tangannya terasa hangat di pipiku. Bakal jenggotnya menggesek bibir dan kulitku, tapi gesekan itu membuatku tergelitik bukannya terganggu. Aku bisa merasakan kekuatan yang terkendali saat tubuhnya menekanku. Akhirnya dia mundur, matanya gelap karena hasrat. Aku menggigil tidak hanya karena rasa takut.

Ketukan yang kuat terdengar dan Luca dan Luca mengayunkan kakinya dari tempat tidur dan berdiri. Aku menarik napas saat meihat tonjolan di celana dalamnya.

Dia menyeringai. “seorang pria memang seharusnya memiliki ereksi ketika dia bangun disamping pengantinnya, bukanya begitu? Mereka menginginkan pertunjukan, meereka akan mendapatkannya”. Dia mengangguk kearah kamar mandi. “sekarang pergilah dan ambil bathrobe”.

Dengan cepat aku melompat dari tempat tidur dengan seprei bernoda itu dan bergegas ke kamar mandi dimana aku langsung mengambil bathrobe panjang berbahan satin berwarna putih dan memakainya diatas gaun tidurku sebelum aku memunguti helai-helaian korset yang aku jatuh kan semalam.

Ketika aku melangkah masuk ke kamar tidur, aku menyaksikan luca menaruh pistol dan sarung pisau diatas bahu telanjangnya, dan pisau lain yang lebih panjang terikat di lengannya menutupi sayatan kecil dan perubahan kekakuannya membuat semua itu bahkan lebih jelas.

Pipiku memanas, aku bergerak lebih jauh dalam ruangan dan melemparkan korset disamaping gaun pengantinku yang telah rusak. Luca adalah pemandangan yang luar biasa dengan postur tubuhnya yang tinggi, tubuh berotot serta semua senjata, belum lagi tonjolan celananya. Sedikit rasa ingin tau memenuhi diriku. Bagaimana dia terlihat jika tanpa celana?.

Aku bersandar pada tembok dekat jendela dan melingkarkan lengan ke tubuhku, tiba-tiba khawatir seseorang akan menyadari bahwa Luca tidak tidur denganku. Mereka semua adalah wanita yang telah menikah. Apakah mereka melihat yang tidak beres?

Aku menguatkan diri saat dia membuka pintu lebar-lebar, berdiri di hadapan para wanita dengan keagungan setengah telanjangnya. Terdengar suara terengah-engah, cekikikan, bahkan beberapa kata berbahasa Itali yang di gumamkan, yang mungkin berupa doa atau kutukan, mereka berbicara terlalu cepat dan pelan untuk aku dengar. Aku harus menahan dengusan.

“Kami datang untuk mengambil seprei”. Ibu tiri Luca berkata nyaris tanpa ada basa- basi.

Luca melangkah mundur , membuka pintu lebih lebar. Seketika beberapa wanita melangkah masuk, mata mereka melesat ke tempat tidur yang bernoda, lalu ke arahku. Aku tau wajahku memerah, meskipun bukan darahku yang ada disana. Bagaimana mungkin para wanita itu langsung melompat pada kesempatan untuk melihat bukti keperawanan ku? Tidak kah mereka memiliki belas kasihan? Mungkin mereka berpikir akan adil jika aku merasakan juga apa yang mereka lalui. Aku membuang muka, tak mampu menghadapi rasa penasaran mereka. Biarkan mereka berasumsi semau mereka. Sebagian besar para tamu telah pergi, terutama politisi dan non-mafia lainnya. Hanya keluarga dekat yang menyaksikan penyajian seprei itu, tapi dari banyaknya para perempuan yang berkumpul di koridor, kau tak akan bisa menebak.


Hanya wanita yang sudah cukup umur untuk menikah yang diperbolehkan sebagai penonton saat seprei itu di rentangkan - agar tidak membuat takut para gadisperawan yang masih terlalu muda. Aku bisa melihat bibiku diantara para kerumunan, begitu pula ibuku, Bibiana, serta Valentina, tetapi para wanita dari keluarga Luca berada dibarisan paling depan mengingat ini adalah tradisi mereka, bukan milik kami. Dan ini akan segera menjadi tradisiku, aku mengingatkan diriku sendiri dengan bergidik. Luca menatap mataku dari seberang ruangan . Kami berbagi rahasia sekarang. Aku tak bisa tidak merasa berterima kasih pada suamiku, meskipun aku tak ingin bersyukur untuk hal-hal seperti itu. Tapi di dunia kami, kau harus bersyukur untuk tiap kebaikan sekecil apapun, terutama dari pria seperti Luca, terutama saat dia tak harus bersikap baik.

Ibu tiri Luca Nina dan sepupunya Cosima mulai melepaskan seprei. “Luca ,” dengan pura-pura marah. “apakag tidak ada yang memberitahumu untuk bersikap lembut pada mempelaimu yang masih perawan?”

perkataannya sungguh membuat beberapa wanita cekikikan malu dan aku menundukkan pandanganku walaupun sebenarnya aku ingin melotot padanya. Luca melakukan kerja bagus untuk hal itu, lalu dia melontarkan senyuman srigala yang membuat bulu kudukku meremang. “Anda sudah menikah dengan Ayahku. Apakah dia terlihat seperti seorang Ayah yang mengajarkan anak-anaknya untuk bersikap lembut pada siapapun”.

Bibir ibu Luca menipis tapi dia tak berhenti tersenyum. Aku bisa merasakan semua orang menatapku dan menggeliat dibawah semua perhatian itu. Ketika aku mengambil resiko untuk mengintip ke arah keluargaku , aku bisa melihat keterkejutan dan rasa kasihan pada banyak wajah mereka.

“Biarkan aku lewat!” terdengar suara Gianna yang panik. Kepalaku terangkat. Dia berusaha menembus kerumunan wanita yang berkumpul dan berjuang menghindari ibu yang akan menghentikannya. Gianna bahkan tak seharusnya berada disini. Tapi kapan Gianna menuruti apa yang diperintahkan padanya? Dia mendorong seorang wanita yang sangat kurus keluar dari tempatnya dan terhuyung-huyung masuk ke tempat tidur. Wajahnya melotot jijik ketika melihat seprei di Ibu tiri Luca yang terbentang di atas lengan Cosima yang terulur.

Matanya melihat wajahku,berlama-lama dibibirku yang membengkak, rambut kusutku dan lengaku yang masih melingkar ditubuhku. Aku berharap aku memiliki cara untuk memberitahu dia bahwa aku baik-baik saja, bahwa tidak seperti yang terlihat, tapi tidak dengan semua wanita yang berada disekitar kami. Dia berbalik ke arah Luca, yang setidaknya sekarang tidak memiliki ereksi lagi. Tatapan matanya pasti akan membuat kebanyakan orang berlari. Luca mengangkat alisnya dengan menyeringai.

Gianna melangkah ke arah Luca. “Gianna,” aku berkata dengan pelan. “mau kah kau membantuku berpakaian?” aku mebiarkan lenganku jatuh ke sisi tubuhku dan melangkah kearah kamar mandi, berusaha meringis sekarang, dan kemudian seoalh-olah sakit dan aku berharap aku tak terlalu berlebihan. Aku belum pernah melihat pengantin wanita atau siapapun , setelah mereka kehilangan keperawanan mereka. Begitu pintu menutup dibelakang Gianna dan aku, dia memelukku erat-erat. “Aku benci dia. Aku benci mereka semua. Aku ingin membunuhnya”.

“Dia tidak melakukan apapun” gumamku.

Gianna mundur dan aku meletakkan jari di bibirku. Kebingungan memenuhi wajah Gianna. “Apa maksudmu?”.

“Dia tidak memaksaku”.

“Hanya karena kau tidak melawannya bukan berarti itu bukan pemerkosaan”.

Aku menutupi mulutnya dengan tanganku. “Aku masih perawan”.

Gianna melangkah mundur sehingga tanganku terlepas dari bibirnya. “Tapi darah itu” bisiknya.

“Dia melukai dirinya sendiri”.

Dia menatapku tak percaya. “Apakah kau memiliki Stockholm sindrom?”

aku memutar mataku. “Shh. Aku mengatakan yang sebenarnya”.

“kemudian pertunjukan itu?”

“karena tak seorangpun boleh tau. Tak seorangpun. Termasuk ibu dan Lily. Kau tak boleh mengatakan pada siapapun, Gianna”.

Gianna Cemberut. “Kenapa dia melakukan itu?”

“Aku tak tau, mungkin dia tidak suka melukai ku”.

“Pria itu bahkan akan membunuh bayi keledai , jika mereka memadang dengan cara yang salah padanya”.

“Kau tak mengenalnya”.

“begitupun dirimu”. Dia menggelengkan kepalanya. “Jangan katakan padaku bahwa kau sudah mempercayai dia sekarang. Hanya karena dia tidak menyetubuhimu semalam tak berarti dia tidak akan melakukan nya segera. Mungkin dia akan melakukannya di Penthouse nya dengan pemandangan New York dibawahnya. Kau istrinya dan dia adalah Pria dengan Batang yang berkerja bakalan ingin untuk masuk ke celana dalammu”.

“Ayah benar-benar gagal mendidikmu menjadi anggun mendengar dari komentar-komentarmu” kataku sambil tersenyum. Gianna melotot. “Gianna, aku tau ketika aku menikah dengan Luca , aku harus tidur dengan dia pada akhirnya dan aku akan menerimanya. Tapi setidaknya aku senang karena aku mendapat kesempatan untuk setidaknya mengenal dirinya sedikit lebih baik dulu”. Meskipun aku tidak yakin akan menyukai bagian- bagian yang akan aku ketahui. Tapi ciumannya bukan sama sekali tak menyenangkan. Kulitku masih terasa hangat ketka aku memikirkannya. Dan Luca pasti senang melihatnya. Bukan berarti wajahnya yang cantik akan menghentikan kekekjaman, tapi sejauh ini dia tidak bersikap kejam padaku. Dan entah kenapa aku berpikir dia tidak akan melakukannya, kecuali tidak sengaja.

Gianna mendesah. “Yeah, kau mungkin benar”. Dia merosot duduk di penutup toilet. “Aku tidak tidur semalaman karena mengkhawatirkanmu. Tidak bisa kah setidaknya kau mengirimiku teks bahwa Dia tidak mengambil Cheri mu?”.

Aku mulai menanggalkan pakaian. “Yakin, dan kemudian Ayah atau Umberto memeriksa ponselmudan melihatnya dan aku tamat “.

Mata Gianna memindaiku dari kepala hingga kaki saat aku melangkah ke kamar mandi, mungkin masih mencari tanda bahwa Luca telah melukai ku.

“Kau tetap harus bertingkah seoalah-olah kau membenci Luca saat kau melihatnya nanti atau orang akan curiga” kataku.

“jangan khawatir itu tak masalah karena aku masih membencinya karena dia telah membawamu jauh dariku dan karena dia adalah dia. Aku tidak percaya bahwa dia mampu melakukan kebaikan”.

“Luca juga tiddak tau aku sudah memberitahumu”. Aku menghidupkan pancuran dan membiarkan air hangat membasuh bekas kelelahan. Aku harus waspada sepenuhnya untuk pertunjukan diruang tamu nanti. Otot tegang ku mulai rilex saat air hangat memijatnya.

“Kau tidak boleh masuk”, Gianna berkata dengan marah, mengagetkanku. “aku tak peduli kau suaminya”. Aku membuka mataku dan melihat Luca memaksa masuk ke kamar mandi. Gianna menghalangi jalannya. Dengan cepat aku membelakangi mereka.

“Aku harus bersiap- siap”. Geram Luca. “Tak ada apapun disini yang belum pernah aku lihat”.

Pembohong. “Sekarang pergi, atau kau akan melihat penis pertama mu nak, karena aku akan menanggalkan pakaian sekarang”.

“Bajingan sombong, aku-”

“Pergi!” teriakku.

Gianna pergi, tapi tidak tanpa mengatai Luca dengan beberapa pilihan kata. Pintu terbanting menutup dan kami sendirian. Aku tak yakin dengan apa yang sedang Luca lakukan dan aku tak mau berbalik untuk memeriksanya. Aku tak bisa mendengarnya mencipratkan air . Aku tau aku tak bisa tinggal dikamar mandi selamanya, jadi aku mematikan air dan melangkah ke kamar.

Luca sedang mengoleskan krim bercukur di pipinya denga sikat, tapi matanya mengamatiku dari kaca. Aku menahan keinginan untuk menutupi diriku , meskipun aku merasa warna merah menyebar di sekujur tubuhku. Dia meletakkan sikatnya dan meraih salah satu handuk mandi mewah yang tergantung rak handuk yang dipanaskan , lalu menghampiriku masih dengan memakai celana dalammya. Aku membuka shower dan mengambil handuk dari dia dengan ucapan terima kasih yang cepat. Dia tak bergerak, matanya menjelajahi tubuhku. Aku membungkus handuk di sekeliling tubuhku, lalu melangkah keluar. Tanpa hak tinggi, bagian atas tubuhku hanya sampai di dada Luca.

“Aku menebak kau sedang menyesali keputusanmu”, aku berkata dengan pelan. Aku tak perlu menjelaskan; dia tau apa yang aku maksud.

Tanpa kata dia kembali ke meja basuh , mengambil sikat dan melanjutkan apa yang dia lakukan tadi. Aku sudah di jalan menuju kamar, ketika suaranya mengagetkanku. “ Tidak”. Aku berbalik dan bertatapan dengan matanya. “ketika aku mengklaim tubuhmu aku ingin kau menggeliat dalam kenikmatan bukannya ketakutan”.

1 komentar:

STUCK UP SUIT Chapter 8

GRAHAM AKU TIDAK MENDENGAR KABAR NYA SEPANJANG HARI di hari sabtu, dan tidak seperti yang aku harapkan juga. Soraya Venedetta san...