Sinar matahari menerpa
wajahku. Aku berusaha meregangkan tanganku tapi sebuah lengan
dieratkan di pinggangku dan dada kekar menempel di punggungku. Butuh
beberapa saat untuk mengingat dimana diriku dan apa yang telah
terjadi kemarin dan kemudian aku menegang.
“bagus, kau sudah
bangun”, kata Luca dengan suara serak khas bangun tidur.
Kenyataan menghantamku.
Suamiku. Aku adalah wanita yang sudah menikah, tapi Luca tetap
memegang janjinya. Dia belum mengklaim pernikahannya. Aku membuka
mataku. Tangan luca mencengkram pinggulku dan dia membalikkan
tubuhku. Dia bersandar pada satu siku saat matanya menatap wajahku.
Kuharap aku tau apa yang ada di pikirannya. Aneh rasanya tidur
dengan laki-laki. Aku bisa merasakan panas Luca, walaupun tubuh kami
tidak bersentuhan. Dibawah sinar matahari bekas luka dikulitnya
entah bagaimana terlihat kurang mencolok dibandingkan semalam, tapi
otot-ototnya masih sama mengesankannya. Aku bertanya-tanya bagaimana
rasanya otot-otot itu ketika disentuh.
Dia mengulurkan tangan
dan mengambil sehelai rambutku diantara dua jari. Aku menahan
napas, tapi dia melepaskannya beberapa saat kemudian, wajahnya mulai
membuat penilaian. “tak akan lama lagi sampai ibu tiriku ,
bibi-bibiku, dan wanita-wanita lain yang sudah menikah dari
keluargaku akan mengetuk pintu kamar kita untuk mengambil seprei dan
membawanya ke ruang makan dimana tak diragukan lagi semua orang
sudah menunggu tontonan sialan itu dimulai”.
Rona merah muda menyebar
disepanjang pipiku dan sesuatu di mata Luca berubah, sesuatu yang di
ngin terganti dengan beberapa emosi. Mataku menemukan goresan kecil
di lengan Luca. Itu tak terlihat dalam dan sudah mulai menutup.
Luca mengangguk.
“darahku akan memberi mereka apa yang mereka mau. Itu akan menjadi
landasan dari cerita kita , tapi kita akan mengisi beberapa detail.
Aku tau aku adalah pembohong yang me yakinkan. Tapi bisa kah kau
berbohong di hadapan semua orang, bahkan kepada ibumu,ketika kau
menceritakan pada mereka tentang pernikahan kita? Tak ada seorang
pun yang boleh tau tentang apa yang telah terjadi. Itu akan
membuatku terlihat lemah”. Bibirnya mengatup dipenuhi penyesalan.
Menyesali dirinya yang membebaskanku dan membuat dirinya harus
bergantung dengan kemampuan berbohongku.
“Lemah karena kau
menolak untuk memperkosa istrimu ?” aku berbisik.
Jari luca di pinggulku
mengencang. Aku bahkan tak sadar kalau jari-jarinya masih disana.
Buatlah dia untuk bisa berlaku baik padamu. Kata-kata
Bibiana melintas dipikiranku. Luca adalah Monster, tak ada keraguan
untuk itu. Dia bisa melakukan apapun untuk bisa bertahan sebagai
pemimpin di dunia kami, tapi mungkin aku tetap bisa membauat monster
itu terantai ketika dia bersamaku. Itu melebihi apa yang aku
harapkan ketika dia membimbingku ke kamar tidur semalam.
Luca
tersenyum dingin. “lemah karena tidak mengambil yang seharusnya
milikku. Tradisi sprei berdarah adalah tradisi mafia sisilia untuk
membuktikan bahwa pengantin mereka masih murni kepada suaminya. Jadi
menurutmu apa yang akan mereka katakan tentangku yang melihatmu
separuh telanjang di ranjangku , tak berdaya, dan milikku.
Dan sekarang kau belum tersentuh sama seperti dirimu sebelum pesta
pernikahan kita?”
“tak
ada seorang pun yang akan tau. Aku tak akan memberitahu siapapun”.
“kenapa
aku harus mempercayaimu? Aku tak memiliki kebiasaan mempercayai
orang lain, terutama orang yang membenciku”.
Aku
meletakkan telapak tanganku diatas luka di lengannya, merasakan
otot-ototnya menegang dibawah sentuhanku. Buat dia menjadi
baik untukmu, buat dia mencintaimu.
“Aku tak membencimu”. Dia memincingkan matanya, tapi itu semua
hampir semuanya adalah benar. Aku akan membencimya jika dia
memaksakan dirinya padaku. Aku sesuangguhnya membenci tentang makna
menikahinya untukku tapi aku tak mengenalnya cukup banyak untuk
benar-benar membencinya. Mungkin itu semua akan datang seiring
waktu. “Dan kau bisa mempercayaiku karena aku adalah istrimu. Aku
tak memilih pernikahan ini tapi setidaknya aku bisa melakukan yang
terbaik untuk ikatan ini. Aku tak memiliki sesuatu yang ingin kuraih
dengan mengkhianati kepercayaanmu, tetapi segalanya akan kuraih
dengan menunjukan padamu bahwa aku loyal”.
Ada
sesuatu yang berpendar, mungkin ekspresi respek. “para pria yang
menunggu di ruang tamu adalah predator. Mereka mencium kelemahan dan
mereka sudah menunggu satu dekade untuk melihat tanda kelemahan dalam
diriku. Pada saat mereka melihat satu, mereka akan menerkamnya”.
“Tapi
ayahmu-”
“jika
ayahku berpikir bahwa aku terlalu lemah untuk memimpin Familia, dan
dia akan dengan senang hati membiarkan mereka melengserkanku”.
Hidup
macam apa yang mengharuskan mu untuk selalu berusaha kuat bahkan
walaupun kau berada di dekat keluarga dekatmu? Setidaknya, aku
memiliki adik perempuanku dan adik laki-laki ku, dan bahkan beberapa
tambahan seperti ibu ku dan juga orang lain seperti Valentina.
Para wanita dimaafkan bersikap lemah di dunia kami.
Mata
Luca sangat tajam. Mungkin adalah moment dia mengambil keputusan
bahwa aku tak cukup berharga untuk dia membahayakan dirinya dan lalu
mengklaimku, namun ketika tatapannya akhirnya kembali ke wajahku,
kegelapan sudah berada di pelupuk.
“Bagaimana
dengan Matteo?'
“Aku
percaya pada Matteo. Tapi Mateo adalah orang yang Mudah terpancing.
Dia akan terbunuh karena berusaha membelaku”.
Aneh
rasanya berbicara dengan Luca, sebagai suamiku seperti ini, seakan
kami saling mengerti satu sama lain. “tak ada seorang pun yang
akan meragukanku”. Kataku. “aku akan memberi apa yang mereka
inginkan”.
Luca
duduk tegak dan mataku mengembara ke tato nya , kemudian menyusuri
otot dada dan perutnya. Pipiku panas ketika mataku bertemu dengan
pandangan Luca.
“Kau
harusnya mengenakan lebih dari sekedar gaun malam yang mengundang ini
ketika para kerumunan itu datang, aku tak ingin mereka melihat tubuh
mu, terutama pinggul dan paha bagian atas. Lebih baik jika mereka
bertanya-tanya apakah aku meninggalkan bekas padamu” katanya.
Kemudian dia menyeringai . “tapi kita tak bisa menyembunyikan
wajahmu dari mereka”.
Dia
membungkuk dan tangannya menyambangi wajahku. Aku memaksa mataku
memejam, dan mengernyit.
“ini
adalah kali kedua kau berpikir bahwa aku akan memukulmu”. Dia
berkata dengan suara pelan.
Mataku
langsung terbuka. “kupikir kau berkata....” aku terbata-bata.
“apa?
Apakah setiap orang mengharapkan kau mengalami memar-memar di
wajahmu setelah menjalani malam pertama dengan ku? Aku tidak memukul
perempuan”.
Aku
teringat ketika dia menghentikan ayahku ketika dia akan menamparku.
Dia tak pernah mengangkat tangannya padaku. Aku mengenal banyak pria
di Chicago Outfit memiliki kode aneh akan peraturan yang mereka
ikuti. Kau tidak boleh menusuk orang dari belakang, tapi kau
dibolehkan menggorok lehernya dengan cara seperti itu. Luca tampak
nya memiliki peraturannya sendiri. Menghancurkan tenggorokan orang
lain dengan tangan kosong dapat diterima, tapi tidak untuk memukul
istrimu.
“bagaimana
aku bisa mempercayai dirimu bisa meyakinkan setiap orang bahwa kita
telah menikmati pernikahan kita kalau tiap kali aku mendekat kau
mengernyit dan menjauhi sentuhanku?”
“percaya
padaku, kernyitan ini akan membuat semua orang lebih mempercayai
kebohongan ini karena saku tidak akan berhenti menjahui sentuhanmu
jika kau telah mengambil milikku. Semakin aku mengernyit semakin
mereka akan menganggap kau adalah monster seperti yang ingin orang
lain pikirkan tentangmu”.
Luca
terkekeh. “kurasa kau mungkin mengerti lebih banyak tentang
memainkan permainan kekuatan daripada yang aku harapkan”
aku
mengangkat bahu “Ayahku adalah seorang Consigliere”.
Dia
memiringkan kepalanya sebagai pengakuan, lalu dia mengangkat
tangannya dan menangkup wajahku. “yang aku maksud tadi adalah
wajahmu tak terlihat seperti kau pernah dicium”.
Mataku
melebar. “saya tidak pernah....”tapi tentu saja dia sudah tau.
Bibirnya
bertabrakan dengan bibirku dan telapak tanganku menempel di dadanya,
tapi aku tidak mendorongnya menjauh. Lidahnya menggoda bibirku,
menuntut untuk masuk. Aku menyerah dan dan dengan ragu menyentuhkan
lidahnya ke lidahku. Aku tak yakin harus berbuat apa dan menatap
Luca dengan mata terbelalak, tapi dia memimpin, saat lidah dan
bibirnya memikat mulutku. Aneh membiarkan keintimana seperti ini,
tapi ini tadak berarti tidak menyenangkan. Aku tersesat saat dia
menciumku, menuntut , dan posesif, dan tangannya terasa hangat di
pipiku. Bakal jenggotnya menggesek bibir dan kulitku, tapi gesekan
itu membuatku tergelitik bukannya terganggu. Aku bisa merasakan
kekuatan yang terkendali saat tubuhnya menekanku. Akhirnya dia
mundur, matanya gelap karena hasrat. Aku menggigil tidak hanya
karena rasa takut.
Ketukan
yang kuat terdengar dan Luca dan Luca mengayunkan kakinya dari
tempat tidur dan berdiri. Aku menarik napas saat meihat tonjolan di
celana dalamnya.
Dia
menyeringai. “seorang pria memang seharusnya memiliki ereksi
ketika dia bangun disamping pengantinnya, bukanya begitu? Mereka
menginginkan pertunjukan, meereka akan mendapatkannya”. Dia
mengangguk kearah kamar mandi. “sekarang pergilah dan ambil
bathrobe”.
Dengan
cepat aku melompat dari tempat tidur dengan seprei bernoda itu dan
bergegas ke kamar mandi dimana aku langsung mengambil bathrobe
panjang berbahan satin berwarna putih dan memakainya diatas gaun
tidurku sebelum aku memunguti helai-helaian korset yang aku jatuh
kan semalam.
Ketika
aku melangkah masuk ke kamar tidur, aku menyaksikan luca menaruh
pistol dan sarung pisau diatas bahu telanjangnya, dan pisau lain yang
lebih panjang terikat di lengannya menutupi sayatan kecil dan
perubahan kekakuannya membuat semua itu bahkan lebih jelas.
Pipiku
memanas, aku bergerak lebih jauh dalam ruangan dan melemparkan korset
disamaping gaun pengantinku yang telah rusak. Luca adalah
pemandangan yang luar biasa dengan postur tubuhnya yang tinggi, tubuh
berotot serta semua senjata, belum lagi tonjolan celananya. Sedikit
rasa ingin tau memenuhi diriku. Bagaimana dia terlihat jika tanpa
celana?.
Aku
bersandar pada tembok dekat jendela dan melingkarkan lengan ke
tubuhku, tiba-tiba khawatir seseorang akan menyadari bahwa Luca tidak
tidur denganku. Mereka semua adalah wanita yang telah menikah.
Apakah mereka melihat yang tidak beres?
Aku
menguatkan diri saat dia membuka pintu lebar-lebar, berdiri di
hadapan para wanita dengan keagungan setengah telanjangnya.
Terdengar suara terengah-engah, cekikikan, bahkan beberapa kata
berbahasa Itali yang di gumamkan, yang mungkin berupa doa atau
kutukan, mereka berbicara terlalu cepat dan pelan untuk aku dengar.
Aku harus menahan dengusan.
“Kami
datang untuk mengambil seprei”. Ibu tiri Luca berkata nyaris tanpa
ada basa- basi.
Luca
melangkah mundur , membuka pintu lebih lebar. Seketika beberapa
wanita melangkah masuk, mata mereka melesat ke tempat tidur yang
bernoda, lalu ke arahku. Aku tau wajahku memerah, meskipun bukan
darahku yang ada disana. Bagaimana mungkin para wanita itu langsung
melompat pada kesempatan untuk melihat bukti keperawanan ku? Tidak
kah mereka memiliki belas kasihan? Mungkin mereka berpikir akan adil
jika aku merasakan juga apa yang mereka lalui. Aku membuang muka,
tak mampu menghadapi rasa penasaran mereka. Biarkan mereka berasumsi
semau mereka. Sebagian besar para tamu telah pergi, terutama
politisi dan non-mafia lainnya. Hanya keluarga dekat yang
menyaksikan penyajian seprei itu, tapi dari banyaknya para
perempuan yang berkumpul di koridor, kau tak akan bisa menebak.
Hanya
wanita yang sudah cukup umur untuk menikah yang diperbolehkan
sebagai penonton saat seprei itu di rentangkan - agar tidak membuat
takut para gadisperawan yang masih terlalu muda. Aku bisa melihat
bibiku diantara para kerumunan, begitu pula ibuku, Bibiana, serta
Valentina, tetapi para wanita dari keluarga Luca berada dibarisan
paling depan mengingat ini adalah tradisi mereka, bukan milik kami.
Dan ini akan segera menjadi tradisiku, aku mengingatkan diriku
sendiri dengan bergidik. Luca menatap mataku dari seberang ruangan .
Kami berbagi rahasia sekarang. Aku tak bisa tidak merasa berterima
kasih pada suamiku, meskipun aku tak ingin bersyukur untuk hal-hal
seperti itu. Tapi di dunia kami, kau harus bersyukur untuk tiap
kebaikan sekecil apapun, terutama dari pria seperti Luca, terutama
saat dia tak harus bersikap baik.
Ibu
tiri Luca Nina dan sepupunya Cosima mulai melepaskan seprei. “Luca
,” dengan pura-pura marah. “apakag tidak ada yang memberitahumu
untuk bersikap lembut pada mempelaimu yang masih perawan?”
perkataannya
sungguh membuat beberapa wanita cekikikan malu dan aku menundukkan
pandanganku walaupun sebenarnya aku ingin melotot padanya. Luca
melakukan kerja bagus untuk hal itu, lalu dia melontarkan senyuman
srigala yang membuat bulu kudukku meremang. “Anda sudah menikah
dengan Ayahku. Apakah dia terlihat seperti seorang Ayah yang
mengajarkan anak-anaknya untuk bersikap lembut pada siapapun”.
Bibir
ibu Luca menipis tapi dia tak berhenti tersenyum. Aku bisa merasakan
semua orang menatapku dan menggeliat dibawah semua perhatian itu.
Ketika aku mengambil resiko untuk mengintip ke arah keluargaku , aku
bisa melihat keterkejutan dan rasa kasihan pada banyak wajah mereka.
“Biarkan
aku lewat!” terdengar suara Gianna yang panik. Kepalaku
terangkat. Dia berusaha menembus kerumunan wanita yang berkumpul
dan berjuang menghindari ibu yang akan menghentikannya. Gianna
bahkan tak seharusnya berada disini. Tapi kapan Gianna menuruti apa
yang diperintahkan padanya? Dia mendorong seorang wanita yang sangat
kurus keluar dari tempatnya dan terhuyung-huyung masuk ke tempat
tidur. Wajahnya melotot jijik ketika melihat seprei di Ibu tiri Luca
yang terbentang di atas lengan Cosima yang terulur.
Matanya
melihat wajahku,berlama-lama dibibirku yang membengkak, rambut
kusutku dan lengaku yang masih melingkar ditubuhku. Aku berharap aku
memiliki cara untuk memberitahu dia bahwa aku baik-baik saja, bahwa
tidak seperti yang terlihat, tapi tidak dengan semua wanita yang
berada disekitar kami. Dia berbalik ke arah Luca, yang setidaknya
sekarang tidak memiliki ereksi lagi. Tatapan matanya pasti akan
membuat kebanyakan orang berlari. Luca mengangkat alisnya dengan
menyeringai.
Gianna
melangkah ke arah Luca. “Gianna,” aku berkata dengan pelan.
“mau kah kau membantuku berpakaian?” aku mebiarkan lenganku
jatuh ke sisi tubuhku dan melangkah kearah kamar mandi, berusaha
meringis sekarang, dan kemudian seoalh-olah sakit dan aku berharap
aku tak terlalu berlebihan. Aku belum pernah melihat pengantin
wanita atau siapapun , setelah mereka kehilangan keperawanan mereka.
Begitu pintu menutup dibelakang Gianna dan aku, dia memelukku
erat-erat. “Aku benci dia. Aku benci mereka semua. Aku ingin
membunuhnya”.
“Dia
tidak melakukan apapun” gumamku.
Gianna
mundur dan aku meletakkan jari di bibirku. Kebingungan memenuhi
wajah Gianna. “Apa maksudmu?”.
“Dia
tidak memaksaku”.
“Hanya
karena kau tidak melawannya bukan berarti itu bukan pemerkosaan”.
Aku
menutupi mulutnya dengan tanganku. “Aku masih perawan”.
Gianna
melangkah mundur sehingga tanganku terlepas dari bibirnya. “Tapi
darah itu” bisiknya.
“Dia
melukai dirinya sendiri”.
Dia
menatapku tak percaya. “Apakah kau memiliki Stockholm sindrom?”
aku
memutar mataku. “Shh. Aku mengatakan yang sebenarnya”.
“kemudian
pertunjukan itu?”
“karena
tak seorangpun boleh tau. Tak seorangpun. Termasuk ibu dan Lily.
Kau tak boleh mengatakan pada siapapun, Gianna”.
Gianna
Cemberut. “Kenapa dia melakukan itu?”
“Aku
tak tau, mungkin dia tidak suka melukai ku”.
“Pria
itu bahkan akan membunuh bayi keledai , jika mereka memadang dengan
cara yang salah padanya”.
“Kau
tak mengenalnya”.
“begitupun
dirimu”. Dia menggelengkan kepalanya. “Jangan katakan padaku
bahwa kau sudah mempercayai dia sekarang. Hanya karena dia tidak
menyetubuhimu semalam tak berarti dia tidak akan melakukan nya
segera. Mungkin dia akan melakukannya di Penthouse nya dengan
pemandangan New York dibawahnya. Kau istrinya dan dia adalah Pria
dengan Batang yang berkerja bakalan ingin untuk masuk ke celana
dalammu”.
“Ayah
benar-benar gagal mendidikmu menjadi anggun mendengar dari
komentar-komentarmu” kataku sambil tersenyum. Gianna melotot.
“Gianna, aku tau ketika aku menikah dengan Luca , aku harus tidur
dengan dia pada akhirnya dan aku akan menerimanya. Tapi setidaknya
aku senang karena aku mendapat kesempatan untuk setidaknya mengenal
dirinya sedikit lebih baik dulu”. Meskipun aku tidak yakin akan
menyukai bagian- bagian yang akan aku ketahui. Tapi ciumannya bukan
sama sekali tak menyenangkan. Kulitku masih terasa hangat ketka aku
memikirkannya. Dan Luca pasti senang melihatnya. Bukan berarti
wajahnya yang cantik akan menghentikan kekekjaman, tapi sejauh ini
dia tidak bersikap kejam padaku. Dan entah kenapa aku berpikir dia
tidak akan melakukannya, kecuali tidak sengaja.
Gianna
mendesah. “Yeah, kau mungkin benar”. Dia merosot duduk di
penutup toilet. “Aku tidak tidur semalaman karena
mengkhawatirkanmu. Tidak bisa kah setidaknya kau mengirimiku teks
bahwa Dia tidak mengambil Cheri mu?”.
Aku
mulai menanggalkan pakaian. “Yakin, dan kemudian Ayah atau Umberto
memeriksa ponselmudan melihatnya dan aku tamat “.
Mata
Gianna memindaiku dari kepala hingga kaki saat aku melangkah ke kamar
mandi, mungkin masih mencari tanda bahwa Luca telah melukai ku.
“Kau
tetap harus bertingkah seoalah-olah kau membenci Luca saat kau
melihatnya nanti atau orang akan curiga” kataku.
“jangan
khawatir itu tak masalah karena aku masih membencinya karena dia
telah membawamu jauh dariku dan karena dia adalah dia. Aku tidak
percaya bahwa dia mampu melakukan kebaikan”.
“Luca
juga tiddak tau aku sudah memberitahumu”. Aku menghidupkan
pancuran dan membiarkan air hangat membasuh bekas kelelahan. Aku
harus waspada sepenuhnya untuk pertunjukan diruang tamu nanti. Otot
tegang ku mulai rilex saat air hangat memijatnya.
“Kau
tidak boleh masuk”, Gianna berkata dengan marah, mengagetkanku.
“aku tak peduli kau suaminya”. Aku membuka mataku dan melihat
Luca memaksa masuk ke kamar mandi. Gianna menghalangi jalannya.
Dengan cepat aku membelakangi mereka.
“Aku
harus bersiap- siap”. Geram Luca. “Tak ada apapun disini yang
belum pernah aku lihat”.
Pembohong.
“Sekarang pergi, atau kau akan melihat penis pertama mu nak,
karena aku akan menanggalkan pakaian sekarang”.
“Bajingan
sombong, aku-”
“Pergi!”
teriakku.
Gianna
pergi, tapi tidak tanpa mengatai Luca dengan beberapa pilihan kata.
Pintu terbanting menutup dan kami sendirian. Aku tak yakin dengan
apa yang sedang Luca lakukan dan aku tak mau berbalik untuk
memeriksanya. Aku tak bisa mendengarnya mencipratkan air . Aku tau
aku tak bisa tinggal dikamar mandi selamanya, jadi aku mematikan air
dan melangkah ke kamar.
Luca
sedang mengoleskan krim bercukur di pipinya denga sikat, tapi
matanya mengamatiku dari kaca. Aku menahan keinginan untuk menutupi
diriku , meskipun aku merasa warna merah menyebar di sekujur tubuhku.
Dia meletakkan sikatnya dan meraih salah satu handuk mandi mewah
yang tergantung rak handuk yang dipanaskan , lalu menghampiriku
masih dengan memakai celana dalammya. Aku membuka shower dan
mengambil handuk dari dia dengan ucapan terima kasih yang cepat.
Dia tak bergerak, matanya menjelajahi tubuhku. Aku membungkus handuk
di sekeliling tubuhku, lalu melangkah keluar. Tanpa hak tinggi,
bagian atas tubuhku hanya sampai di dada Luca.
“Aku
menebak kau sedang menyesali keputusanmu”, aku berkata dengan
pelan. Aku tak perlu menjelaskan; dia tau apa yang aku maksud.
Tanpa
kata dia kembali ke meja basuh , mengambil sikat dan melanjutkan apa
yang dia lakukan tadi. Aku sudah di jalan menuju kamar, ketika
suaranya mengagetkanku. “ Tidak”. Aku berbalik dan bertatapan
dengan matanya. “ketika aku mengklaim tubuhmu aku ingin kau
menggeliat dalam kenikmatan bukannya ketakutan”.
Chapter 8 nya mana min?
BalasHapus