Kami
berencana bertemu dengan Amanda, Jo, dan beberapa teman yang lain di
sebuah bar lokal keesokan malamnya. Perutku berada dalam kondisi
pergolakan permanen. Gembira dan gugup dan ratusan emosi lain
yang tak bisa aku proses. Namun tak diragukan. Tak akan pernah.
Aku akan berbicara dengan Ruby tentang melnajutkan perubahan shift
ekstra di kafe dan dia merasa senang. Ternyata ketergangguannya
di hari sebelumnya adalah karena dia tau dia hamil. Keluarnya aku
dari kuliah tak bisa tidak datang pada waktu yang lebih baik sejauh
yang ia ketahui. Sebenarnya aku akan kembali berkuliah. Aku
menyukai ide mengajar, mungkin. Aku tak tau. Akan ada waktunya.
Bar
ini adalah salah satu yang lebih kecil, tidak jauh dari rumah baru
kami. Sebuah band rock beranggotakan empat orang berada di bagian
sudut kecil memainkan musik klasik grunge diselingi dengan beberapa
lagu baru. Jo melambaikan tangan ke meja. Bertemu David jelas
sesuatu yang besar untuk nya. Anak anjing yang sedikit
melompat-lompat.
“David.
Ini sungguh menyenangkan”, ujarnya, lagi dan lagi. Itu semua nya
tentang bertemu dengan David. Jika dia mulai menekuk kakinya, aku
melangkah masuk.
Amanda,
disisi lain, butuh untuk menghapus ekspresi cemberut itu.
Setidaknya, tidak seperti orang tuaku, protesnya hanyalah diam. Aku
menghargai perhatiannya, tetapi dia harus terbiasa dengan keberadaan
David.
David
memesan minuman untuk kami dan duduk di kursi disampingku. Musiknya
sungguh terlalu keras untuk mengobrol. Segera sesudahnya, Nate dan
Lauren tiba. Sebuah perdamaian yang rapuh telah muncul antara
kakakku dan suamiku, yang sangat aku syukuri.
David
bergerak lebih dekat. “aku ingin menanyakan sesuatu”.
“apa?”.
Dia
menyelipkan tangan di pinggangku, menarikku lebih dekat. Aku
melakukan pekerjaan dengan lebih baik hanya dengan mendudukan
pantatku di pangkuannya. Dengan senyum hangat , lengannya memelukku,
memelukku erat. “Hey”.
“Hey”,
ujarku. “ apa yang ingin kau tanyakan?”
“aku
ingin tau....apakah kau ingin mendengarkan salah satu lagu yang aku
tulis untukmu?”
“Sungguh?
Dengan senang hati”.
“Luar
biasa”. Katanya, tangannya merapikan bagian belakang gaun hitam
sederhanaku. Aku mengenakannya karena itu warna favoritnya, tentu
saja. Juga, aku sangat curiga bahwa V-neck akan menarik baginya.
Malam ini, aku ingin membahagiakan suamiku. Tak diragukan lagi ada
saatnya di masa depan ketika akan saling menendang pantat satu sama
lain, tetapi tidak malam ini. Kami disini untuk merayakan.
Lauren
membimbing Nate ke lantai dansa dan Amanda dan Jo mengikuti,
meninggalkan kami untuk obrolan pribadi. Dan Tuhan sejujurnya mereka
ada lah teman dan kakak terbaik di dunia. Mereka semua menghadapi
berita yang meledak dengan wajah kalem. Mereka memelukku dan tak
satu katapun yang meragukan perubahan jalan hidupku disuarakan.
Ketika Lauren menceritakan tentang bagaiamana David membelaku saat
makan malam, aku bahkan memergoki Amanda mengelurkan anggukan
penerimaan. Itu memberiku harapan besar.
Aku
bahkan sudah menelpon ibuku baru-baru ini. Obrolan kami terasa kaku
tapi aku senang karena telah melakukannya. Kami masih keluarga .
David
sudah mengembalikan cincinku malam sebelumnya. Melanjutkan ke
daftar panjang hal-hal yang akan dia lakukan padaku. Dia memberiku
sarapan es krim di tempat tidur ketika matahari terbit. Malam
terbaik yang pernah ada.
Rasanya
menyenangkan mendapati cincinku kembali. Berat dan pas dengan
sempurna. Seperti yang dijanjikan, cincinnya tetap dikenakan. Dia
bahkan dengan bangga menunjukan ke kakaknya ketika aku berkutat untuk
mencari kopi di tengah hari. Ketika aku sudah berkafein, David dan
Jimmy telah membantuku pindah ke kondo. Mal dan Ben sibuk di studio.
Nate dan Lauren membantuku pindaham juga saat David dan Jimmy
menandatangani segala hal yang berhubungan dengan Divers yang bisa
lauren temukan. Diluar protesnya bahwa dia akan merindukanku.
Kurasa dia juga berpikir ke depan untuk menikmati apartemen ini
berduan dengan Nate. Mereka sangat cocok bersama.
“aku
punya hal lain juga yang ingin kutanyakan padamu juga” ujarnya.
“jawabannya
adalah iya , untuk apapun dan segala hal yang berhubungan denganmu”.
“bagus.
Karena aku ingin kau bekerja untukku sebagai asistenku. Ketika kau
tidak berkerja di kafe, maksudku”. Tangannya mengelus punggungku.
“karena aku tau kau ingin melakukan itu”.
“David...”.
“atau
kau mengizinkanku mengembalikan uang kuliah mu ke orang tuamu
sehingga itu tidak menggantung di kepalamu”.
“tidak”,
kataku, suaraku tegas. “terima kasih, tapi aku harus melakukan
itu. Dan kurasa orang tuaku perlu melihat aku melakukan itu”.
“itu
yang kupikir akan kau katakan. Tapi itu adalah uang yang banyak
untuk kau hasilkan, sayang. Jika kau mengambil pekerjaan kedua, kita
tak akan pernah bisa berjumpa satu sama lain”.
“kau
benar. Tapi apakah menurutmu itu adalah hal yang bijaksana kita
berkerja bersama?”
“Ya”,
ujarnya, mata birunya serius. “kau suka mengorganisir, dan itulah
yang aku butuhkan. Ini pekerjaaan sungguhan dan aku ingin kau
melakukan itu. Jika kita menemukan itu akan mengganggu, kita akan
menyusun rencana baru. Tapi kurasa sebagian besar itu hanya
berarti kita menghabiskan lebih banyak waktu bersama dan melakukan
seks di tempat kerja”.
Aku
tertawa. “kau berencana akan melecehkanku secara seksual , Mr
Ferris?”
“Tentu
saja”.
Aku
mengecup pipinya hingga berbunyi. “terimakasih karena telah
memikirkan itu. Aku akan sangat senang bekerja untukmu”.
“jika
kau memutuskan untuk kembali kuliah, maka aku akan meminta Adrian
untuk mencarikan pengganti. Bukan masalah besar”, dia menarikku ke
dadanya. “tap untuk selama waktu itu, kita akan baik-baik saja”.
“rencana
terbaik yang pernah ada”.
“Mengapa,
ucapan terima kasih. Yang datang darimu , itu sangatlah berarti”.
Tatapan
David melirik ke penjuru bar dimana Mal, Jimmy, dan Ben berkumpul,
tetap tidak menonjolkan diri. Aku tak tau kalau mereka bergabung
dengan kami malam ini. Jimmy telah menghindari Bar dan Club. “sudah
waktunya mereka tiba disini”. David bergumam.
Selajutnya
David berbalik ke Band, berdenang di pojokan. Mereka baru saja
selesai menyanyikan lagu Pearl Jam klasik.
“tunggu
disini”, David berdiri, dan membawaku bersamanya. Dia
mendudukkanku di kursi dan memberi sinyal ke teman bandnya.
Kemudian dia berjalan ke arah pa nggung. Sosoknya yang tinggi
bergerak melewati kerumunan dengan mudah dan teman-temannya
mengikuti dibelakangnya. S ecara masal, mereka tampak mengagumkan.
Tak peduli seberapa merendahnya mereka. Tapi aku merasakan perasaan
aneh, bahwa mereka akan membuat kehadiran mereka di ketahui. Setelah
band menyelesaikan lagu, David memanggil penyanyi itu. Sialan.
Ini dia. Aku terlonjak dari kursiku karena amat sangat senang.
Mereka
berbincang sebentar, lalu penyanyi itu membawakan sang gitaris.
Benar saja si gitaris memnerikan gitar nya ke tangan David yang
menunggu. Aku bisa melihat ekspresi terkejut di kedua wajah mereka
ketika identitas David akhirnya terungkap. Jimmy mengangguk ke arah
penyanyi itu, dan melangkah ke platform. Di belakangnya, Mal sudah
berhigh-five dengan si drummer, Mal sudah mengambil alih tempat si
drumer, dan mencuri stik nya. Bahkan muka muram Ben tersenyum saat
dia menerima gitar bass dari pemilik aslinya. The divers naik ke
panggung. Hanya sedikit orang di Bar yang menyadari apa yang sedang
terjadi.
“Hai,
maaf mengganggu, guys. Namaku David Ferris dan aku ingin memainkan
lagu untuk istriku, Evelyn. Semoga kalian tidak keberatan”.
Keheningan
karena tercengang pecah menjadi tepuk tangan meriah. David
menatapku dari atas lautan orang-orang ketika semua orang
membanjiri lantai dansa untuk mendekat.
“Dia
adalah gadis Portland. Jadi kurasa itu menjadikan kita sebagai
saudara ipar. Bersikap lembutlah padaku, yah?”
kerumunan
menjadi menggila. Tanganya bergerak ke senar-senar gitar, membuat
perpaduan paling manis yang paling memungkinkan antara musik rock
dan country. Kemudian dia mulai bernyanyi. Jimmy bergabung
dengannya di bagian chorus, suara mereka berpadu dengan indahnya.
I
thought i could let you go ( kupikir aku bisa membiarkan mu pergi)
i
though that you could leave and know the time will fade ( kupikir
kau bisa pergi dan tau bahwa waktu akan memudar)
but
iam colder than the bed where we lay ( tapi aku lebih dingin
dibanding dengan ranjang tempat kita berbaring)
you
let go if you like ( kau bisa pergi jika mau)
i
'll hold on say no to all you want (aku akan menahanmu dan mengatakan
tidak untuk semua yang kau mau)
i'm
not done baby (aku belum selesai, sayang)
i
promise you (aku berjanji padamu)
did
you think i let you go? (apa kau pikir aku akan membiarkan mu pergi)
that
never happening and now you know ( itu tak akan pernah terjadi ,
dan sekarang kau tau)
take
your time, i 'will wait regreting every last things i said (nikmati
waktumu, aku akan menunggu , dan menyesali setiap patah kata yang
pernah aku ucapkan)
lagu
itu sederhana, manis, dan sempurna. Dan suara-suara ketika mereka
selesai sangat memekak kan telinga. Orang-orang berteriak dan
menghentak hentakkan kaki mereka. Itu terdengar seakan atap rubuh
menimpa kami. Petugas keamanan membantu David dan kawan-kawan
bergerak melewati kerumunan orang-orang. Lebih banyak orang yang
datang saat mereka perform, mengetahui pertunjukan itu dari sms
dan telepon, orang per orang, dan semua jenis sosial media.
Gelombvang pasang penggemar membanjiri mereka saat mereka mendorong
berusa lewat. Sebuah tangan menggenggam lenganku. Aku menodngak
untuk menemukan Sam di sisiku dengan seringai di wajahnya. Kami
berhasil keluar dari sana.
Sam
dan petugas keamanan membuka jalan bagi kami ke pintu dan limusin
yang menunggu di luar. Mereka sudah di persiapkan dengan baik. Kami
semua bergerumul di belakang limusin. Dengan segera, David menarikku
ke pangkuannya. “Sam akan memastikan teman mu baik-baik saja”.
“Terima
kasih. Kurasa Portland tau kau disini sekarang”.
“Ya,
kurasa kau benar”.
“David,
kau adalah si tukang pamer, sialan”. Kata Mal, menggelengkan
kepalanya. “aku tau kau akan menarik sesuati seperti ini. Gitaris
adalah sekumpulan tukang pamer. Jika kau memiliki satu ons akal, nona
muda, kau akan menikahi seorang Drummer”.
Aku
tertawa dan menyeka air mata dari wajahku.
“mengapa
dia menangis,apa yang kau katakan padanya?” David menarikku
mendekat. Di luar orang-orang menggedor-gedor jendela saat mobil
perlahan bergerak maju.
“apa
kau baik-baik saja?”
“aku
mengatakan yang sebenarnya, seharusnya dia menikahi seorang drummer.
Bukan nya seorang tukangh tampil!” kata Mal.
“diam”.
“seakan-akan
kau tak pernah saja setengah mati untuk membuat seoarang gadis
terpesona”. Kata Ben.
“apa
yang terjsdi di Tokyo?” tanya Jimmy, berbaring di sudut.
“ingatkan lagi aku tentang ahh.... siapa namanya?”
“oh
sial, ya. Cewek dari restoran”. Kata Ben. “ seberapa banyak
mereka meminta mu untuk membayar untuk kerusakan , lagi?”
“aku
bahkan tak tau apa yang kau bicarakan. Davie berkata untuk diam”,
teriak Mal, diatas tawa parau. “berilah rasa hormat untuk momen
menyentuh dengan Evelyn, dasar bajingan”.
“abaikan
mereka”. David menangkup wajahku di telapak tangannya. “mengapa
kamu menangis, hmmm?”
“karena
ini adalah sepuluh. Jika satu adalah kita terpisah dan sengsara ,
maka sepuluh adalah lagumu. Sungguh indah”.
“kamu
benar-benar menyukainnya? Karena aku bisa membuangnya kalau kau
tidak suka, kau tak harus -”
aku
meraih wajahnya dan menciumnya. Mengabaikan keributan dan
suara-suara menggoda di sekitar kami. Dan aku tak berhenti
menciumnya sampai bibirku mati rasa dan bengkak begitu juga bibirnya.
“sayang”.
Dia tersenyum menghapus sisa air mataku “you said the best
fucking things”.